Chapter 9 : Sena, kita itu keluarga

898 109 7
                                    

"Burger, kimchi, yayaya ... semua, gue pesan semua. Tenang, Sena yang bayar." Sena mengerutkan keningnya. Ia merasakan basah di area lengan. Sena terbangun hanya untuk memergoki Haikal sedang menggigiti lengannya. Rupanya sang sahabat tengah bermimpi menyantap beragam hidangan favoritnya.

"LO TIDUR MASIH MIKIRIN MAKAN?? Mae ngidam apaan dah dulu. Tangan gue bisa cacat sebelah kalo kelamaan tidur sekamar bareng ini bocah." Sena mengacak frustasi rambutnya, mengambil bantal dan selimut lalu melemparnya ke sofa ruang tamu.

Kakinya melangkah ke dapur mengambil sekaleng soda, matanya sibuk membaca tumpukan pesan dan panggilan tak terjawab pada ponselnya yang didominasi oleh nomor Ayah dan Kakeknya.

Sena termenung, bibirnya kembali menyesap soda sebelum tangan halus menarik pelan kaleng soda itu menjauh. Segelas susu coklat terletak di depannya sebagai ganti "Sudah cukup, kamu belum makan malam dan sekarang minun soda. Mae harus bilang berapa kali, Sena? Minum susu ini saja." Ibu Haikal duduk di sampingnya.

"Maaf tante, hehehe. Sekali doang, kan Sena udah janji bakal banyak minum air putih "

"Kamu harus sehat ya sayang, jaga diri juga belajar hidup sehat. Udah sana tidur, habisin dulu susunya."

"Terimakasih tante" Sena tersenyum tulus.

" Sena ..."

"Iya?"

"Maafin kebiasaan tidur Haikal ya, kamu jadi harus tidur disini. Maaf kalo kamu ga nyaman di rumah yang sederhana begini." Tangannya meraih kedua tangan sena dan mengenggamnya

Tidak ada kehangatan yang seperti ini di rumahnya, yang selalu ia cari dan impikan. Sena merasakan kehangatan perhatian seorang Ibu.

Sena hanya bisa diam tertegun, ia tak pernah tau cara berinteraksi sebagai seorang anak kepada ibu nya. Apakah dia harus balas mengenggam, memeluk, atau apa?

"Eh, apa ini? Hujan ya?" Sena menyentuh pipinya mengadahkan kepalanya ke atas.

"Tante, ini ... air hujannya rembes dari atap." Katanya pelan

Chita diam sejenak, matanya menatap nanar. Dia terisak dan langsung menarik Sena ke pelukannya. "Tidak apa - apa. Menangislah, nak. Semua manusia punya titik lelah, kami semua menyayangimu. Semua orang dapat perlindungan dan pertolongan dari kamu, tapi ... tidak dengan dirimu sendiri. Mengapa kamu terlalu keras pada diri sendiri?"

Pelukan Chita berbalas, bisa di rasakannya bahu Sena bergetar tanpa suara. 5 menit berlalu, suara pelan mengalir di pendengaran Chita

"Apa ... Apakah mama bangga sama Sena? Apa dia ... apa niisan ..." Sena sudah tak sanggup mengeluarkan kata apapun.

Malam itu Sena menangis untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

.

.

"Data penjualan bulan ini udah di rangkum? Gue belum sempat baca laporan Kal." Sena melemparkan diri  ke sofa kantornya.

"Ya lo kan sibuk lari jadi buronan bokap, Na. Gimana mau baca? Tuh numpuk semua udah di meja lo." Haikal meneguk boba tea nya menunjuk ke tumpukan tinggi berkas yang harus di cek dan di tanda tangani.

"Sialan gue kira itu berkas lamaran kerja. Sebanyak itu, Kal? Oke mulai sekarang gue serahin jabatan pemilik Sena speed buat lo."

"Bangun, kita harus ke Rumah Sakit. Dokter pasti ngira cuma kaki lo yang kena dampak pas kecelakaan, ternyata otak lo lebih parah, Na." Sena dipaksa berdiri oleh Haikal.

"Gue sehat gini, sakit dimana?"

"Kalau sehat kok ngomongnya kaya ga waras. Gampang banget ngasih jabatan kaya ngasih gorengan."

RACE AND RAIN | NOMIN AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang