"Bagaimana, Faza, apa bisa untuk Hulya melanjutkan kembali mesantrennya disini?"
Faza nampak berfikir. "Menurut peraturan memang sudah tidak boleh seorang santri menikah. Tapi saya juga faham masalah yang dihadapi Hulya ini berbeda, tapi pertanyaannya, apa kamu sebagai suaminya memperbolehkan Hulya kembali melanjutkan mesantrennya?"
"Ini keinginan orang tuanya saat masih ada, ibu Hana sendiri yang pernah bilang, ia ingin anaknya menyelesaikan mesantrennya disini, jika ditanya setuju atau tidak, suami mana yang bisa membiarkan istrinya jauh darinya? Tapi saya faham keinginan besar Hulya dan keinginan orang tuanya."
"Baik, perihal pernikahan kalian kemarin pun belum ada yang tau selain aku dan Maira, diusahakan semoga memang berita ini jangan sampai tersebar, karena peraturan itu masih ada, dan mungkin para santri tidak akan semua faham akan permasalahan dari pernikahan kalian."
"Iya." Ucap Alshad, Hulya yang disampingnya hanya memperhatikan. Lalu tersenyum.
"Kamu sudah dengar, Hulya?"
Hulya mengangguk. "Terimakasih, ustadz faza,"
"Ingat, Hulya, jangan beritahu siapa pun, bahkan sahabatmu." ucap Faza. Hulya kembali mengangguk.
"Ya sudah aku mau kembali ke asrama, Assalamualaikum, mas Alshad." Tangan Hulya terjulur. Menarik tangan Alshad lalu menciumnya. Senyumnya tak hilang. Sampai beranjak pergi menghilang dibalik pintu ruangan.
Keduanya menatap kepergian Hulya.
"Shad, apa ia sadar, jika kamarin ia menangis kehilangan ibunya? Mengapa ia bisa tersenyum walau kita tau hatinya masih sangat terluka."
"Itu yang membuatku salut, Hulya wanita yang hebat, dia hanya sedih semalam saja, dan besoknya ia bahkan memujiku tampan." ucap Alshad, tertawa kecil. Di angguki Faza yang ikut tertawa.
***
Hulya membuka pintu ruangannya. Nampak Kia yang sedang membaca buku terkejut senang. Kia menghamburkan pelukannya pada Hulya. Hulya tersenyum
"Hulya! Aku merindukanmu."
"Iya Kia, aku juga," ucap Hulya.
"Oh iya Hulya, kami semua sudah mendengar kabar tentang orang tuamu. semoga orang tuamu diterima amal ibadahnya di sisi Allah, semoga Hulya ku ini ... Dikuatkan hatinya, bisa sabar menjalani semua ini." Lirih Kia.
Hulya mengangguk. "Aamiin.. terimakasih banyak, Kia."
"Iya Hulya, sekarang waktunya kita main! Aku sudah beli Ludo loh, sengaja buat kita main sama teman sekamar. Untung ya Minggu lalu kamar kita di rolling dengan 3 orang itu. Jika tidak, mereka akan terus menganggu kita."
Hulya tertawa kecil. Ikut terduduk bersila dilantai dan membuka permainan kertasnya.
Disela permaianan sesekali keduanya tertawa sesekali nampak kesal karena kalah. Tapi jauh dari itu semua. Hulya tersenyum menatap sahabatnya ini.
Masih banyak orang yang peduli. Masih banyak orang yang menyayanginya. Masih banyak orang yang disekitarnya yang menginginkan ia bahagia.
"Yee ... Aku menang!" ucap Kia bersorak.
Tak lama terdengar adzan ashar disela jendela ruangan. Keduanya menghentikan permainan itu. Sambil memakai mukena Kia menitipkan sesuatu.
"Nah seperti itu, kan cantik, yasudah udah adzan nih, kamu lagi tidak sholat ya, ya sudah aku kemesjid dulu ya, sesudah pulang dari mesjid kita lanjutkan hehe ...."
Hulya mengangguk.
Hulya menghela nafasnya. Berjalan mengelilingi ruangan lalu duduk di kasur bertingkat dua itu. Ia tiduran di atas kasur Kia. Terlentang diatas kasur itu. Seketika tatapannya tertuju pada satu nama yang tertempel di atas langit kasur Kia.
Hulya terkejut. Lalu terduduk memperhatikan lebih dekat tulisannya.
Ustadz Alshad, aku mengangumi.
"Hah! Kia menyukai mas Alshad?"
Hulya menggeleng, mana mungkin Kia menyukainya, ia tidak pernah bilang. Hulya mencoba duduk disamping kasur itu tapi tidak sengaja buku catatan Kia ikut terjatuh dan terbuka tepat foto alshad bersebaran dimana mana.
"Kia ... Kamu bahkan menyimpan foto foto Alshad di catatanmu?"
Bukan apa, kini Hulya merasa tidak enak, ia akan membuat hati sahabatnya sedih jika sampai ia tau bahwa Alshad adalah suaminya sekarang.
Hulya mengambil satu persatu foto itu. Tangan Hulya berhenti. Memperhatikan satu foto dengan wajah Alshad tersenyum menatap langit. Pasti Kia mendapatkan semua ini dari sosial medianya Alshad.
Hulya masih menatapnya.
"Mas Alshad, aku juga bahkan masih tak percaya, jika sahabatku sejak kecil, yang berpisah belasan tahun, bertemu kembali saat ayah tiada, lalu tidak ada seminggu, Mas menikahiku saat ibu juga tiada. Pertemuan yang singkat tapi kini sepenting ini mas Alshad dalam hidupku.
"Bahkan entah bagaimana, Allah mendatangkan Mas Alshad tepat waktu, saat aku kehilangan kebahagiaan dari kedua orangtuaku, mas Alshad datang membawaku kebahagikan yang mas usahakan selalu terus membuatku tersenyum.
Hulya ikut tersenyum menatapnya. "Betapa aku bersyukur dinikahi olehmu, walau kasih sayang Ayah ibu telah tiada, dan tak akan aku dapati lagi, tapi ini alasanku selalu berusaha melupakan kesedihan, karena ada mas Alshad yang masih ingin terus membuatku bahagia.
Tepat saat itu Kia terkejut.
"Hulya! Kenapa kamu membuka catatanku tanpa ijin!"
Hulya yang ikut terkejut sepontan. berdiri yang tak sengaja besi kasur bertingkat itu membuatnya terluka di belakang kepala.
"Akhh ..."
"Maaf, tadi aku tidak sengaja menyenggolnya, hingga berantakan seperti ini."
"Terus kenapa menatap Ustadzku ini sambil senyum, apa jangan-jangan... Kamu juga suka yah?"
Hulya menggeleng. "A-aku aku."
Kia tertawa. Kia duduk menarik tangan Hulya agar ikut duduk disampingnya. Mengambil foto foto itu lalu memperlihatkannya pada Hulya.
"Akan ku ceritakan, mengapa ada foto ustadz Alshad Disini, sebenernya hampir semua santri sangat mengagumi ustadz Faza sebelum ustadz Alshad hadir, tapi karena tahun lalu ustadz Faza menikah dengan ustadzah Maira,semua santri patah hati, sangat beruntung ustadzah Maira mendapatkannya.
"Terus?"
"Terus sebulan lalu, ketika cinta kami yang hilang, harapan yang tersimpan, hadirlah ustadz Alshad yang baru masuk, semua santri terpana melihat ketampanan dan kesolihan Ustadz Alshad, dan aku tidak heran jika kamu menganguminya juga."
"Santri mana yang tidak membayangkan akan dinikahi ustadz muda seperti Ustadz Alshad ini. Aaaaa ... Semoga pilihannya aku!" ucap Kia sambil memeluk semua foto itu.
Hulya menelan ludahnya.
Kia, apa kamu tau, aku bahkan sudah menjadi istrinya sehari yang lalu. Aku tidak tau, jika ustadz Alshad disukai banyak santriwati di pesantren ini.
Hulya menyodorkan satu foto, foto Alshad yang tengah tersenyum mengenakan kemeja Koko putih dengan sebuah kain Arab yang melingkar di lehernya. Senyuman yang membuat siapa saja terpesona. Termasuk kini Hulya.
"Tampan sekali suamiku." Ucap Hulya pelan.
"Enak saja!!!" ucap Kia. Hulya terkejut. "Suami suami, dia suamiku, ingat itu."
Hulya tersenyum kikuk, hampir saja iya keceplosan. Untungnya Kia menganggapnya hanya sebuah candaan.
"Nih ambil, simpan foto ini, aku mengikhlaskan jika berbagi foto dengan orang yang mengaguminya juga, hehe, jaga dia ya."
Hulya kini benar-benar tersenyum. Mengambilnya lalu memeluknya. Kia menatapnya ikut tersenyum. "Nah
Senyum terus, jangan pernah sedih ya."
![](https://img.wattpad.com/cover/305491448-288-k19075.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Cinta Surgaku
Espiritual(spiritual-romance) Kisah yang sedih dalam kehidupan seorang gadis yang ditinggal pergi kedua orang tua, dinikahi oleh seorang lelaki dari sahabat lama. Pertemuan dan di waktu yang tepat. Alshad memang mencintai seseorang, tetapi ia menyayangi Hulya...