BAB 11 : TAMAN KOTA

212 19 1
                                    

Suasana langit yang sedikit mendung adalah salah satu kondisi alam yang tidak disukai Angkasa. Warna langit yang kelabu banyak mendeskripsikan keburukan dan kesedihan buat Angkasa. Ia banyak melihat banyak orang menyalah gunakan kondisi langit yang senandung ini untuk kondisi hatinya. Misalnya saja banyak orang yang mendengarkan musik atau lagu-lagu melow dengan earphone sembari menatap langit dari balik jendela dengan wajah murung dan berkaca-kaca, seolah sedang menjadi bontang video klip dalam sebuah lagu. Atau bisa dilihat segelintir orang lalu kemudian berlari mencari ruko-ruko kosong yang dapat memberikan tempat berteduh sementara untuk para gelandangan yang khawatir basah kuyup kehujanan.


Seperti sore ini, Angkasa tengah berjalan santai di taman kota sendirian, kakinya membawanya ke tempat dimana ia sering menghabiskan waktu menonton kehidupan berbagai macam orang yang menyenangkan. Melihat anak-anak yang sedang berjalan sore dengan orangtua mereka, tertawa haha hihi sembari berlarian kesana kemari, atau saat melihat para pengamen yang menyanyikan lagu yang disukainya, itu sudah menjadi hiburan luar biasa untuk Angkasa, sangat bisa mengobati keluh kesahnya di sepanjang hari.

Melihat keadaan taman kota yang ramai saat ini membuat Angkasa tidak ingin terlalu Lelah berjalan menyusuri setiap sudut taman kota, ia berjalan kearah kursi yang ada di bawah sebuah pohon besar di samping sebuah wahana playground. Senyumnya menyanjung melihat seorang anak laki-laki kecil membawa sebuah kayu kecil yang dihiasi tutup botol yang di geprek sehingga menjadi gepeng. Ternyata itu adalah alat musik buatan untuk menghasilkan suara “Kecrek-kecrek” Ketika digerakkan.

“Dek.. dek..” Panggil Angkasa pada anak itu. Anak laki-laki yang disahuti Angkasa itu pun menoleh kearah Angkasa dan mendatanginya setelah melihat Angkasa melambai memanggilnya.

“Sudah makan belum?’’ Tanya Angkasa.

Anak itu menggeleng.

“Makan yuk, kamu mau makan apa?” Angkasa menunjuk setiap gerobak makanan yang ada disana, seiring dengan tunjukan tangan Angkasa yang mengarah ke setiap gerobak yang ada disana, terlihat sinar binar dari mata anak itu, tatapan senang luar biasa.

“Mau makan yang mana?” Tanya Angkasa sekali lagi.

Anak itu hanya diam, wajahnya memberikan isyarat bahwa dia sedang memerlukan asupan makanan setelah Angkasa menawarinya makan, namun rasa malunya mengalahkan rasa lapar itu sehingga hanya diam dan kepala yang tertunduk ia tunjukkan.

“Ayo sama abang, kamu tinggal tunjuk mau yang mana, kita makan bareng ya.” Angkasa berdiri dan menggandeng tangan anak itu, anak itu ikut berjalan saat Angkasa mengajaknya, sungguh anak yang manis, ia berjalan tanpa penolakan sama sekali. Angkasa yang berhasil mengajak anak itu untuk ikut makan bersamanya lantas tersenyum bahagia. Baginya tidak ada hal yang mampu membuatnya tersenyum bahagia ketika melihat orang di sekitarnya bahagia.

Beberapa Langkah mereka berjalan, Angkasa terhenti saat anak itu menahan genggaman Angkasa. Angkasa melirik anak laki-laki itu, kepalanya kemudian menoleh kearah kirinya saat anak itu menunjuk sebuah cotton candy yang banyak digantung di sebuah gerobak jajanan itu.

‘’Mau?” Angkasa berlutut di depan anak itu.

Anak itu mengangguk.

“Mau berapa?”

Anak itu mengacungkan telunjuk mungilnya di depan wajah Angkasa, senyumnya tersirat saat Angkasa menawarkan.

“Oke, abang ambilkan dulu ya.” Angkasa lantas berdiri sembari mengusap kepala anak itu dengan senyum ramahnya. Membeli cotton candy lalu membayarnya.

Setelah mendapatkan cotton candy itu, anak laki-laki manis itu menyalami Angkasa, ia mencium tangan Angkasa lalu berbicara menggunakan Bahasa isyarat, menunjuk mulutnya lalu menggoyang-goyangkan tangannya di udara, seperti memberitahu Angkasa bahwa mulutnya tidak bisa berbicara. Dia bisu.

MENYELAMI ANGKASA [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang