Makhluk hitam berbulu

203 6 1
                                    

Makhluk hitam berbulu

Tubuhnya kembali merosot beberapa meter, tapi untungnya ada sebuah akar yang berukuran lebih besar sehingga ia bisa kembali berpegangan pada akar tersebut.

Sementara di atas, Agung sedang mengeluarkan tali karmantel dari dalam karier nya dan langsung ia ikat pada sebuah pohon.

Dengan berani dia langsung menuruni jurang tersebut menggunakan tali yang ia ikatkan pada badan nya.

"Tahan Jak."
Ujar Agung yang melihat raut wajah Jaka mulai memerah karna menahan tubuhnya yang hanya bertumpu pada akar pohon.

Firman dan Rendi masih menunggu di atas dengan harap cemas.

Dengan susah payah Agung membawa Jaka menaiki tebing tersebut, Rendi yang melihat Agung dan Jaka semakin dekat segera meraih tangan Jaka dan menariknya hingga ke atas.

Di dudukannya Jaka di pinggir jalur, Jaka masih syok dan belum banyak bicara, untungnya Jaka memakai celana panjang dan jaket yang lumayan tebal jadi tubuhnya tidak banyak tergores akar pohon.

Hanya saja pergelangan kaki nya terkilir dan pelipis nya mengeluarkan sedikit darah karena tergoreng ranting pohon.

Dengan sigap Firman membantu melepaskan sebelah sepatu Jaka di bagian kakinya yang terkilir, kemudian ia mengoleskan balsem dan sedikit memijat kakinya, harap harap rasa sakitnya bisa berkurang.

Rendi membersihkan luka di bagian pelipis Jaka dan memberinya obat merah lalu membungkusnya dengan plester.

Beruntung mereka selalu membawa obat obatan lumayan lengkap, takut hal hal semacam ini terjadi.

"Kenapa lu bisa jatuh Jak? padahal jalur ga licin tu."
Tanya Firman di sela sela kegiatannya memijat kaki Jaka.

"Gua juga gatau man."
Hanya itu yang bisa ia jawab.

Sekilas ada yang berbeda dari raut wajah Jaka, seperti ada yang sedang di pikirkan.

"Tapi lu masih sanggup kan Jak? kalo engga, sampe pos 4 karier lu biar gua yang bawa takutnya kaki lu jadi bengkak."
Ujar Agung.

"Masih ko, tenang aja kali ini keseleo doang gua dikit elah, paling abis di pijit abang manis ini juga enakan, karier juga gapapa biar gua yang bawa gua masih kuat ko."
Ujar Jaka meyakinkan sambil membercandai temannya yang terus memijat kakinya.

"Ettt dah lu di tolongin."
Ujar Firman kesal sambil menyudahi pijatannya.

Dan ke empat pemuda ini kembali tertawa, seperti tak terjadi apa apa.

"Yaudah, tapi kalo nanti di jalan lu ga kuat bilang aja."
Jawab Agung sambil menyudahi tertawanya.

Mereka beristirahat sejenak di pinggir jalur sampai Jaka merasa baikan.

Setelah Jaka merasa lebih baik ia mengajak teman temannya untuk melanjutkan perjalanan, kakinya juga sudah tidak terlalu sakit, tapi masih terasa ngilu saat di gerakan.

Kini perjalanan sedikit berjalanan lambat karena mengimbangi kaki Jaka.

Rencana awal mereka ingin sampai di ranu kumbolo jam 4 sore untuk beristirahat dan menikmati sunset, tapi melihat keadaan Jaka yang berjalan dengan kaki terkilir, sepertinya akan mengulur waktu.

Agung melihat jam di pergelangan tangan nya dan waktu menunjukan pukul 15:20. Jika perjalanan normal seharusnya mereka sudah sampai di pos 4.

Setelah kejadian terperosok ke jurang Jaka terlihat lebih pendiam dari sebelumnya, tidak seperti biasanya.

Saat berjalanpun dia hanya menunduk dan sesekali menimpali celotehan Firman dan Rendi.

Mereka bertiga yang merasakan perubahan itu hanya berpikir bahwa Jaka hanya masih syok dengan kejadian tadi.

Mereka terus menyusuri jalan yang kini berubah menjadi turun naik, sesekali Jaka meminta untuk beristirahat. Hampir satu jam mereka berjalan tapi belum juga sampai di pos 4, sampai akhirnya mereka menemukan sebuah percabangan jalur.

Agung yang berjalan paling depan lalu berhenti di depan percabangan tersebut.

"Kenapa ada percabangan padahal di peta kita hanya perlu lurus untuk sampai di pos 4, sedangkan disini jalurnya berbelok kiri kanan."
Tanya Agung kebingungan.

"Iya ya mana ga ada petunjuknya sama sekali." Timpak Rendi.

"Coba gua cek dulu ke kiri, nanti kalo jalurnya semakin lebar berarti kesini."
Ujar Firman, ia berlalu ke arah kiri jalur untuk memastikan.

Sedangkan Jaka lebih memilih duduk di pinggir jalur untuk mengistirahatkan kakinya.

Firman terus menyusuri jalur yang semakin lama semakin sempit, tangannya mengibas ngibas tumbuhan liar yang menghalangi jalannya.

"Kayanya bukan ini jalurnya, masa makin jauh makin sempit makin gelap pula."
Gumamnya dalam hati.

Hingga ia berhenti saat matanya tertuju pada mahkluk hitam berbulu, ukurannya sangat besar dengan tinggi kurang lebih 4 meter.

Makhluk tersebut berdiri tepat di tengah jalur, matanya merah serta kukunya hitam dan panjang. Jarak mereka hanya berkisar sepuluh meter.

"Astagfirullah..."
Ujar Firman yang kaget bukan kepalang, tubuhnya mematung untuk sekedar melangkahpun ia tak sanggup, ia terus membaca doa yang ia bisa di dalam hati.

Makhluk tersebut mulai berjalan mendekat ke arah Firman.

Entah kekuatan dari mana akhirnya kakinya bisa di gerakan, dan secepat mungkin ia segera berlari tunggang langgang.

Dalam pikirannya hanya ingin segera sampai ke percabangan jalur tempat dimana teman temannya menunggu, sesekali ia menoleh kebelakang untuk memastikan makhluk tersebut telah hilang, namun sayangnya makhluk itu masih mengejarnya.

Karena tubuhnya yang tinggi tak perlu waktu lama baginya untuk mengejar Firman.

Firman kewalahan dengan kejaran makhluk hitam berbulu tersebut, entah kenapa rasanya sudah jauh ia berlari tapi tidak sampai sampai di percabangan jalur.

Padahal seingatnya saat ia berniat mengecek jalur ia hanya berjalan kurang lebih tiga ratus meter.

Gedebughhh.....

Firman tak sengaja menginjak batu dan tersungkur ke tanah, sontak ia menoleh ke belakang.

Kini jarak mereka hanya tinggal beberapa meter saja, disitu Firman hanya bisa pasrah, keringat sebesar biji biji jagung kini memenuhi wajahnya.

Dia memejamkan matanya dan membaca doa sebisanya, saat saat seperti itu mendadah semua hapalan doa nya menghilang entah kemana, yang ia ingat hanya doa makan dan tidur.

Aarrrghhhhhh......

Makhluk tersebut berteriak sembari menjauh dari hadapannya.

"Hah apa dia takut gua makan kali?."
Gumam Firman, mengingat hanya doa makan yang ia baca sedari tadi.

Tak ingin berlama lama di sana ia segera bangun dan berlari menuju percabangan jalur, untungnya saat ini ia merasa jarak yang di tempuh tidak jauh.

Dari kejauhan sudah terlihat ketiga temannya, ada sedikit rasa tenang di hatinya.

"Man lu kenapa? lu liat apa? kenapa muka lu pucet gitu?."
Tanya Agung menghampiri Firman.

"Gua liat sesuatu."
Jawabnya dengan raut wajah ketakukan.

"Gua gabisa bilang sekarang."
Tambahnya lagi.

Mereka bertiga mengerti apa maksud Firman.

Ketika berada di gunung pantang bagi kita membicarakan hal hal yang di anggap mistis sampai kita kembali ke bawah.

Soalnya, gunung adalah sarang makhluk halus, saat kita menceritakan 'mereka' di gunung, otomati mereka akan mendengarkan.

Mereka bakal tau siapa yang penakut, jahil, pemberani, dan sok pemberani saat ceritamu berlangsung.

Memang sih para makhluk halus itu ngga langsung tiba tiba muncul dihadapan kita dan teriak 'SHHHUPPP YO EI BALIK LAGI DI DEWAN N ONLII'

Tapi mereka bakal gangguin kita saat kita lagi drop dan lengah.

Pendakian Malam Satu SuroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang