"Mana tanggung jawabmu ? Aku hamil 3 bulan dan kau malah asik bermain judi online sambil selingkuh!" Sebuah suara nyaring mengheningkan seisi ruangan.
Sena melotot panik sambil melihat Haikal dan sekelilingnya, ia menjadi pusat perhatian seisi cafe saat ini. Sena tersenyum canggung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, menghindari tatapan menghujat dan menghakimi dari sekelilingnya. Sena menyilangkan tangannya di dada sambil bergeleng.
"Kal, harus berapa kali lagi gue bilang? baca novel dalam hati aja. Ngerti ga? Kebiasaan, yang lain pada keganggu." Luca sengaja menaikkan volume suaranya agar mereka mendengar bahwa itu hanyalah salah paham yang direspon dengan tawa kecil dan senyuman jenaka dari orang-orang.
"Ini terakhir kalinya lo baca novel ditempat umum, apalagi kalo lagi ngumpul." Sena berhenti makan. Ia memijat pelipisnya lalu menyita ponsel Haikal.
"Hehe, iyadeh iya maaf Na. Ya gimana tadi lagi seru tau, lagian ini AU bukan novel." Haikal cemberut.
"Mau itu AU kek, AC kek, pokoknya jangan baca apapun lagi. Gue lagi fokus malah buyar kan." Luca tertawa sambil merangkul bahu Sena yang mengeluh.
"Oke fokus dulu, sekarang balik ke tujuan awal. Kita kan mau bahas soal tempat tinggal yang aman buat Sena sementara ini." Luca menuntun pembicaraan kembali ke topik yang dibalas anggukan oleh kedua pemuda itu.
"Jadi kondisinya Sena udah gabisa pulang ke penthouse dulu, Sena speed juga udah dipantau bokapnya. Tapi kalian ga usah khawatir, gue punya solusi cemerlang. Nah, menurut gue satu-satunya tempat aman sekarang ... ya rumah gu-"
"Gue balikin ni meja! Gabisa. Itu mah modus lo doang kak. Cemerlang apaan? Gue kira lo mau mindahin Sena ke Afrika kek Saturnus kek. Kalo cuma disitu, mending di rumah gue aja kali." Haikal memukul meja sambil menunjuk-nunjuk wajah Luca dengan ekspresi keibuan. Spesifiknya, Ibu yang kehilangan tupperw*re.
"Sttt, kecilin suara lo. Lagian salah sendiri, lo tidur lebih rusuh dari tauran anak STM. Sena mana tahan." Luca mencubit pipi Haikal, Haikal mendengus menepis tangan Luca. Sena tersenyum melihat tingkah mereka
"Kenapa sih ga di rumah gue aja, Na? Kita bisa beli kasur baru buat lo kan? Janji ga bakal ganggu lo tidur sama sekali." Haikal cemberut
"Gue emang udah mutusin buat ga numpang di rumah siapa-siapa dulu. Lagian ga enak sama om dan mae kalo gue nebeng di sana mulu, Kal. Udah jangan bete, nih ambil 'bensin' lo di kursi depan." Sena menyodorkan kunci mobilnya pada Haikal yang dengan semangat '45 telah berlari keluar cafe tak lupa ia mengucapkan terimakasih dulu.
Sena tertawa kecil, pandangannya mengikuti arah Haikal berlari.
"Lo bohong." Luca menyalakan pemantik, membakar kertas tembakau putih memancarkan api kemerahan dan asap tipis.
"Dia keras kepala, gue ga punya pilihan lain." Senyum sena memudar, tatapan matanya berubah resah.
"Sebenarnya lo takut bokap lo ganggu dan nyakitin keluarga Haikal kan? Nah itu alasannya gue nyaranin lo tinggal dirumah gue, Na."
"Lo percaya ga Haikal bakal bawa kopernya ke rumah lo dan ikut nginap kalo gue jadi tinggal disana?" Sena menaikkan alisnya yang hanya dibalas tawa oleh Luca.
"Lagipula, lo juga dalam bahaya. Gue tau keluarga lo ga sembarangan dan bisa lindungin lo ... tapi gue ga bisa ambil resiko buat orang-orang yang gue sayang." Sena menatap tepat di kedua mata Luca, yang ditatap justru tak bergerak barangkali masih terpesona oleh keindahan kata 'sayang'.
"Gue ga suka asap. Ga baik buat kesehatan lo juga." Jari Sena menarik benda yang terselip di bibir Luca lalu mematikannya.
"Is that okay?" Sena bertanya pada Luca memastikan pria itu tak marah
KAMU SEDANG MEMBACA
RACE AND RAIN | NOMIN AU
RomanceKehidupan Sena identik dengan balapan, lintasan, dan kebebasan. Tipe manusia yang sebaiknya dijadikan kawan daripada lawan. Dikenal dengan wajah yang sempurna dan kebolehannya di dunia balap, Sena begitu tak tersentuh. Apa benar Sena sesempurna itu...