Ternyata untuk bertemu dengan dewan direksi tidak mudah, sudah seminggu ini aku gagal untuk menemuinya. Mereka tampaknya memilki jadwal yang padat. Bahkan Sekretarisnya mengatakan, jadwal untuk satu bulan kedepan sudah penuh.
Tidak ada pilihan lain, selain minta bantuan Revan, makhluk yang sebenarnya masih ingin kuhindari. Setelah mengirimi pesan, makhluk flat itu memintaku untuk bertandang ke apartemennya. Lelaki itu, susah jika diajak bertemu di tempat umum.
Beberapa kali aku memencet bel apartemen, namun sama sekali tidak ada sahutan, atau tanda-tanda pintu dibuka. Tidak berapa lama, Ponselku berdering, nama Revanlah yang tertera di layar. Aku langsung mengangkatnya.
"Langsung masuk aja, Fay!" Suara Revan terdengar parau. Apa dia sakit?
"Passwordnya?"
"Tanggal jadian kita," ucapnya lirih.
Hah. Kapan? Apa tanggal balikkan kita berapa bulan lalu. Dengan cepat aku memasukkannya tapi gagal.
"Nggak bisa, Van!"
"Kamu sudah lupa tanggal jadian kita?" Ujarnya serak.
Jangan bilang tanggal jadian saat masih SMA, jelas aku lupa. Tidak tahukah aku sudah mengubur tanggal itu dalam-dalam. Salah satu, langkahku untuk bisa move on adalah melupakan semua yang berkaitan dengannya. Sudah melakukan itu saja, aku masih gagal move on.
"Sudah lama, kamu tahukan? Ingatanku ini tidak baik."
"030109," ungkapnya pelan, setelah itu dia menutup telepon.
Setelah berhasil masuk, kesunyian yang kutangkap. Dimana Revan?
"Van?" Panggilku pelan, namun tidak ada sahutan.
Aku menyusuri ruangan, hening. Akhirnya kuberanikan diri mengetuk pintu kamar Revan. Sepertinya ia memang ada di dalam kamar.
"Van," Panggilku pelan sambil mengetuk pintu.
"Masuk!" Perintahnya terdengar lemah. Sebenarnya aku ragu untuk membuka pintu, bagaimanapun juga kita, dua orang dewasa, bahaya jika berada dalam ruangan privasi. Memang ini bukan pertama kalinya, tapi entahlah aku takut beberapa kejadian terulang, ciuman pertama kami, misal.
Sebut saja kolot, tapi memang aku tidak pernah melakukan hal semacam itu, kecuali dengan Revan. Dia selalu berhasil menjungkir balikkan duniaku. Semua pada diri Revan bagai magnet, yang susah kuhindari.
Setelah pintu terbuka lebar, kulihat Revan sedang bergelung di dalam selimut. Apa dia sedang sakit? Dari suaranya memang terdengar bahwa laki-laki itu sedang tidak baik-baik saja. Meski keraguan sempat melandaku, aku tetap melangkah menghampirinya. Rasa khawatir tiba-tiba saja menyelinab, mengalahkan berbagai rasa asing yang hadir.
"Van, kamu sakit?" Tanyaku saat melihat wajahnya yang tampak pucat.
"Hmm," jawabnya seperti gumaman.
"Sakit apa, Van? Gimana sih! Kamu kan dokter! Kok bisa sakit!" Kesalku entah karena panik atau apa?
Revan membuka matanya, dan kini berusaha mengubah posisinya untuk duduk.
"Udah kamu tiduran aja!" Aku membantunya untuk membaringkan tubuh, namun ia menolak, hingga tak sengaja tanganku menyentuh lengannya, terasa panas.
"Badanmu panas, Van?" Langsung kutempelkan tangan kananku ke dahinya, dan tangan kiriku kedahiku sendiri untuk kujadikan ukuran.
Dia tersenyum,"Bukan begitu cara mengukur suhu tubuh!"
Seketika aku langsung menarik tanganku, mana kutahu, aku kan memakai cara yang sering dipakai mama saat aku sakit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bring My Heart (TAMAT)
Romance( CERITA LENGKAP) SEGERA BACA SEBELUM DIHAPUS. JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YA GUYS, AND FOLLOW AKUN PENULIS. Jangan lupa follow Ig Penulis @Titin Yunilestari "Aku tidak tahu seperti apa bentuk pertemuanku dengannya Setelah hubungan kita berakhir...