Saat pundak tidak dapat lagi kutemukan..
saat telinga tidak lagi bisa jadi pendengar..
dan tidak ada lagi tangan yang bisa menggenggam..
saat itu aku sadar bahwa hanya sujud dan Tuhan tempat aku berpulang*****
Hujan masih mengguyur kota Jakarta, Angkasa memasuki rumah dengan badan yang basah dan kedinginan. Kejadian di café tadi cukup membuat kepalanya mumet. Tidak ingin menghabiskan tenanganya untuk hal yang tidak penting, Angkasa lalu berjalan ke kamar Nenek. Ia buka pintu kamar Nenek, memastikan orang terkasihnya itu sudah istirahat.
Setelah memastikan nenek sudah istirahat, Angkasa lantas naik ke kamarnya, melepas pakaian basahnya di kamar mandi dan menggantinya dengan kaos oblong dan boxer selutut.
Angkasa merebahkan badannya di kasur setelah selesai mengeringkan rambutnya. Sudah dibilang, hujan adalah salah satu hal yang tidak disukai Angkasa, salah satu alasannya karena dia dan air hujan adalah musuh bebuyutan, hanya dengan kehujanan saja Angkasa akan demam jika tidak langsung keramas dengan air hangat. Ia meraih ponselnya diatas nakas lalu mencari kontak seseorang disana. Setelah menemukan kontak yang dituju, Angkasa lalu menelpon orang itu.
“Hallo Ta, gimana Varend?” Tanya Angkasa memulai pembicaraan saat panggilannya tersambung diujung sana.
“Alhamdulillah udah baikan nih doi. Lu dimana?” Jawab Dipta.
“Gue udah di rumah, baru sampe. Yaudah kalo gitu, lo tolong pantau dia terus ya, kabarin kalo ada apa-apa, hape gue disamping tempat tidur, langsung telpon gue kalo lo butuh bantuan.”
“Iya pasti, lo langsung istirahat ya Sa, jangan begadang. Good night.” Ucap Dipta memutus panggilan.
Mata Angkasa terus saja memandang langit-langit kamarnya, pikirannya terus berada di café itu Bersama Bintang di bawah derasnya hujan. Walau bagaimanapun Angkasa tetaplah salah, harusnya dia berasa di café itu satu jam sebelum ia datang menghampiri Bintang dengan payung itu, namun apalah daya, terkadang takdir selalu membawa Angkasa pada sesuatu diluar kendalinya.
Seperti tadi contohnya, Angkasa sudah siap dengan kemejanya, sudah pamit ke Nenek untuk pergi makan malam diluar bersama Bintang, namun Dipta tiba-tiba saja menelponnya untuk pergi ker rumah sakit menyusulnya karena Varend kambuh.
Varendra. Anak itu mengidap penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah penyakit yang terjadi karena ada penyempitan pembuluh darah arteri jantung. Arteri ini disebut pembuluh darah koroner. Penyakit jantung iskemik kronis terjadi akibat organ jantung kurang mendapat pasokan zat makanan dan oksigen yang penting untuk melancarkan proses memompa darah ke seluruh tubuh.
Tidak terasa air mata perlahan meluncur di sudut mata Angkasa, bayangan beberapa tahun silam begitu saja kembali menari-nari di depan matanya.
Saat Varend kecil, Dipta dan Angkasa sedang bermain sepeda sore itu di komplek rumahnya, hujan turun dengan derasnya membasahi bumi, namun ketiga anak itu tetap saja bermain tanpa memperdulikan perintah Nenek untuk menyudahi permainan itu.
Varend memaksa Angkasa untuk terus mendorongnya dengan kencang, Angkasa yang tahu kalau Varend tidak terlalu mahir menggoes sepeda menolak perintah Varend. Ia khawatir Varend tidak bisa mengayuh sepedanya dengan baik, namun Varend tetaplah Varend, jiwa-jiwa bandel anak itu tampaknya tidak menyurutkan niatnya. Varend terus memaksa Angkasa untuk mendorong sepedanya. Sampai akhirnya Varend sendiri yang menggoes sepeda itu dengan susah payah. Seperti apa yang sudah Angkasa duga, tidak ada sampai lima kayuhan, Varend lalu menabrak pembatas jalan dan terjungkal ke selokan dengan sepedanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MENYELAMI ANGKASA [TELAH TERBIT DI LOVRINZ]
Dla nastolatkówSUDAH TERBIT!! Kisah yang bercerita tentang seorang remaja bernama Angkasa, lelaki yang mempunyai Trust issue berlebih terhadap perempuan. Terutama Bintang, perempuan yang gemar mengganggu hidupnya setiap hari. Bak pribahasa "Tidak akan ada asap kal...