Bab 3

197 32 0
                                    



"Zhan-zhan?"

Suara semak-semak yang bergesekan dan serangga musim panas menjadi satu-satunya suara yang terdengar dari sela pokok-pokok pohon yang tinggi menjulang.

"Zhan-Zhan!?"

Sekali lagi suara panggilan itu terdengar—sedikit samar dihembus angin musim panas yang pengap. Suara milik pemuda bermarga Wang itu memecah kesunyian hutan—mencari satu sosok yang sepertinya sengaja bersembunyi darinya, mengajaknya bermain petak umpet—atau mungkin ingin membuktikan kebenaran janji yang pernah pemuda remaja tanggung itu ucapkan pada bocah yang dipanggilnya Zhan-zhan yang saat itu tengah bersembunyi di balik pokok pohon entah yang mana.

"Zhan-Zhan, ayolah setidaknya beri tanda agar aku bisa menemukanmu."

Wang Yibo, pemuda usia 15 tahun itu mungkin sudah terlalu dewasa untuk bermain petak umpet, terlebih bersama dengan seorang anak berusia 10 tahun—dan begitu pula yang dipikirkan oleh kebanyakan penduduk desa. Tapi bagi seorang Wang Yibo, tidak ada kata terlalu dewasa untuk menghabiskan waktunya bersama bocah lelaki itu.

Dia tak pernah bosan bersama dengan bocah itu—karena ia sudah bersumpah pada dirinya sendiri untuk terus menjaganya apapun yang terjadi.

"Xiao tuzi, Yibo-gege pasti tak akan bisa menemukan kita disini..."

Suara gumam pelan dari balik pohon cedar membuat Yibo terkikik pelan, kini ia tahu dimana sahabat kecilnya bersembunyi—tepat di balik pohon yang berdiri kokoh tiga meter di depan tempatnya berdiri.

Perlahan-lahan dengan langkah mengendap sambil berharap kakinya tidak salah menapak ranting kering, Wang Yibo mendekati pohon cedar tempat sembunyi sahabat kecilnya. Beruntungnya ia punya tubuh yang tinggi, hingga tak sulit baginya untuk menyelidik apa yang dilakukan anak itu di balik pohon—ya, bocah laki-laki sepuluh tahun itu tengah duduk sambil mendekap seekor kelinci hutan yang berhasil ditemukannya, berbisik-bisik seolah kelinci coklat itu mengerti apa yang diucapkannya.

"Zhan-zhan, kau pikir kelinci itu paham apa yang kau bicarakan?" sebenarnya pemuda Wang itu bisa saja diam dan mengamati lebih lama—tapi waktu yang semakin sore membuatnya terpaksa mengejutkan bocah itu.

"Yibo-ge?!"

Satu senyum khas terbit diwajah pemuda tanggung itu "Akhirnya kutemukan kau. Sekarang ayo pulang."

Bocah laki-laki yang duduk di akar-akar pohon yang menyembul dari permukaan tanah itu bangkit sambil menggendong hati-hati kelinci dipelukannya. Helaan napas tak puas terhela pelan dari bibir mungilnya.

"Kenapa?"

Bocah sepuluh tahun itu hanya menggeleng—lalu mengangkat wajahnya menatap wajah Wang Yibo yang nampak sedikit khawatir "Bisa kita pelihara dia?" ia menunjuk pada mahluk berbulu dan bertelinga panjang dalam pelukannya.

"Kalau kau mengambilnya, ibu dari kelinci itu akan kebingungan mencarinya."

"Dia sendirian sekarang...." Zhan terdiam sebentar, satu tangannya mengelus pelan puncak kepala kelinci mungil berbulu cokelat itu "Seekor rubah sudah menangkap ibunya."

Kali ini giliran satu hela napas panjang yang lepas dari bibir remaja tanggung bersurai legam itu. Bukan hela napas jengah—tapi hela napas yang disisipi rasa iba, wajah sedih sahabat kecilnya itu membuat seketika dadanya terasa sesak.

Wang Yibo mengulurkan satu tangannya menyentuh puncak kepala Zhan, membelainya lembut penuh kasih sayang—seperti yang sering dilakukannya ketika kesedihan dan kesendirian mulai menyergap bocah malang itu.

"Baiklah, kita bawa xiao tuzi pulang, kurasa ayah-ku tak keberatan membagi sedikit tanahnya untuk tempat tinggal kelinci-mu itu."

Seketika wajah bocah sepuluh tahun itu kembali berbinar "Sungguh?"

  Xiǎo Tùzǐ  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang