Bab 4

167 26 0
                                    

*

"Xiao Zhan...." bisikan itu terdengar pelan, mengetuk pintu kesadaran pemuda bersurai hitam yang sejenak sempat tertutup—membawanya kembali dari kenangan masa lalu.

"Xiao Zhan..." kali ini satu tangan besar menyentuh pelan bahu sang calon  nanji, sempurna menarik kembali kesadarannya.

Xiao Zhan beberapa kali mengedipkan matanya sebelum menoleh kearah seseorang yang menyentuh bahunya. Tertegun sejenak menatap sepasang manik mata yang hitam kelam—manik mata milik Wang Yibo.

Ya, malam itu entah untuk yang keberapa kalinya ia duduk di samping pria muda itu—tentu saja masih dalam posisinya sebagai seorang calon nanji yang melayani pelanggannya. Saat malam pertemuan pertama mereka, ia pikir itu adalah kali terakhir bisa melihat wajah Yibo-gege-nya yang lama menghilang, namun nyatanya garis takdir berkata lain—malam-malam pertemuan antara dia dan pria muda itu terjadi berkali-kali karena orang itu datang bersama sang jendral dan tentunya beberapa pria lain yang bergabung dalam pesta mereka.

"Xiao Zhan, kau baik-baik saja?" suara lembut itu kembali mengetuk gendang telinganya, membuatnya dengan segera menunduk—menghindari kontak mata secara langsung dengan pria muda itu.

"Maafkan saya...." gumamnya pelan.

Wang Yibo hanya tersenyum simpul melihat tingkah Xiao Zhan yang selalu cangung saat menemaninya. "Bulan purnama-nya sangat indah 'kan?" bisiknya pelan sambil mendongak menatap angkasa yang cerah dimana purnama bertahta anggun di sana—membuat Zhan turut mengangkat wajahnya melihat ke arah yang sama.

Malam itu pesta diadakan di ruang terbuka dimana mereka bisa menikmati bulan purnama musim gugur yang bersinar terang—tentu saja pesta itu masih tetap diadakan di dalam Qingluo, lengkap dengan jamuan mewah, musik dan tarian, serta riuh rendah pria-pria yang menikmati sajian sambil menggoda para nanji senior lain yang disiapkan untuk mendampingi mereka.

Berbeda dengan yang lain-nya yang bebas digoda dan disentuh, Xiao Zhan dan Xiao Yi Er yang masih calon nanji hanya melayani dalam diam—sesekali bicara jika Wang Yibo dan Wen Zhou, sang jendral mengajak mereka bicara.

"Kupikir itu sangat mirip dengan-mu..." Wang Yibo berhenti sejenak, menoleh menatap Xiao Zhan yang saat itu kembali tertegun "Bulan purnama itu...." pupil mata Zhan membulat, tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan pria di sampingnya itu.

Saat itu seketika dunia di sekeliling Xiao Zhan seolah berhenti bergerak—matanya hanya terpaku menatap wajah tegas yang juga terlihat begitu lembut saat itu—suara musik dan suara bising dari tawa rendah para peserta jamuan seolah hilang, menyisakan suara debar jantungnya sendiri menggema dalam ruang-ruang indra pendengarannya.

Wang Yibo yang ada dihadapannya saat ini benar-benar Yibo-gege--nya yang dulu pernah hilang...

Dan saat ini ia harus melakukan sesuatu, sebelum ia kembali kehilangannya...

.

.

.

"Zhan-zhan....kau belum tidur?"suara lirih itu milik Yi Er yang terbangun dari tidurnya karena angin dingin yang tiba-tiba berhembus.

Pemuda itu berusaha menyempurnakan fokus matanya, menangkap satu sosok yang jelas dikenalnya tengah duduk bersandar di tepi jendela kamar mereka. Lagi-lagi wajah sendu itu yang dilihatnya. Dengan gerakan malas, Yi Er bangkit dari posisi rebah, tapi tetap merapatkan selimutnya—tak ingin angin dingin musim gugur merebut kehangatan yang memeluk tubuhnya.

Pertanyaan dari sahabatnya itu tak direspon oleh Xiao Zhan yang masih saja diam, tak mengalihkan pandangannya dari menatap purnama yang menggantung sendirian dilangit suram malam itu.

Purnama itu bersinar dengan warna kuning pucat, purnama yang sama dengan ia lihat bersama dengan Wang Yibo beberapa jam lalu—purnama yang membuat kepalanya penuh dengan ucapan yang keluar dari bibir pria itu. Bulan purnama yang tampak mirip dengan-nya, mirip dalam hal apa pun ia tak mengerti...

"Zhan-zhan...."

"Yi Er...." Xiao Zhan balas memanggilnya, tapi kedua matanya masih belum beralih dari menatap hal yang sama " Dia benar-benar Yibo-gege....tak ada yang berubah," bisiknya pelan, namun cukup jelas untuk sampai di indera pendengaran sahabatnya "Apa yang harus kulakukan..."

"Katakan padanya, bahwa kau Zhan yang pernah bersama-nya dulu."

"Dia mungkin tak percaya..." pemuda tampan bersurai legam itu ragu.

"Tidak jika dia melihat tanda yang kau miliki ditubuhmu."

Xiao Zhan seketika menyentuh perpotongan bahu kanan-nya, wajahnya kini berpaling dan melihat langsung wajah sahabatnya "Lalu setelah itu apa? Tak akan ada yang berubah...dia tetap dengan statusnya yang sekarang sementara aku akan tetap jadi seorang nanji."

"Berikan Zaihua-mu padanya," wajah Xiao Yi Er berubah serius "Minta dia untuk berpartisipasi dalam lelang malam Zaihua-mu."

Mendengar kata Zaihua sebenarnya membuatXiao Zhan merinding—upacara itu yang akan menasbihkannya menjadi nanji seutuhnya. Zaihua, ritual memetik bunga. Dia tahu apa yang akan terjadi di upacara itu, karenanya ia tak ingin melakukan itu. Di malam zaihua, seorang calon nanji akan melepaskan kesucian-nya, membiarkan diri mereka disentuh oleh orang yang memenangkan mereka dengan harga tertinggi dalam lelang zaihua.

Ia tak ingin malam itu dirinya menjadi milik orang asing yang tak dikenalnya...ia ingin jika bisa malam itu menjadi milik Wang Yibo seorang. Tapi, ia sendiri tak yakin...

Lagi-lagi kesuyian menyesaki ruangan kamar mereka yang sempit dan temaram karena hanya diterangi cahaya bulan. Xiao Yi Er masih dalam posisinya duduk diam menanti sahabatnya bicara, sementara Zhan pun diam—tenggelam dalam pikirannya sendiri

Mereka berdua akan berusia sembilan belas tahun dalam hitungan minggu—dan tentu saja itu bukan hitungan asli, karena tak ada yang ingat kapan mereka dilahirkan. Umur mereka dihitung tepat setelah menginjakan kaki di Qingluo—dan sudah hampir sembilan tahun mereka habiskan di tempat itu.

wanita pemilik Qingluo yang memungut mereka belum lama mengatakan, waktu-nya mereka 'mekar' sudah dekat, dan dari begitu banyak pelajaran yang mereka pelajari sebagai seorang calon nanji—mereka hanya butuh satu percikan air yang akan membuat mereka mekar sempurna, dan percikan air yang dimaksud ada dalam upacara Zaihua, upacara memetik bunga.

Xiao Zhan seketika bergidik ngeri, dan tiba-tiba memeluk erat dirinya sendiri saat membayangkan apa yang akan terjadi padanya.

"Zhan....itu satu-satu-nya yang bisa kau lakukan."

"Dia hanya menganggapku seperti adik, mana mungkin memintanya untuk itu—" ucapan pemuda bersurai hitam itu terputus, disela oleh Yi Er.

"Jika dia memang menganggap-mu sebagai adiknya, dia akan melakukan—setidaknya untuk melindungimu."

.

.

.

Pembicaraan itu berakhir dalam diam—Yi Er kembali melanjutkan tidurnya, sementara Xiao Zhan tetap terjaga memandangi rembulan dengan kepala yang dipenuhi berbagai hal—tentang kenangan masa kecilnya, hari-harinya bersama Wang Yibo yang baru ditemukan-nya, dan semua ucapan sahabatnya tadi.

Dalam keheningan, pemuda itu akhirnya terlelap setelah lelah oleh semua hal yang memenuhi kepalanya. Ia membiarkan diri-nya diselimuti angin dingin dengan tetap duduk bersandar di tepi jendela—sengaja tak berpindah agar saat pagi menjelang, burung-burung kecil yang biasa datang, membangunkannya dari lelap .

*

  Xiǎo Tùzǐ  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang