Ini ya namanya melanjuti hidup dimana hari esok selalu menjadi misteri.
Berdamai sama masa lalu itu juga berarti berdamai dengan diri sendiri.
Moving on itu bukan lomba kok, gue dulu yang memilih untuk nggak 'move on' karena memang I was stuck in the moment to survive. Hati kita nggak bisa bohong, nanti dengan sendirinya dia akan bisa kembali ke arah yang paling tepat dengan bantuan cara berpikir kita yang perlahan menjadi lebih sadar dan lebih sehat.
We all hate suffering anyways.
"One more question.."
Perempuan yang barusan bersuara adalah psikolog yang gue rajin temuin setelah pindah dari Aussie. Gue menjadi melamun sendiri dengan pertanyaan penutup sesi nya.
"Kalau kamu dikasih kesempatan untuk menjalani hidup yang kamu mau, apakah kamu akan memilih menjalani hidup kamu sekarang ini.. Atau hidup kamu yang di mimpi kamu?"
Di mimpi gue emang ada apa ya?
Baru kali ini gue dibikin blank selama itu.
Ternyata nostalgia.
***
"Gue udah bilang jangan temuin gue di backstage."
"Lo bohong, lo nggak ngerokok tuh. Nggak usah sok kuat, mentang-mentang idola kampus. Anxiety is something important."
"Just leave me alone, Ra. I'm not in a mood right now. Lo ngurus panitia, sana."
"Iya, abis lo tenang gue balik, semoga pelukan gue bisa membantu. I know you need it."
"..."
"Udah ya, gue harus ganti shift foto di lab."
"..Just 5 more minutes. Please."
***
5 more minutes of her hug, 5 more minutes of her presence. Setiap penambahan 5 menit itu—tanpa gue sadari—selalu bertambah kali lipat bersama sisa hari-hari hidup gue.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.