Chapter 10

80 9 0
                                    

"Pekerjaannya sudah selesai?" Enola baru saja turun dari tangga saat dia melihat Rishdan membuka pintu dan masuk. Dia bergegas menghampiri suaminya dan mengambil jas serta tas kerja milik suaminya untuk dibawa ke atas.

Tadi sore Rishdan buru-buru ke rumah sakit karena ada pasien yang membutuhkannya sehingga dia kembali lagi kesana untuk membantu. Pada pukul delapan lewat akhirnya dia pulang dengan wajah penuh kelelahan. "Ingin ku ambilkan air?" Tanya Enola sekali lagi.

Begitu dia berbalik dan hendak menuju ke dapur, tubuhnya dipeluk oleh tubuh besar itu dari belakang dan sebagian bobot tubuh laki-laki itu bertumpu pada tubuhnya. Meskipun begitu, Enola tidak mengeluh karena dia tahu suaminya sangat kelelahan. Berdiri ditengah ruangan dengan posisi seperti ini, untung saja anak-anak sudah kembali ke kamar mereka setelah makan malam. Sehingga ruangan itu menjadi sepi bahkan Bibi sudah beristirahat didalam kamarnya.

"Bisakah kita seperti ini sebentar?" Rishdan menghirup aroma segar dari tubuh istrinya. Itu menenangkan sehingga dia memejamkan mata dan memeluk Enola semakin erat. Enola tidak mengerti apa yang membuat suaminya begitu tertekan, apakah hari ini sangat sulit? Tapi Enola lebih memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut dan hanya berdiam diri disana.

Sebenarnya Rishdan tidak punya pekerjaan yang mendesak. Dia kembali ke rumah sakit jiwa untuk memastikan tentang berita hubungan istrinya dan salah satu pasiennya. Dia tidak berharap akan melihat secara langsung foto istrinya yang berdiri dengan gaun pengantin bersama Magan. Dia sangat marah saat itu, dia sangat terkejut meskipun tahu hubungan keduanya sudah berlalu cukup lama. Belum lagi ingatan tentang bagaimana Magan memperlakukan Enola saat itu membuatnya berhasil memprovokasi Magan. Wajah Magan membuat emosi Rishdan melonjak, jika saja tadi Magan tidak ingat bertemu Enola waktu itu, mungkin Rishdan masih terus memprovokasi laki-laki itu sampai ia merasa puas.

"Mas?" Panggil Enola lembut. Rishdan hanya berdengung samar sambil menenggelamkan hidungnya dipundak sang istri. "Ini berat, kalau ingin istirahat mari kita ke kamar. Mas sudah makan?"

"Belum." Rishdan berdiri tegak dan melepaskan istrinya.

Enola berbalik menghadap suaminya sambil tersenyum dan berkata, "Inginku buatkan sesuatu? Apa yang Mas inginkan?"

"Spagetti, tolong?"

Enola mengangguk dan berjalan menuju ke dapur yang langsung di ekori oleh Rishdan. Enola menggantung jas suaminya disalah satu kursi dan meletakkan tas suaminya dikursi yang lain. Sementara Enola mulai sibuk menyajikan bahan-bahannya, Rishdan kembali menghampiri istrinya dan berdiri dibelakang sembari melongok untuk melihat kegiatan istrinya tanpa menyentuh.

"Duduk saja dikursi, aku akan segera menyiapkannya." Kata Enola sambil membuka bungkusan. Dia merasa sedikit pengap karena Rishdan berdiri dibelakang meski tanpa menyentuhnya.

"Mas ingin melihat."

"Mas bisa melihatnya dari kursi. Ayo duduk dulu." Bujuk Enola menoleh ke arah Rishdan dengan ekspresi memohon.

Rishdan enggan mengubris. "Mas ingin melihat dari dekat."

Setelah perdebatan kecil itu, Enola memilih untuk pasrah dan kembali fokus untuk memasak. Sementara Rishdan terus menerus mengekorinya dibelakang dan mengikuti kemanapun istrinya bergerak.

Setelah makanan itu dihidangkan diatas meja, Rishdan yang berdiri disamping Enola masih tidak bergerak untuk duduk. Ketika Enola menoleh, dia mendapati sang suami tengah menatap kosong ke piring berisi spagetti tersebut sehingga mau tak mau Enola menyenggol lengan suaminya yang membuat Rishdan segera buyar dari lamunan.

"Ada apa?" Tanya Enola menarik kursi utama dan meminta suaminya untuk duduk.

Rishdan berjalan ke arah kursi dan duduk dengan linglung. Diam bungkam selama beberapa saat sebelum dengan cepat meraih tangan Enola yang hendak pergi mengambil gelas agar bisa diisi air. Enola memandang suaminya yang berprilaku aneh dengan sebelah alis terangkat.

Kembalikan Cintaku [Book 2] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang