KETINGGIAN 25 RIBU KAKI
KAWASAN UDARA HAZRABIAH
HAZRABIAH
Lima menit lagi, pesawat Airbus A400 yang mengangkut Kolonel Pierez dan dua ratus prajuritnya akan terus melakukan manuver sekrup—menuruni ketinggian terbang cepat dengan gaya berputar ke bawah layaknya sekrup—untuk menghindari tembakan artileri pertahanan udara Laskar Sultan yang pro terhadap sultan terdahulu.
Kolonel Pierez memandangi seorang prajurit Fallschirmjaeger yang sedang sibuk mengotak-atik senapan serbu HK416-nya dengan wajah gelisah.
“Membenarkan posisi, kopral?” tanya Kolonel Pierez.
Si kopral itu mengangguk malu-malu, “Siap, Kolonel!” jawabnya, “Hanya agar memastikan kalau senapan saya tidak akan mengenai dagu ketika mendarat nanti.”
Kolonel Pierez teringat salahsatu anakbuahnya—seorang berpangkat sersan, karena lalai membenarkan posisi senapannya, ketika ia mendarat dengan keras, popor senapan HK 416 menghajar dagunya hingga nyaris belah.
“Perilaku yang bagus, kopral—pertahankan!” puji Kolonel Pierez.
Lampu merah menyala—tandanya mereka sudah harus berdiri dan bersiap untuk terjun, lima orang loadmaster—empat orang loadmaster dan dipimpin oleh satu orang loadmaster kepala—langsung bergegas menuju posisi masing-masing—di pintu kabin belakang kiri dan kanan.
“Pasang pengait masing-masing ke atas palang!” komando seorang loadmaster kepala dengan isyarat tangan mengait.
Semua prajurit Fallschirmjaeger langsung memasang pengait parasut statis—yang akan terbuka otomatis ketika kait terasa berat—di palang yang berada persis di atas kepala mereka masing-masing.
“Periksa kembali perlengkapan!” komando sang loadmaster kepala.
Kolonel Pierez bisa melihat kelap-kelip lampu navigasi empat pesawat A400 yang mengangkut anakbuah lainnya di luar sana dengan manuver yang sama, ketika ia mengalihkan pandangannya ke bawah, ia juga bisa melihat kelap-kelip lampu kompleks kilang penyulingan minyak Bani Jabir—kilang yang ditugaskan kepada Fallschirmjaeger untuk segera diduduki.
Lampu hijau menyala!
“Siap, Kolonel?!” tanya seorang loadmaster kepada Kolonel Pierez yang bersedia menjadi orang pertama yang akan terjun.
“Fallschirmjaeger selalu siap!!” jawab Kolonel Pierez lantang sembari berjalan cepat dan meloncat dari bibir pintu kabin kanan.
Sejenak ia tersentak, hanya butuh dua detik, ia merasakan daya tarik ke belakang seiring dengan parasutnya yang mulai mengembang sempurna, ia bisa melihat rangkaian cahaya hijau berintensitas rendah menghiasi langit gelap—itu adalah para prajurit Fallschirmjaeger yang sedang mengambang di udara.
Beberapa lama kemudian, terlihat kilatan-kilatan kecil dari kilang disertai dengan suara letusan dan rentetan senapan—kelihatannya para Laskar Sultan yang pro-sultan terdahulu baru menyadari kalau mereka sedang kedatangan tamu bersenjata lengkap dalam jumlah banyak.
Makin lama tembakan dari Laskar Sultan makin banyak dan makin gencar, mencoba untuk bisa menghabisi para prajurit para yang terombang-ambing tak berdaya di udara sebelum berhasil menjejakkan kaki mereka di darat.
Kolonel Pierez mencoba menggerakkan parasutnya ke samping kanan, berusaha menghindari tembakan musuh yang mengarahnya, di tengah-tengah riuhnya suara baku tembak, ia bisa mendengar suara jeritan prajuritnya yang akan jatuh menghujam bumi karena parasutnya koyak terkena tembakan musuh.
Ayo! Cepat sampai!—desaknya dalam hati.
=== THE STRADS : EPISODE TERAKHIR, DIMULAI ===
Akhirnya kedua kakinya berhasil menginjak bumi, ia langsung bergegas melepas parasutnya dan meraih senapan HK 416 yang membentang di dadanya, sembari tetap merendahkan posisi badannya ia menembaki enam Laskar Sultan yang sedang mencegat beberapa Fallschirmjaeger.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STRADS (BAHASA INDONESIA VERSION)
ActionSatu Desember 149—Perjanjian Loire ditandatangani, Perang Estharian Pertama usai, Kaisar Galbadia waktu itu, Kaisar Damian Hans Deling, dihukum mati, Galbadia berubah menjadi republik sesuai butir kesepakatan Perjanjian Loire, Galbadia mengalami sep...