Chapter 3 | Party Baby Reveal
Move on,
.
.
.
Miya berdiri termangu. Terdiam menahan pilu saat menatap bangunan kubus yang diselimuti kain hitam terletak kokoh tak jauh darinya.
Wanita itu kembali bergetar, terisak menangis dengan begitu dalam saat menatap ka'bah yang kini hanya berjalan beberapa meter darinya.
Miya menyentuh dadanya. Merasakan semilir kerinduan yang merayap hadir menyelimuti seluruh ruang hatinya. Air matanya belum berhenti, wanita itu masih terseguk-seguk hingga lututnya terjatuh lemas di atas lantai Masjidil Haram.
Miya mencerca dirinya. Membentaki dirinya sendiri mengapa butuh waktu lama bagi wanita itu untuk kembali pada tempat yang rasanya sudah menjadi rumah sejak lama. Mengapa harus membutuhkan waktu 20 tahun sampai ia bisa kembali menginjakkan kaki di tempat dimana ia merasa begitu damai dan tentram. Mengapa rasa rindunya baru begitu terasa saat ia bersimpuh disini padahal seluruh hatinya sudah menangis tergugu hingga membuncah begitu hebat sampai ia tak sanggup memapah diri sendiri.
Miya menunduk dalam. Merintih karena rasa bersalah. Memohon ampun merasa begitu berdosa.
Miya rasanya ingin tinggal. Ingin tidak pulang. Ingin sekali untuk menetap. Miya bahkan tidak ingin sempat memikirkan keluarganya, bahkan orang tuanya sekalipun.
Miya mengepalkan tangannya dalam hati. Wanita itu berjanji kemudian berdoa dalam hatinya.
Doa kuat yang ia yakini, mengaduh dengan begitu rendah untuk menjadi langkah awal baru dari jalan hidupnya.
==
7 month later...
24 July 2022.
"Sampai anak itu gak datang, mau mati pun gak akan gue izinin dia lihat bayi gue!"
Ceisya berteriak kesal. Mengusap perutnya yang sudah begitu mancung di usia kandungan menuju 9 bulan.
Ia sejak siang tadi tak berhenti memeriksa ponselnya. Mengabsen satu persatu sepupu dan sahabat dekatnya yang ia undang untuk acara baby reveal sore ini di taman kediaman rumahnya.
"Udah napa sih Sya... duduk dulu napa. Nanti lo kebelet pipis lagi. Bentar lagi juga tuh anak dateng." Kata Irene dengan kalem. Duduk berselonjor sambil mengemili risol di belakang taman rumah Ceisya yang kini sudah disulap menjadi area patry acara sore ini.
Ceisya menggerutu sebal. Berjalan sambil mengusap-usap perutnya kemudian duduk disalah bantalan empuk di atas karpet bergabung dengan para tamu wanita yang hadir.
Acara baby reveal sudah hampir selesai. Bahkan acara utama yakni pemotongan kue untuk mengungkap jenis kelamin bayi Ceisya sudah dilaksanakan sejak setengah jam yang lalu. Tinggal menunggu acara penutupan yakni doa bersama setelah sholat maghrib berjamaah dan dilanjutkan makan malam sebelum pulang.
Ceisya sengaja tidak mengundang banyak orang untuk sore ini. Hanya sepupu dan beberapa sahabat terdekatnya yang hadir.
Bahkan kelihatannya kurang dari 30 orang. Dan salah satu orang terpenting yang Ceisya ingin temui sore ini belum terlihat. Padahal wanita itu sudah berjanji sejak 3 minggu yang lalu. Alasan utama mengapa Ceisya sampai menunda hampir sebulan acara syukuran Baby revealnya karena sulitnya mengubungi wanita ini.
"Sedang dijalan kali Sya. Makanya gak bisa angkat telfon juga." Kata Aluma, Kakak Iparnya yang duduk disebelah Irene ikut mencoba menenangkan Ceisya.
"Dijalan gimana, Mbak Aluma? Aku ini tuh udah ngasih tau dari jauh-jauh hari lusa kemarin. Udah gitu lebih nyebelinnya lagi, dia gak ngasih nomor telfon! Aku cuma bisa ngehubungin dia lewat email. Ya Raabb, aku ini gak lagi ngingetin promo langganan spotify sampe harus kirim email ke sepupu sendiriii!" Kesalnya sudah kesal sampai ke ubun-ubun.
"Sabar Sya... tarik nafas... buang... hati-hati nanti itu kontraksi." Sahut Ganes, salah satu sahabat dekatnya yang duduk di sebelah Ceisya menyodorkan jus lychee dingin. "Emosi kamu mempengaruhi si bayi. Dedeknya ngerti tau kalau Mamahnya lagi ngomel-ngomel." Lanjutnya mengusap-usap punggung Ceisya dengan lembut.
Ceisya melengos panjang. Mengatur nafasnya sekali lagi karena merasakan kontraksi dari perutnya yang terasa seirama dengan emosi meledak-ledak wanita itu. Wanita itu sudah mulai kembali tenang sampai pekikan Irene membuatnya menoleh.
"Nah! Tuh dia anaknya!" Tunjuk Irene membuat kelima wanita yang duduk disana kompak menoleh cepat.
"Eh... lah? Bentar, itu....... Miya bukan sih?" Irene kembali menarik telunjuknya. Mengernyitkan dahi tak yakin saat melihat seorang wanita yang melangkah percaya diri dengan balutan baju tunik hitam dan hijab putih.
Sesuatu yang baru dan hampir mustahil sebelumnya.
Ceisya mengerjap-ngerjapkan matanya. Wanita itu tercengang. Ia bahkan mengucek kedua matanya untuk memeriksa apakah yang dilihatnya kini benar nyata atau hanya sekedar khayalannya.
"HEEEEE?!?!" Jerit Ceisya sampai menutup mulutnya.
Alis Ceisya berkerut. Apalagi saat melihat wanita yang kali ini benar ia yakini sebagai sepupunya itu ikut duduk dengan santai dihadapan para tamu wanita disana yang melongo kompak. Kontras sekali dengan Miya yang tersenyum dengan wajah berseri.
"Assalamualaikum ibu-ibu... mohon maap ini arisannya udah dikocok belum yah?" Celetuknya dengan ringan sambil mencomot bakwan yang dihidangkan di tengah-tengah mereka.
Para wanita itu saling melirik, terdiam memandangi Miya yang memasang cengiran dengan terpesona.
Tak terkecuali semua orang disana, kemudian pada detik yang sama. Para wanita itu memajukan wajah dengan kompak mengerubungi Miya yang menguyah bakwan sampai ia termundur."MIYAAAAAA?!!!"
==
a/n:
Guys. Karena janjinya aku mau update malam senin malah mundur.
Aku update 2 kali yaaaahhh
Mwehehehe....
Selamat membacaaaaaa~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuraga
RomanceKatanya, kalau orang yang kamu kenal tiba-tiba mendadak berubah 180 derajat sampai garis bujurnya jadi lurus. Ada dua kemungkinan yang terjadi. Yang pertama dia sakit keras sampai mau mati. Yang kedua.... dia jatuh cinta. Dan Miya mengenal siapa y...