Bab 10

361 36 10
                                    

*

Dalam kesunyian Xiao Zhan kembali tenggelam dalam pikirannya.

.

.

.

Tak ada satu pun suara yang terdengar, sampai kemudian derap langkah terburu menyusuri koridor tepat berhenti di depan pintu geser ruang milik Xiao Zhan—dengan kasar pintu berlapis kertas itu terbuka, menampakan sosok Yi Er yang terengah-engah dengan wajah panik.

"Zhan...."ucapannya terputus karena ia harus menarik napas "Wang-laojun..."

Mendengar nama itu disebut, refleks cepat Xiao Zhan bereaksi—tubuhnya menegak dan bersiap berdiri, jantungnya berdegup begitu kencang menanti apa yang hendak disampaikan sahabatnya.

"Wang-laojun....tengah bertarung pedang dengan jendral Wen..."

Xiao Zhan tak butuh penjelasan lebih jelas dari Yi Eri yang masih saja terengah-engah, dengan cepat pemuda berkulit pucat itu bangkit dan berlari meninggalkan ruangannya dengan tubuh yang sedikit terhuyung lantaran fisiknya yang masih lemah. Dengan langkah yang sedikit terseok-seok Xiao Zhan menyusuri koridor menuju ke gerbang paviliun-nya yang dijaga ketat dua orang penjaga.



Sementara itu, di halaman tengah kediaman utama keluarga Wen terlihat dua sosok pria saling berhadapan siap dengan kuda-kuda paling mantap serta kedua tangan yang menggenggam erat pedang kebanggaan masing-masing.

Ya, seperti yang tadi disampaikan oleh Yi Er.

Wang Yibo berhasil kembali dengan selamat dari pertempuran diwilayah barat dan menenemui kakak angkatnya sambil membawa sebuah peti kayu berisi semua harta yang dimilikinya, harta dari semua upah yang diterimanya sebagai prajurit kekaisaran serta harta rampasan perang yang memang menjadi haknya. Semua miliknya yang bisa ia berikan pada sang jendral untuk menebus kembali cintanya. Xiao Zhan.

Tepat setengah jam yang lalu Wang Yibo datang dengan ditemani dua orang bawahan-nya di kesatuan, memasuki paviliun utama kediaman keluarga Wen, tempat dimana kakak angkatnya saat itu tengah berkumpul dengan beberapa orang kepercayaannya—terlibat dalam sebuah pembicaraan penting dimana seharusnya tak boleh ada yang mengusik.

Dengan langkah kaki mantap dan ekpresi wajah yang kaku pria bersurai hitam itu berdiri di halaman paviliun tanpa suara bahkan untuk sekedar memberi salam, sementara dua orang bawahannya berjalan mendekat ke koridor untuk meletakan peti kayu yang mereka bawa, lalu berjalan mundur kembali untuk berdiri dibelakang Wang Yibo.

Wang Yibo bisa melihat jelas perubahan ekspresi kakak angkatnya yang merasa terusik dan tak senang dengan kedatangannya meski dari jarak yang cukup jauh. Sang jendral menegakkan punggungnya, balas menatap tajam penuh kebencian pada pria muda yang berdiri menantangnya.

"Yibo, apa yang membawamu datang menemui-ku kali ini?" Wang Yibo mendengar jelas basa-basi dari setiap kata yang keluar dari bibir sang jendral.

"Aku datang untuk menjemput Xiao Zhan."

Tepat setelah pria muda bersurai hitam legam itu menyelesaikan ucapannya, satu senyum sinis terlengkung diwajah pria bermarga Wen itu—mengejek keberanian Wang Yibo yang tentu saja lebih tampak seperti sebuah kekonyolan di matanya.

"Oh, begitu rupanya...." Wen Zhou berdiri dari posisi duduknya, menyuruh kaki tangannya yang saat itu berkumpul di ruangan yang sama dengannya sedikit menyingkir dan memberi jalan untuknya "Jadi apa yang kau bawa untuk menebusnya?"

Tanpa menunggu jawaban dari sang penantang, Wen Zhou langsung membuka peti kayu yang tadi di bawa oleh dua bawahan adik angkatnya—seper-sekian detik tepat setelah ia membuka kotak kayu itu, tawa langsung lepas dari bibirnya. Ia menertawakan kekonyolan yang diantarkan sendiri oleh Wang Yibo.

  Xiǎo Tùzǐ  [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang