21. Out of The Box

8.9K 505 8
                                    

Selamat Membaca
Monggo Enjoy

~~~~~

Tulus - Monokrom

~~~~~

“Seribu penolakan bisa kuterima. Tapi dengan satu penghianatan, aku bisa menjadi kejam lebih dari yang pernah kau bayangkan.”

~~~~~

“Pasien telah sadar sejak setengah jam yang lalu Nyonya, sudah bisa dijenguk untuk saat ini.”

Jenni menganggukkan kepala terhadap seorang suster yang memberikannya informasi, berterimakasih karena telah merawat tante dari Dika dengan baik sesuai dengan tugasnya sebagai suster. Perempuan itu berjalan memasuki ruangan, pandangan pertama yang dia lihat adalah sesosok perempuan cantik yang tengah duduk bersandar di atas brankar.

“Permisi,” ucapnya saat memasuki kamar pasien. Ia juga melihat bagaimana sayangnya Dika yang langsung berhambur memeluk kaki perempuan yang dia panggil sebagai tante.

“Tante kenapa bobo di sini? Tante bosen yah bobo di rumah?” tanya Dika dengan wajah polosnya.

“Maaf telah merepotkan anda, Nyonya.”

Jenni tersadar dari lamunannya saat perempuan yang sudah dia tabrak membuka suara, meminta maaf kepadanya karena telah menyebrang jalan dengan tidak hati-hati.

“Maafkan saya Nyonya, maafkan saya atas kelalaian yang telah saya perbuat hingga seperti ini, saya akan menggantinya dengan segera.”

“Ah tidak-tidak jangan seperti ini, ini semua salah saya mbak. Dan tolong jangan memanggil saya dengan sebutan Nyonya, sangat tidak pantas di dengarkan,” pinta Jenni dengan sedikit nada candaan di akhir kalimatnya. Ia menarik kursi untuk duduk di sebelah ranjang, memperhatikan Dika yang tengah menonton TV di sofa seberang.

“Perkenalkan nama saya Jenni, saya dengar dari Dika mbak ini adalah tantenya, Tante Sela benar?” tanya Jenni dan setelah melihat anggukan dari orang di depannya ia melanjutkan perkataan, “Mbak Sela tidak perlu khawatir tentang semua biaya yang ada di sini karena akan saya tanggung. Pengobatan jalan dan semua obat yang diperlukan juga akan saya tanggung hingga mbak sehat seperti semula. Jangan memikirkan apa-apa, cukup pulihkan kondisi mbak saja,” tambahnya.

“Anda sangat baik Nyonya.”

Jenni menyatukan alis menyoba mendengar ucapan lirih yang diucapkan Sela, dia mendengar kata nyonya di akhir kalimat namun tidak begitu jelas. “Maaf mbak bisa diulangi?”

“Tidak apa-apa mbak Jenni, anda sangat baik bahkan kepada orang yang baru anda kenal,” ucap Sela.

“Semua orang itu baik mbak, tergantung tempatnya saja haha…”

“Mbak Jenni benar, memang semua orang itu baik tergantung dimana di berada.”

“Memang sepertinya dunia itu selebar daun kelor, sebuah kebetulan karena mbak sendiri adalah tante dari Dika. Anaknya memang aktif yah, selalu ceria gitu dan murah senyum. Mbak Sela asli Surabaya atau bagaimana?” tanya Jenni tidak sabaran ingin mengetahui semua fakta yang ada.

Jenni mengikuti arah pandang Sela yang tengah memperhatikan Dika di seberang sana, ia bisa melihat bahwa mata perempuan di depannya ini tengah menahan air mata yang sebentar lagi terjun bebas melewati pipi.

“Dika anak baik mbak Jenni, sejak kecil dia tidak pernah meminta hal yang aneh dan selalu mengerti dengan keadaan saya. Di sini memang salah saya karena menyeret Dika ke dalam hal yang dia tidak mengerti, itu memang salah saya.”

“Dika suka minum air dingin dengan es batu yang banyak, Dika senang saat dia melihat laut, Dika senang terhadap mainan baru yang dia dapat dari tempat pembuangan sampah di belakang rumah saya. Dika senang melihat serial anak-anak yang ada di TV, walaupun TV saya penuh dengan semut yang merayap namun Dika sudah begitu senang.”

“Mbak Sela, sa-saya-”

Ucapan Jenni terpotong oleh Sela, ia akhirnya mengalah dan menunggu Sela menyelesaikan semua ucapannya.

“Mendapatkan anak tunggal kaya raya merupakan sebuah impian saya sejak dahulu mbak Jen, saya sudah muak hidup di TPA yang penuh dengan bau tidak sedap, saya ingin itu semua lenyap dan tergantikan dengan hidup yang indah dan mewah. Saat telah mencapai tujuan utama dari hidup saya yang saya dambakan, saya justru tertampar dengan keadaan yang sangat sadis. Seekor lalat memang tidak pantas bersanding dengan seekor kupu-kupu, di tolak mentah-mentah dan bahkan diancam akan di bunuh sudah pernah saya alami.”

Sela mengalihkan pandangan ke arah Jenni, menatap mata Jenni dengan penuh kesungguhan. “Saya tidak ingin kehidupan bagai neraka itu akan terjadi kepada Dika, saya tidak ingin mbak. Saya tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini selain diri saya sendiri, saya sudah tidak kuat membiayai kehidupan untuk dua orang, belum ditambah dengan sekolah Dika yang akan membutuhkan biaya banyak,” ucapnya.

“Mungkin ucapan saya akan menyakiti mbak Jenni, tapi ini juga kenyataan pahit yang sialnya harus saya katakan bahwa Dika adalah anak dari suami mbak, Tuan Doni.”

Deg.

Punggung Jenni menyandar lemah pada sandaran kursi di belakangnya, perempuan itu tidak bisa mengeluarkan kata-kata lain selain astagfirullah.
Sela mengambil tangan Jenni yang sudah terkulai lemas untuk dia genggam. “Ini bukan kesalahan Tuan Doni, saya yang sudah menjebaknya. Tolong jangan bertindak egois, pikirkan Dika,” ucap Sela dengan air mata yang sudah berjatuhan.

“Dika sudah percaya terhadap mbak Jenni, Dika percaya bahwa mbak Jenni adalah ibunya. Tolong jangan hancurkan kepercayaan anak kecil itu kepada mbak, saya mohon,” Sela berucap dengan gelisah, menatap Jenni dan Dika secara bergantian.

“Saya percaya bahwa mbak Jenni orang baik, saya percaya mbak Jenni adalah orang tangguh yang mampu menerima fakta ini. Saya mohon sayangi Dika seperti mbak Jenni menyanyangi anaknya sendiri, saya berjanji akan pergi jauh dari kehidupan keluarga mbak Jenni, tapi tolong jaga anak saya Dika dengan baik.”

“Saya, saya orang yang menelpon mbak Jenni tempo hari. Saya juga orang yang mengirim Dika untuk berbicara dengan mbak Jenni waktu di kafe dulu, dan saya sendiri yang menabrakkan diri ke arah mobil mbak Jenni beberapa jam lalu. Ini semua sudah saya rencanakan mbak, saya ingin menitipkan Dika ke orang yang tepat, saya mohon jaga anak saya hikss…”

Sela membawa tangan Jenni ke atas kepalanya, memohon dengan sangat agar perempuan di depannya menerima anaknya sepenuh hati. Sela menyeka air matanya, memanggil Dika untuk segera ikut sang mama yang sebentar lagi akan pergi.

“Dika sayang diajak Mama pulang nak, ayo sini pamitan dulu sama Tante,” ucapnya memanggil Dika.

Atensi Dika yang sedari tadi fokus ke arah TV teralihkan, menghampiri sang Mama yang akhirnya mengajaknya pulang. “Dika ikut Mama pulang? Sekarang yah? Yeay Dika udah boleh bobo sama Mama…..”

“Bentar ya Ma, Dika mau ambil tas Dika dulu.”

Jenni menatap Dika yang memasukan mainannya ke dalam tas, terlihat begitu exticed dan bahagia saat mendengar bahwa dia akan ikut bersamanya. Ini salah, dan seharusnya tidak secepat ini.

“Lihatlah Dika, dia begitu senang bersama Mamanya daripada bersama Ibunya. Saya mohon sayangi Dika dengan tulus, tolong berikan rasa kasih sayang yang sama kepada Dika jika nantinya mbak Jenni memiliki anak, jangan acuhkan Dika karena sejak kecil dia tidak pernah mendapat rasa kasih sayang seorang Ibu.”
.
.
.

STAY SAFE

rencana tuh ay mau update kmrn, eh tpi bukber sama anak panti sampe malem jadi lupa 😭

tpi gapapa kan? soalnya liat senyuman anak panti author tuh ikut senyum, kmrn tuh aku ulang tahun guys, harapannya semoga di umur yg mkin tua ini author ga ngaret yah, luvv buat klian semua 😭🙏🏻

8 April 2023

Anak Rahasia Sang Direktur TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang