05 | Salah Paham

26 10 10
                                    

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! add_caramellatte

HAPPY READING

5. SALAH PAHAM.

"kamu ... hamilin anak saya?"

Deg!

Seketika Devano membulatkan matanya. "Maaf Om, maksudnya apa ya?" tanyanya sedikit tidak terima.

Papa Eliza tersenyum miring. "Kamu pura-pura tidak tahu atau bagaimana?" balasnya bertanya balik.

Suasana menjadi panas.

Dada Devano bergemuruh penuh emosi, namun ia masih bisa mengendalikannya. "Maaf Om sebelumnya, namun alasan apa yang membuat Om bertanya seperti itu sama saya? Iya saya memang pacar Eliza. Tapi saya juga tau batasan, Om," jawabnya dengan nada tegas. Rasa takutnya terhadap papa Eliza sudah hilang sekarang.

"Saya tidak sebejad itu sampai merebut ataupun merusak mahkota seorang perempuan," tambahnya lagi.

"Apakah ucapanmu itu bisa dipercaya?" tanya Papa Eliza. Devano mengangguk yakin.

"Mari kita buktikan ucapanmu." Papa Eliza merogoh saku celananya untuk mengambil benda gepeng di dalam sana. Ia mengotak-atik ponselnya dan mendial nomor seseorang. Selang beberapa detik panggilannya langsung diangkat.

"Bawa Eliza ke ruang utama!"

Tut

Devano yang mendengar nama Eliza langsung panik bukan main. Pikirannya mengarah ke mana-mana takut terjadi sesuatu pada gadis itu. Apa yang terjadi padanya? Apa dia baik-baik saja? Perkataan pria itu cukup membuat detak jantungnya berdegup tidak normal.

Tap tap tap

Suara langkah kaki menuruni anak tangga terdengar jelas dalam ruangan luas ini. Di sana terdapat Eliza yang meminum susu kotak ditemani oleh seorang wanita--tentu saja mamanya.

Eliza menyipitkan matanya memastikan apa yang ia lihat. "WOAH! PANGERAN KESIANGAN!" pekiknya heboh. Ia membuang asal susu kotak yang sudah kosong itu lalu menuruni anak tangga seperti orang kesetanan.

"Jangan lari—"

BRUK

"Tuh anak! Mulut belum mingkem udah nyosor duluan," geram mama Eliza menyusul cewek itu.

"Shh ...," rintih Eliza, merasakan siku tangan kirinya yang nyeri.

Devano bergegas menolong Eliza dengan raut khawatir yang terpampang jelas di wajah cowok itu. Devano mengulurkan tangannya berniat membantu Eliza untuk bangun. Bukannya menerima uluran itu, Eliza malah langsung meloncat memeluk tubuh Devano layaknya anak monyet.

"Kangen ...." Eliza mendusel-duselkan kepalanya di ceruk leher cowok itu.

Devano yang merasa geli itu menepuk-nepuk punggung Eliza takut dirinya tidak bisa menjaga keseimbangannya. "Turun ya ...," titahnya.

Eliza menggeleng pelan. "Mereka jahat! Nikahin aku, Mas!"

Kedua pasangan suami-istri itu melototkan matanya. Mereka berdecak kagum. Anaknya ini sangat pintar ber-drama ternyata! Kenapa mereka baru mengetahui bakat terpendam anak perempuannya itu.

"Ya udah, kawin lari sana! Nanti warisan Papa buat calon adek kamu," timpal mama Eliza.

Cewek itu mendelik tidak terima. Ia langsung menurunkan tubuhnya dengan muka ditekuk. "Gitu ya! Belum aja ditinggal udah mau buat anak lagi," gerutu Eliza yang masih bisa didengar oleh mereka.

Johan—papa Eliza—meraup wajahnya gusar. "Kamu hamil?" tanyanya to the point.

Eliza memasang wajah cengo. "Hah?"

"Hah hoh hah hoh! Jawab yang bener napa!" ketus Maya—mama Eliza. Entah kenapa wanita itu sekarang seperti memusuhi anaknya sendiri.

Eliza ber-oh-ria,"Oh, enggak tuh, kenapa? Papa mau dibikinin cucu ya?" ujarnya enteng.

Lelah, letih, lesu menjadi satu kala menghadapi makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini.

Johan menjambak rambutnya frustasi. "Terus kenapa kamu sebut dia 'calon papa' kemarin?" tanyanya menunjuk Devano dengan dagunya.

Eliza menaikkan kedua alisnya berpikir. Perasaan tidak ada yang salah dengan ucapannya kemarin. "Bener 'kan, calon papa buat masa depan?" katanya membernarkan. Pandangannya beralih ke arah Devano. "Iya 'kan, Yang?"

Cowok itu bingung mau menjawab apa. Jodoh 'kan cuma Tuhan yang tau. Ia pun mengedikkan bahunya agak takut.

Eliza menatap sengit ke arah Devano. Selalu saja begitu. Tinggal bilang 'iya' apa susahnya sih? Perempuan itu berjalan mendekati Devano seperti buto ijo kalau sudah marah. Eliza merenggut kasar paper bag yang ukurannya lumayan besar dari tangan Devano.

"Makasih," ucap Eliza malas. Ia berlalu pergi menaiki tangga menuju kamarnya. Saat di ambang pintu, cewek itu menyempatkan dirinya memberi tatapan sinis untuk tiga manusia yang berada di lantai bawah.

BRAK

Rasanya Johan ingin gantung diri. Bisa-bisanya anaknya itu mempermainkannya. Mana udah nuduh anak orang lagi. Duh, mau ditaruh di mana nanti mukanya?

♥♥♥

"Arghhh Devan, bisa-bisanya lo ngasih gue kek ginian!"

Eliza sekarang bingung harus sedih atau senang. Pasalnya, isi dari paper bag yang dibawa Devano tadi sangat mengejutkannya.

"Kenapa harus babi sih! Kayak gak ada yang laen aja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa harus babi sih! Kayak gak ada yang laen aja."

Eliza terus melangkah ke sana ke mari sembari berpikir. Kira-kira mau diapakan dua babi yang super imut itu?

"Buang kali ya?" Eliza menatap tidak tega dua babi yang sama sekali tidak berdosa itu. Ia memukul kepalanya pelan. "Diajak ngepet 'kan bisa!"

"Wah, bapak-ibukku pasti bangga anaknya sukses dadakan," pujinya pada dirinya sendiri.

"Yok, mulai ritualnya yok!"

TBC


Terimakasih sudah membaca!

Jangan lupa🌟

Spam Next di sini ya! Biar aku tambah semangat lagi bikin chapter selanjutnya ❤️

See you again💫

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku, Kamu dan Dirinya [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang