Notes: agak ngagetin emang karena gue tiba-tiba upload ini, tapi daripada ini cerita nganggur di draft. No hard feeling buat fans ini itu, sengaja gue ga bikin halaman tokoh dan visualisasi kaya biasanya karena ini mah bebas mau mikirin siapa.
Met baca cantik dan gantengku1.
"Konsep yang ini saya suka sih, tapi kalo new year event kita taruh indoor memang jadi susah pas mau menuju pergantian tahun." Airin Jelita, seorang senior manager divisi marketing jaringan Blu hotel & resort tengah berdiskusi dengan timnya.
"Coba saya buat kemungkinan kalau kita bikin acara di pool ya bu." Ujar Naura, salah satu timnya. "tapi untuk yang beach resort sudah oke ya bu?"
"Sudah, tinggal bilang ke resto jangan pakai konsep BBQ kaya tahun lalu ya, kita bikin brazillian BBQ saja, kemarin itu fussion indo BBQ malah aneh dan banyak tamu ga suka."
"Oke bu..."
Sebuah ponsel yang diletakan diatas tumpukan dokumen berdering cukup nyaring, si empunya agak kaget karena biasanya ia selalu memakai mode getar.
"Ya udah, kita lanjut ngobrol besok lagi ya, ini juga sudah malam."
"Baik bu..." seluruh tim bangkit dari ruangan Airin, "terima kasih bu."
Airin tersenyum sebelum menjawab telepon yang masuk. "Halo?" jawabnya ketika ada nama sang ayah dilayar.
"Ai pulang jam berapa, nak?" tanya suara tua itu.
"Hmm, ini belum selesai pah, mungkin Ai bisa pulang satu jam lagi." Ia melirik jam digital disudut mejanya yang menunjukan pukul 19.07.
"Jangan malam-malam dong, nak, papa mau ngobrol sama kamu sebelum tidur."
Airin Jelita, perempuan cantik yang sedang ditelepon oleh sang ayah terdiam, "soal?"
"Mau update kehidupanmu aja... emang ga boleh?" canda ayahnya.
"Boleh papa..." jawab Airin, "ya udah, ini save kerjaan terus Ai pulang."
"Sampe ketemu dirumah."
"Iya..." Airin memutus sambungan telepon dan memandang walpapernya, sebuah foto keluarga lama dimana saat itu Airin masih berusia 14 tahun dan ibunya masih muda, sehat... dan hidup.
Empat tahun lalu, diusia Airin yang ke 23 ia harus kehilangan salah satu orang terpenting dalam hidupnya, seorang ibu sekaligus sahabatnya karena cancer. Airin tau ia tidak boleh menyayangi sesuatu atau seseorang sedalam itu hingga begitu takut kehilangan, maka dari situ Airin belajar, Ia tidak lagi membuka hatinya lebar-lebar, ia tutup rapat emosinya dan ia atur energinya untuk meraih sesuatu yang lebih mudah diraih, karir.
Airin menutup ruangannya dimana sign 'Marketing Manager' tertempel dipintu kacanya. Ia telah mengganti high heelsnya dengan sepatu flat yang nyaman, yang membuatnya bebas berjalan lebih cepat. Ruang-ruang dilantai itu telah banyak yang kosong, sebagian lampu juga sudah mati, hanya ruangan Direksi di wing seberang masih terlihat menyala.
Cklek.
Pintu kamar mandi umum didekat lift terbuka dan mundul sosok Direktur Utama tempat Airin bekerja, jasnya tanggal, lengan kemejanya tersingsing, dan wajahnya basah habis dibasuh.
"Iya, maaf, sayang, aku habis zoom meeting sama HQ, karena direksi HQ lagi rakernas (rapat kerja internasional-Auth) di US jadi ngikut jam sana." Jelasnya, "kamu lagi apa?" ia terdiam saat dilihatnya Airin didepan pintu lift agak canggung mendengarkan bicara sayang.
"Baru landing di Singapur." Jawaban diseberang sambungan terdengar lamat-lamat.
"Malam pak Bergas." Sapa Airin lirih, ia tak menyangka Direkturnya yang kaku ini punya kekasih. Ia yakin itu kekasih soalnya semua tau pak Bergas belum menikah.
YOU ARE READING
Culdesac
RomanceCul•De•Sac (kəl-di-ˈsak) n. - jalan buntu Perjodohan paling realistis! Sebagai seorang anak perempuan tunggal yang sangat dekat dengan sang ibu, Airin Jelita hanya tau bekerja dan bekerja sepeninggalan sang ibu. Namun sebagai anak yang penurut, Ia t...