Yg dichapter kmrn kan aku ga sengaja nulis 'harry mengangguk' tapi udah aku ganti jadi 'edward mengangguk', dikalian keganti ga? Diaku udaahhhhhh fook.
"Kau mau mampir?" tanyaku pada Edward saat mobilnya berhenti didepan gedung apartemenku. Ia diam sejenak seakan menimbang-nimbang.
"Lain kali saja bagaimana?"
Pupus sudah harapanku untuk berbincang-bincang dengannya lagi. Aku mengangguk pasrah dan melepas sabuk pengaman.
"Tentu, terimakasih untuk tumpangannya. Sampai jumpa," kataku seraya turun dari mobil.
"Sampai jumpa," dan dengan itu mobilnya melesat kejalan raya, meninggalkanku berdiri dibawah rintik salju.
Diapartemen aku kembali terduduk didepan laptop seperti kemarin malam, membuka setiap situs tentang anak indigo yang menarik perhatianku.
"Mengapa susah sekali?" gumamku sambil terus mengklik penjelasan-penjelasan lebih lanjut. Menyerah, kubenarkan letak kacamataku dan pergi ke apartemen Maya.
"Well, bagaimana anak indigo? Sudah mempelajari lebih lanjut?" tanyanya seraya mengangkat sebelah alis.
"Aku tidak mengerti," gerutuku.
"Masuklah," ia melangkah kesamping mempersilakanku masuk.
"Teh, kopi?" tanyanya.
"T--"
"Teh, tentu saja." selanya sambil tertawa.
Selang beberapa menit Maya kembali dengan segelas es teh dan sepiring stroberi beku.
"Apa yang kau tidak mengerti?" tanyanya. Kumasukkan sebuah stroberi kedalam mulutku dan menjawab.
"Semuanya." kataku santai membuat Maya menautkan kedua alisnya.
"Yang benar saja!" katanya tidak percaya.
"Memang aku tidak mengerti," aku bergidik bahu. "Bagaimana caranya untuk mengasah kemampuanku? Aku sudah membaca banyak situs penjelasan di internet tapi tetap saja aku tidak mengerti."
"Kau sebodoh itu memangnya?" tanya Maya seraya menarik rambutnya seakan frustasi.
"Kau harus mencobanya, semua cara yang kau lihat di internet. Meditasi, cobalah menjadi lebih peka terhadap sekitar. Sekarang, apa kau merasakan ada sesuatu diruangan ini? Apa saja, tidak hanya hantu, indigo mencakup segala macam hal selain hantu."
Kucoba memerhatikan kesekeliling ruangan. Ada sesuatu yang janggal memang dan aku sudah merasakannya dari kali pertama aku menginjakkan kaki diapartemen Maya.
"Uh, aku tidak tahu apa-- namun aku merasakan ada.. kau tahu, disebelah sana. Dan dibelakangku." kataku seraya meletakkan kacamata diatas kepala.
"Nah itu kau tahu, tinggal diasah sedikit saja maka kau akan bisa melihat dan berinteraksi dengan mereka."
"Memangnya ada apa disebelah sana?" tanyaku seraya menunjuk sudut ruangan yang kumaksud tadi.
"Disana bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, justru dibelakangmu yang menakutkan."
Aku tertegun dan mendekap kedua kakiku lebih erat, "Ada apa dibelakangku?"
"Lebih baik kau tidak perlu tahu, nanti kau akan berlari terbirit-birit jika kuberitahu." jawab Maya dengan serius.
"Kalau begitu lebih baik aku tidak usah mengasah kemampuanku," gumamku.
"Hei! Memangnya kau tidak ingin bertemu dengan Harry lagi? Jika kau sudah menyamai warna auraku, kau dapat memanggil arwah yang sudah menyeberang."
"Mengapa kau tidak memanggilkan Harry untukku?" tanyaku penuh harap.
"Kau harus melalukannya sendiri, aku tidak akan melakukannya untukmu. Sekarang bawa ini," ia menarik sebuah buku dari bawah meja dan memberikannya padaku, "dan kembali keapartemenmu."
Maya bangkit dari duduknya dan menarikku, lalu dengan bergurau mendorongku menuju pintu apartemennya.
"Tunggu!" kataku, "Boleh kubawa ini?" aku mengangkat sepiring stroberi beku tadi.
Maya memutar bola matanya namun mengangguk, "Jangan lupa kembalikan piringnya!" katanya lalu mendorongku menuju koridor.
****
Semalaman aku mencoba melakukan hal-hal yang tertera didalam buku tersebut. Duduk bersilah dipojok ruangan dan memejamkan mata, menarik nafas panjang dan membuangnya, memfokuskan pikiranku pada keadaan disekitar. Memang aku merasakan perubahan energi dikamarku sangat drastis namun hanya sebatas itu, begitu aku membuka mata seisi ruangan tetaplah normal dan aku belum bisa melihat sesuatu yang tak lazim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Here We Go Again (Sequel to Gone)
FanfictionSequel to Gone Setelah Harry pergi untuk selamanya Karlie benar-benar terpuruk dan menjauhkan diri dari teman-teman dan keluarganya, namun semua itu berubah saat ia memulai hidup baru di New York untuk menimba ilmu kejenjang yang lebih tinggi. Takdi...