22. Buncah

8.4K 494 6
                                    

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~~

NCT U – From Home

~~~~~

“Jika tidak ada niat bersama, jangan buat aku jatuh cinta.”

~~~~~

Kemana?

Satu kata yang memenuhi kepala cantiknya untuk saat ini, menginjak gas pelan lurus mengikuti jalan tanpa diketahui dia akan pergi kemana. Pandangannya tidak bisa fokus ke arah jalan, perhatiannya saat ini terbagi menjadi dua dan tidak memilih mana hal yang harus didahulukan terlebih dahulu. Ia bisa saja menurunkan anak kecil tampan di sebelahnya ini di pinggir jalan dan langsung meninggalkannya, namun sayang dia tidak sekejam itu.

Jenni tidak memiliki hubungan dengan anak ini, Jenni tidak mengenal anak ini, bahkkan Jenni merasa di tipu untuk situasi saat ini. Apa yang harus dia lakukan kedepannya?

“Rumah Mama masih jauh yah?”

Laju mobil mini berwarna putih itu mengendur secara perlahan, berhenti di pinggir jalan karena sang supir benar-benar tidak bisa fokus terhadap keadaan sekitar. Bisa saja supir itu stress muda mengetahui fakta besar ini, namun mau dibuat bagaimana lagi jika ini sudah takdirnya.

“Dika udah nggak sabar ke rumah Mama?” tanya Jenni lembut.

Sang lawan bicara mengangguk dengan semangat, memegangi sabuk pengaman dengan erat begitu antusias menjawab pertanyaan sang mama. “Dika udah lama banget pengen ke rumah Mama, Dika janji akan selalu nurut sama Mama,” ucapnya dengan mengacungkan jari kelingking seolah membuat janji kepada Jenni.

Lihatlah dia Jenni, anak kecil ini begitu percaya kepadamu bahkan jika kau menyuruhnya untuk terjun dari jembatan sekalipun. Perempuan itu menelan kenyataan pahit, mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Dika dengan gemetar. “Rumah Mama nggak besar, Dika nggak papa kalau rumahnya kecil?” tanyanya.

“Nggak papa Ma, yang penting Dika sama Mama.”

Satu tetes air mata jatuh di pipi Jenni, perempuan itu tertampar dengan keadaan jika Dika benar-benar mempercayainya bahkan lebih dari ibu kandungnya yang tengah terkapar lemas di rumah sakit sana.

“Sebentar lagi sampai kok, Dika sabar yah.”

“Iya, Ma.”

Jenni kembali menjalankan mobilnya, menyeka air mata di pipinya dengan rasa bersalah yang menumpuk di dada. Bagaimana bisa dia berpikiran buruk tentang anak kecil yang tidak tahu apa-apa ini, di mana hati nuranimu Jen?

Ini bukan salah Dika, bagaimana pun resiko yang akan dia terima nanti akan menjadi pertanggung jawabannya karena telah membawa Dika. Masalah perdebatan panjang yang kemungkinan besar terjadi antara dirinya dan juga sang suami bisa dipikirkan belakangan, Dika harus istirahat karena anak ini terlihat sangat lelah.

“Dika lapar ya Nak? Beli kebab dulu yah, sebentar lagi sampai kok, Dika mau kebab kan?”

Mata Dika yang memandang kagum lampu di gedung-gedung pencakar langit itu berhenti, menoleh ke arah sang mama dengan pandangan bingung. “Kebab itu apa, Ma?”

Jenni tersenyum mendengar pertanyaan polos dari Dika, dia mengulum bibir bawah memikirkan kata-kata singkat untuk mendeskripsikan kebab secara singkat kepada Dika. “Kebab itu roti panggang yang ada isi daging, sayur, ada saosnya juga, Dika mau pake saos?”

“Di-Dika mau kebab Ma, tapi Dika nggak punya uang,” ucap Dika dengan merogoh saku bajunya mencari kertas yang menjadi rebutan banyak orang.
“Karena hari ini Dika jadi anak baik, Mama traktir Dika makan yeay…”

“Mama beneran?” tanya Dika tidak percaya.

Jenni menganggukkan kepala dengan tangan mutar stir kemudi belok ke arah stand penjual kebab di pinggir jalan, skill mengemudinya tidak perlu diragukan karena sejak dulu sudah pandai menyetir mobil pick up di desa. “Tapi Dika harus nurut sama Mama yah, makan kebabnya nanti kan bisa di mobil jadi sampai di rumah nanti Dika cuci tangan, cuci kaki sama gosok gigi habis itu bobo yah, bisa sayang?”

“Bisa, Ma.”

“Sip pinter anaknya Mama,” ucap Jenni tanpa sadar.

***

Duduk termenung dengan segala pikiran yang berkecamuk di kepala, memandang lurus sosok tampan yang tengah terlelap di tengah ranjang sana dengan senyuman yang sulit dijelaskan, entah senyum bahagia atau senyum penderitaan, tidak jelas.

“Bahkan hidungnya sangat mirip dengan sang ayah, entah kemiripan apa lagi yang akan aku temukan lagi padanya.”

Jenni tersenyum masam, setelah menyelimuti Dika setengah jam lalu dia tidak dapat mengalihkan pandangan dari sosok anak kecil itu, entah magnet apa yang dimiliki anak itu. Dika menepati janjinya untuk langsung tidur begitu sampai di rumah, salah satu sifat disiplin dari Dika yang dia sukai hingga sejauh ini. Jenni akui aura Dika begitu kuat hingga rasanya ingin menolehkan kepala saja tidak bisa. Ia menyandarkan punggung di sandaran sofa, menutup mata dengan lengannya dan mengeluh kenapa hal-hal tak terduga seperti ini terjadi dalam hidupnya.

“Kasus ini bisa kamu jadiin judul skripsi sih Jen, lagian kamu juga kan lagi nyari judul yang pas, pasti di ACC,” ujar Jenni setengah sadar dengan apa yang dia ucapkan. Perempuan itu terlampau pusing dengan gempuran bertubi-tubi, jika uang segepok dia tidak masalah, namun yang menggempurnya saat ini adalah masalah, sangat tidak di sarankan untuk mahasiswa semester akhir yang sudah gila dengan skripsi.

Skripsi revisi terus, masalah juga nambah terus maka bisa dipastikan akan ada berita bahwa mahasiswa tewas tertampar masalah hidup.

Klek.

Suara pintu terbuka membuat Jenni mengalihkan pandangannya, menatap seorang laki-laki dewasa yang baru saja pulang kerja masih lengkap dengan setelan formalnya. Jenni menyalami tangan sang suami, menerima kecupan ringan yang menyambangi dahinya dengan acuh. Ia lebih memilih mengambilkan kaos dan juga celana baru untuk suaminya, ia sudah hapal jika Doni akan langsung pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sepuluh menit berlalu, sang suami keluar dari kamar mandi dengan aura segar dan segera duduk di samping dirinya. Jenni menerima kecupan ringan yang menghampiri pipinya tanpa banyak bicara bahkan saat bibir seksi Doni sudah mampir di atas di bibirnya, hanya kecupan ringan tanpa lumatan.

“Bagaimana kuliahnya, lancar?”

Jenni mengangguk mendengar pertanyaan suaminya.

“Dosen pembimbingnya ada di kampus?”

Jenni kembali mengangguk.

“Ayo tidur sayang,” ajak Doni.

Jenni tersenyum mendengar ajakan dari Doni, mempersilahkan pria itu untuk berjalan terlebih dahulu menuju ranjang dan dia mengikuti dari belakang.

“Mas hari ini capek banget sayang, Mas malam ini boleh tidur di dada kam-”

Ucapannya terhenti di udara, menatap sesosok mahkluk lain yang telah menempati ranjangnya dengan lancang. Mata hitam itu melihat dengan jelas sang istri yang tersenyum lembut dan memeluk orang asing di depannya dengan sayang, amarah yang memuncak tergantikan dengan kebingungan yang melanda saat istrinya mengucapkan kalimat singkat yang mampu membuatnya berpikir keras.

“Selamat malam, Papa.”
.
.
.

STAY SAFE

m

akanya papa kerja jgn capek, mama soalnya udh sibuk sama aku hahaha

9 April 2023

Anak Rahasia Sang Direktur TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang