Harlie is back. Do you love me now? DO YOU?!!
Aku terdiam dengan mata membelalak dan paru-paru yang rasanya kosong ditinggali udara. Aku tidak mempercayai mataku sendiri, kurasa aku berhalusinasi.
"H-harry.." gumamku dengan suara sangat pelan. Harry sendiripun tidak bergerak. Tatapan mata kami tertuju pada satu sama lain tetapi rasanya kakiku seperti disemen kelantai sehingga aku tidak bisa bangkit.
Sampai akhirnya Harry yang berjalan menghampiriku. Saat itu pula aku langsung berdiri dan menarik tubuhnya kearahku, mendekapnya erat sambil menghirup aroma tubuhnya yang masih sama.
"Karlie.." ucapnya pelan seraya memelukku sama eratnya. Air mataku tak terbendung, rasa rinduku yang kutampung selama delapan bulan ini akhirnya tumpah membasahi bahu Harry.
"Aku sangat merindukanmu," gumamku dan memeluknya lebih erat jika masih bisa.
"Kau tidak tahu seberapa rindunya aku padamu," balasnya.
Ia lalu mengusap air mataku sambil menatapku dengan sedih.
"Aku ingin menangis, tapi tidak bisa." kata Harry. "Aku.. aku mati rasa."
Apa maksudnya?
"Apa maksudmu?" tanyaku heran, kedua tanganku masih memegangi sisi sweater putihnya.
"Aku tidak bisa merasakanmu, aku bisa menyentuhmu tapi aku tidak bisa merasakan apa-apa. Aku mati rasa." jelasnya dengan alis berkerut. Lantas aku langsung menciumnya, barangkali dengan begini ia bisa merasakanku.
Rasanya puas sekali bisa mencium bibir laki-laki yang kucintai setelah sekian lama, rasanya familiar dan nyaman. Setelah sekian lama ini justru perasaanku padanya bertumbuh makin kuat, dan itu tidak baik tapi apa boleh buat. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku.
"Apa kau merasakannya?" tanyaku penuh harap seusai mengakhiri ciuman kami. Harry menggeleng lalu menciumku lagi, namun aku menghindar.
"Kau kan mati rasa," kataku mengingatkan.
"Tapi kau kan tidak," katanya lalu menciumku lagi. Ya Tuhan, ia rela menciumku agar aku merasa puas bahkan saat dirinya sendiri tidak bisa merasakan apa-apa.
"Kita akan mengobrol panjang lebar," ujarnya sambil tersenyum, "aku ingin setiap detil yang terjadi dikehidupanmu selama kita tidak bertemu."
Aku mengangguk antusias dengan pipi yang lengket dengan air mata.
Kami duduk bersebelahan disofa namun Harry tiba-tiba menarik pinggulku dan memposisikanku diatas pangkuannya.
"Jadi, pertanyaan pertama," katanya, "apa kau masih sering minum teh?"
Aku tertawa mendengar pernyataannya lalu mengangguk mengakibatkannya memutar bola mata.
"Maafkan aku, tapi teh benar-benar bagian dari hidupku." kataku. Harry hanya tersenyum mengalah.
"Cerita padaku, ceritakan apa saja terserah kau. Aku akan mendengarkanmu mengoceh selama mungkin dengan senang hati,"
"Delapan bulan tidak bertemu kau tetap saja menyebalkan," gurauku.
"Sudah delapan bulan? Aku lupa waktu, disurga tidak ada tanggalan." guraunya dan kami berdua tertawa.
Harry bermain dengan rambutku sambil mendengarkanku bercerita.
"Well, tidak lama setelah pemakamanmu ayahku menikah lagi dengan seorang wanita bernama Sarah. Dan Sarah memiliki seorang anak laki-laki berusia delapan tahun bernama Harry,"
Harry tersenyum lebar mendengarku.
"Apa ayahmu sudah tahu tentangku?" tanyanya.
"Ia benar-benar terkejut, antara tidak percaya dan terkejut. Ia sampai mengecek kamarku beberapa kali dalam sehari sampai akhirnya aku bertanya ada apa ia selalu datang kekamarku dan ia menjawab, 'Ayah berharap akan menemukanmu dan Harry berduaan dikamar, kali-kali saja kalian hanya mengerjai ayah.' Dan itu membuatku sedih,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Here We Go Again (Sequel to Gone)
FanfictionSequel to Gone Setelah Harry pergi untuk selamanya Karlie benar-benar terpuruk dan menjauhkan diri dari teman-teman dan keluarganya, namun semua itu berubah saat ia memulai hidup baru di New York untuk menimba ilmu kejenjang yang lebih tinggi. Takdi...