Chapter 01

347 15 4
                                    

"Sampai kapanpun, kamu tidak akan pernah bisa meloloskan diri dari tempat ini."

"Saya... saya masih mencoba berbaik hati untuk tidak memotong kedua kakimu. Tapi lain kali... lain kali kalau kamu melakukan itu lagi aku benar-benar akan memotong kedua kakimu."

"Berapa kali harus saya katakan kalau saya tidak akan pernah melepaskan kamu. Kamu itu milik saya, Nola, milik saya!"

Enola terbangun dengan napas terengah-engah. Tubuhnya bermandikan keringat dingin, jantungnya berdebar cepat seolah baru saja berlari dari jarak puluhan kilo meter jauhnya. Merasakan pergerakan dari samping, sang suami yang sebelumnya terlelap seketika terbangun. Dia melirik bayangan Enola yang duduk dengan napas tersenggal. Merasakan ada yang tidak beres, dia menyalakan lampu tidur diatas nakas lalu mengubah posisi menjadi duduk. Dia mengambil gelas berisi air diatas nakas dan menyondorkannya ke bibir Enola.

"Minum dulu." Enola menyesap beberapa teguk air ke dalam tenggorokannya yang kering. "Mimpi buruk?"

Enola mengusap peluh dipelipisnya dan mengangguk. Ini bukan kali pertama Enola mengalami mimpi buruk hingga membuat perempuan itu terjaga dengan ekspresi ketakutan. Setiap kali dia bertanya apa yang Enola mimpikan, perempuan itu selalu menceritakan bahwa didalam mimpinya dia berada disebuah ruangan gelap tanpa pintu, jendela atau ventilasi. Didalam mimpi itu dia bersama seorang laki-laki dengan wajah blur. Laki-laki itu berpakaian bagus, rapi dan bersih, hanya saja Enola selalu ketakutan saat melihatnya. Teriakan dan ancaman dari laki-laki itu bergema ditelinganya seolah-olah itu nyata.

"Mau tidur lagi?" Tanya sang suami mengusap punggung Enola untuk menghiburnya.

Enola menatap mata suaminya ditengah cahaya redup dan bergumam, "Ayo shalat tahajud."

Suaminya merenung sejenak, sebelum menyunggingkan senyum tipis dan mengelus puncak kepalanya dengan sayang. "Baik, Ayo."

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan Enola kembali normal. Setelah bertahun-tahun yang lalu menjalani hidup mengerikan dalam sebuah kekangan, Enola berhasil move on dan menjalani kesehariannya sebagai seorang istri dan Ibu. Enola memiliki keluarga, suami, anak, dan kehidupannya berjalan normal seperti proses pahitnya tak pernah terjadi. Memulai kehidupan baru memang terasa sulit. Namun waktu bisa mengubah segalanya, mendatangkan kegembiraan yang tak disangka-sangka akan datang setelah hari-hari terburuknya.

"Bunda, aku tidak ingin tomato."

Pagi itu dimeja makan, salah satu putra kembarnya tiba-tiba berceletuk saat Enola dengan santai meletakkan beberapa tomat cerry kedalam kotak bekal. Wajahnya berkerut kesal, matanya menyiratkan ketidaksenangan, namun nada bicaranya sangat lembut seolah dia akan segera menangis.

Enola menulikan pendengaran dan menutup wadah. Matanya melirik Rishad dengan ekspresi melembut dan berkata, "Sayang, jangan menjadi pemilih. Tomato itu bagus untuk kesehatan tubuhmu, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, tomato harus dihabiskan, okey?"

"Tapi aku tidak suka tomato, Bunda." Bibirnya mengerucut kesal. Matanya memelas, dia memohon agar Enola membiarkannya untuk tidak menikmati buah menjijikkan itu. Rishad tidak suka.

"Rishad, kamu sudah besar jangan banyak mengeluh. Bunda sudah bangun-bangun pagi sekali untuk membuatkan kita sarapan dan bekal, makan saja apa yang Bunda buatkan." Rashid menegur saudara kembarnya dengan bijaksana. Bocah itu duduk diatas kursi, sembari menunggu Enola membuatkan bekal juga untuknya.

Rishad memandang saudara kembarnya dengan bibir manyun. Dia terlihat kesal tapi tidak bisa membantah.

"Ada apa? Kenapa ribut-ribut pagi begini. Papa bisa mendengar suara kalian dari lantai atas." Tanya suaminya yang kala itu memasuki ruang makan bersama si bungsu didalam gendongannya dan mendengar keributan yang terjadi disana.

Kembalikan Cintaku [Book 2] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang