Bangun dipagi harinya aku merasa tubuhku sangat-sangat segar. Setelah dimandikan pelayan Papa, aku langsung tertidur nyenyak hingga pagi. Aku bahkan melewatkan pesta kecil untuk menyambut kepulanganku.
"Apa anda sudah merasa baikan, Nona?" Aku menoleh ke arah suara yang sangat asing ditelingaku. Perlahan aku bangun dengan selimut yang kulipatkan ke tubuhku, cuaca pagi ini sedikit dingin padahal musim semi. Dengan muka kebingungan aku menoleh ke arah dua wanita yang tersenyum manis menyambut pagiku.
Siapa mereka? Dimana Luci-ku dan Emma? Menyadari kebingunganku, suara dari depan mengejutkanku. Emma! Emma yang membawa gaun tersenyum kearahku.
"Pagi, Nona." Sapanya, dan senyuman lebar terbentuk diwajahnya.
"Emma aku merindukanmu!" Aku merentangkan tangan tanda ingin dipeluk. Emma mengerti dan menghampiriku setelah memberikan gaun yang ia bawa kepada pelayan satunya. Pelukanku begitu erat karena aku begitu merindukannya. Dia menepuk-nepuk lembut punggungku, gerak tubuhnya terlihat lebih elegan. Entah mengapa aku merasa, Emma terlihat semakin dewasa! Dia tidak lagi berteriak saat bertemu denganku ataupun berbicara dengan gugup dan gagap.
"Nona, selamat datang kembali. Anda tidak tau betapa saya menunggu Anda kembali." Emma berbicara menggebu-gebu. Oh, aku salah. Ternyata Emma tidak berubah sama sekali. Mungkin hanya ada beberapa perubahan kecil.
"Kau kan sudah bertemu dengan peniruku." Aku berucap mengejek.
Emma menggeleng dengan keras, "Astaga, apa Anda tau? Saya akan sedikit menyombongkan diri, saya itu sangat mengenal Anda, bagaimana mungkin saya bisa melayani peniru Anda? Bahkan saya tau itu bukan Anda dari pertama kami bertemu. Ah, sepertinya semua orang tau itu bukan Anda." Emma berbicara sambil menata rambutku yang berantakan.
"Bisakah kau ceritakan tentang dia?" Aku penasaran, sangat. Bagaimana si peniru itu bertahan hidup hampir 7 bulan disini.
"Tentu~" Emma tersenyum. "Saya akan menceritakannya sambil Anda mandi."
Aku mengangguk mengerti dengan tangan terentang meminta tuk digendong. Emma tertawa kecil dan dengan kesulitan mengangkat bobot tubuhku yang sepertinya sudah semakin berat. Aha, maafkan aku Emma, aku tidak akan memintamu menggendongku lain kali.
"Bagaimana?" Aku kembali bertanya karena setelah aku masuk bak mandi, Emma belum bercerita apapun.
"Hm?" Emma mengernyitkan alis nya dan kemudian tertawa. "Nona masih penuh dengan rasa penasaran ya." Sabun beraroma buah persik yang manis digosokkan pelan dikulitku yang terdapat beberapa bekas luka. "Astaga.. Bagaimana bisa tubuh Nona menjadi seperti ini?" Emma mengelus lembut bekas luka yang ada di lengan kanan atasku.
Aku menoleh, "Tidak apa-apa. Ini merupakan sebuah penghargaanku dari menjadi seorang petualang. Ini bukti kerja kerasku!"
Emma menatap sedih bekas luka ditanganku. Dia mulai menggosok sisi lain. "Baiklah, dari mana saya harus mulai ya?" Emma tampak berpikir sejenak. "Saat pertama kali datang, dia memang disambut. Namun setelah memasuki Aula sihir, dia segera diarahkan pada kamar baru yang disiapkan secara mendadak. Kemudian, saya dipanggil oleh Tuan Besar dan diberi perintah untuk mengawasinya. Wajah, warna rambut serta mana memang bisa di tiru. Namun, karakter seseorang sama sekali tidak bisa ditiru. Dia sangat berbeda dengan Anda, Nona. Dia sangat tidak sopan dan sangat kasar. Sering marah-marah kepada pelayan yang tidak melakukan kesalahan. Dan hanya berperilaku baik jika ada Tuan Besar dan Tuan Dietrich. Nona, majikan yang saya layani bukan orang yang seperti itu." aku mendongak menatap Emma yang tersenyum teramat tulus kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAISY - Attached Absolute Victory
FantasyLiera, seorang pembunuh bayaran yang tidak terkenal. Disaat ia menjalankan misi untuk membunuh seseorang, ia tak sengaja menemukan sebuah sekte penyembah iblis. Karena rasa penasarannya yang tinggi, Liera pun menyelidiki sekte tersebut. Namun, tak d...