12. untukmu Hulya

72 10 4
                                        

Alshad memasuki kamar yang sebelumnya Hulya beristirahat disana. Tapi tidak sampai 1 jam, Hulya sudah tidak ada di tempat. Kehawatiran Alshad mulai nampak.

Ia mencarinya ke seluruh rumah Faza. Bahkan menyuruh santri mencarinya diseluruh pesantren tapi tetap tidak ada yang melihat Hulya dipesantren.

Alshad yang baru kembali dari tanah lapang juga tidak mendapatkan Hulya. Perasaan cemas membuat Alshad tidak tenang. Ia kembali berlari mencari di jalan kota. Ia takut Hulya melakukan hal yang tidak ia inginkan.

"Hulya ... Kamu dimana, hum? Aku menghawatirkanmu ...." Lirihnya didalam mobil.

Dari siang hingga sore berganti malam. Dari terang jalan menjadi gelap Hulya belum juga ada kabar. Alshad memukul stir mobilnya dengan kasar. Luka tergores bahkan tidak ia sadari. Kepala itu tertunduk di stir menjadikan tangan sebagai penopang. Nafasnya sangat terdengar menderu. Betapa lelah seharian mencarinya.

"Hulya, kamu dimana ... "

Sangat lama Alshad terdiam. Menenangkan pikirannya yang kacau. Seharian tidak ada yang tau keberadaan Hulya membuatnya hawatir bukan main.

"Mas Alshad, aku merindukan ayah dan ibu. Kenapa mereka pergi terlalu cepat, mengapa mereka biarkan Hulya di dunia ini sendirian? Aku merindukan mereka ...."

"Aku mengerti, aku faham, Hulya. Besok kita akan mengunjungi orang tuamu, ya? Foto itu aku janji akan menemukannya. Tapi jangan menangis lagi. Aku tidak tahan melihatmu menangis, Hulya. Aku mohon."

Alshad mengangkat kepalanya. Menatap kembali jalanan didepan.

"Makam. Kenapa aku tidak berpikiran kesana."

Alshad langsung menjalankan mobilnya menuju pemakaman kedua orangtua Hulya. Dalam hatinya, sungguh hanya berharap Hulya baik-baik saja. Dan tepat didepan gerbang makan langkah Alshad terhenti.

Ia sedikit enggan, siapa yang akan berani masuk kedalam makam dimalam hari apalagi seorang perempuan?

Alshad segera melangkahkan masuk kedalam. Semua gelap. Hanya berjajar makam makam yang telah lama ditinggal. Tapi sungguh Hulya berada disana. Tertidur disamping makam sang ibu dan ayah. Dengan tangan memeluk sebuah nisan.

"Hulya!"

Alshad berlari mendapati tubuh itu sangat lemah. Pakaian yang basah, mata terpejam dengan wajah pucat.

"Hulya, bangun."

"Ibu ... Ayah ... Aku ingin ikut kalian." hanya itu yang Hulya ucapkan. Dan ia sudah kembali tak sadarkan diri.

Alshad menangis terharu memeluk tubuh itu sangat erat. Tidak mau kehilangan. Alshad mengangkat tubuh itu dalam pangkuannya. Rasa lega, cemas, kasian itu menyatu.

Dikamar Alshad kini Hulya terbaring. Alshad membawa pakaian basah yang telah ia gantikan olehnya. Alshad menatap kembali mata yang terpejam itu. Duduk di samping dengan tangan mengusap rambut Hulya yang terbuka.

Ini pertama kalinya Alshad melihatnya. Tatapannya begitu lirih. Tak ada senyum dibibirnya. tersisa kesedihan diwajahnya.

"Hulya, aku suamimu, tapi kenapa antara kita seolah asing, aku suamimu, kamu bahkan tidak pernah menceritakan kepedihan yang hatimu tahan. Yang kulihat hanya Hulya yang kuat, masih bisa tersenyum saat orangtuanya tiada. Tapi, ternyata tidak, seharusnya aku tau, kamu tetaplah wanita, yang akan merasa kesepian."

"Hulya, harus bagaimana lagi membuatmu yakin, jika aku akan selalu untukmu."

Alshad menghela nafasnya berat. Tatapannya masih tertuju pada hulya yang masih terpejam. Satu tangan terangkat mengusap pelan puncak kepalanya. Rambut hitam terurai panjang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cahaya Cinta SurgakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang