Hidup, menafsirkan kata hidup menurut ku sedikit rumit. Begitu banyak hal di dunia ini yang bisa kau sebut "Hidup"
Meniti tiap langkah, tidak muluk-muluk seperti untuk masa depan, hanya untuk besok saja. Bagaimana besok aku hidup, apakah aku masih bernafas? Bagaimana aku menjalani keseharian ku besok, apakah masih ada hari esok?
Pertanyaan-pertanyaan yang jujur seharusnya tak perlu kamu dan aku pikirkan, kalau kamu pikirkan itu hanya menambah beban hidup saja. Pernah dengar kata-kata seperti ini, bahwa 90% penyakit itu berasal dari pikiran, dan sisanya berasal dari pola makan. nah terjawab kan?
Jadi Hidup lah sebagaimana kamu ingin hidup. Hidup cuma sekali, ga bisa dicoba lagi, apalagi kalau sudah mati sekali. Tak perlu lah kamu dengar wara Wiri tetangga atau makhluk sejenis nya, bisa-bisa mental health kamu kena diskon.
"Raniya!" aku melihat seorang wanita yang memakai jilbab bergo hitam dengan kemeja big size berlari menghampiri ku.
"Woah anak sastra cuy, nulis apa kali ini? Coba aku baca" Seperti biasa wanita yang merangkap sebagai bestie ku itu merampas buku ku tanpa izin dan membacanya dengan lantang.
"MENAFSIRKAN Hidup?" Dia memandang ku "Ran.. kali ini, terlalu berat ya.. pembahasannya" dia menutup bukuku enggan membaca kelanjutannya. Aku tertawa.
"Ga kuat ya mel?" Tanyaku terkikik. Dia mengangguk.
"Ran, hidup itu sudahlah berat, tak perlu kau tafsirkan, lebih baik kau tafsirkan beban hidup ku biar aku tau maknanya" candanya dengan wajah serius, membuatku ku makin tergelak.
Ah.. benar katanya, terlalu rumit dan berat jika aku harus menafsirkan hidup, tapi nyatanya.. memang itu yang ku tulis disana, hanya dia saja yang enggan membaca kelanjutannya.
"Ran gimana sidang mu kemarin, lancar?" Tanyanya padaku sembari mengupas kuaci milikku tanpa izin lagi. Hah.. memang lah bestie ku ini, gemar mencomot tanpa izin, perlu diperbaiki sikap minusnya satu ini. Aku pun langsung memukul tangannya yang hendak mencomot kuaci ku lagi.
Plak.
"Aw! Ran.. Sakit! Wah Raniya sekarang udah bisa KDRT! Parah!" Meli menggeleng kan kepalanya sembari mengelus punggung tangannya yang ku pukul.
"Meli, boleh ga ngambil barang orang lain tanpa izin?" Tanyaku sambil senyum iblis(?)
"Hehehe tapi Ran, kamu bukan orang lain, kamu kan Bestie ku" Meli Mecoba memelukku dan aku pun menghindar. Dia melihat ku dengan tampang sok sedih.
"Ah.. aku merasa dikhianati oleh mu Ran" mulai si ratu drama.
Aku mengabaikannya, "Alhamdulillah sidangnya berakhir lancar" senyumku mengalihkan.
"Alhamdulillah... Bu dokter selamat ya" ejeknya ya itu benar-benar ejekan aku bisa jamin itu dan langsung memukul kepalanya dengan buku.
"Ran emang boleh ya pukul-pukul?" Tanyanya menyelidik. Aku senyum "ga apa-apa kalo ke kamu, halal kok"
Tampak wajah kesalnya yang menggerutu geram. Untuk hari ini 1-0 atau 1-1 ya.
***
Keesokan harinya mentari menyapa seperti biasa, ya kupikir kalau dia tidak lagi menyapa maka aku sudah mencapai surga, kenapa surga? karena aku cukup percaya diri dengan ibadah dan pahalaku, astaghfirullah bukan sombong cuma pamer aja!
KAMU SEDANG MEMBACA
Syahadat
RomantizmMencintai mu bukan kesalahan, Tapi caraku yang meninggalkan tuhan ku demi memiliki mu, membuatku tersadar... Dengan ini aku memutuskan- Raniya Jika aku tak lagi bisa memilikimu, maka biarkan tuhanmu memiliki ku... Dengan setulus hati aku mengucapkan...