Sena dan Jonah beradu kecepatan melintasi jalan itu. Butuh waktu 15 menit untuk menyelesaikan satu putaran. Yang tidak terduga, justru Sena lah yang kini berada di posisi terdepan.
"Damn, Tolong jangan hujan dulu. Fokus, lo bisa. Sejauh ini aman-aman aja." Yakin Sena pada dirinya sendiri.
Setetes air menetes dari langit meluncur di kulitnya, tangan Sena sedikit gemetar. Angin dingin menerpa wajah dan tubuhnya.
Berbanding terbalik dengan Jonah yang terlihat santai dan tidak panik sedikitpun walau tertinggal di belakang Sena. Dia memiliki strategi sendiri. Jonah bermaksud membiarkan Sena memimpin di putaran pertama agar dia lengah, lalu ia akan mengalahkannya dengan mudah di putaran kedua.
Sejak kecil Jonah serta kakak dan ayahnya sering berlatih di sana. Dia paham betul kondisi dan situasi jalan itu. Kawasan ini sudah familiar untuknya, namun tidak dengan Sena.
10 menit berlalu, mereka memasuki jalur yang lebih curam. Jonah merasa sedikit cemas dalam hatinya, dia lupa memberitahu Sena bahwa track ini memiliki banyak tikungan tajam dan sempit.
Jonah menambah kecepatanya bermaksud menyusul Sena berfikir rivalnya itu kurang mahir pada lintasan terjal dan penuh tikungan tajam, nyatanya yang ia lihat justru berbeda.
Mata Sena yang tajam melirik sekilas layar spidometer di depannya. Sena mengurangi kecepatannya lalu menarik tuas pada stang motor itu untuk mengaktifkan program kontrol traksi. Tindakan ini ia lakukan untuk mencegah ban nya tergelincir.
Seolah memiliki badan seringan bulu, dengan begitu lincah Sena berbelok dan melintasi tikungan itu dengan mudah. Lututnya bahkan nyaris menyentuh jalan. Pada akhirnya Jonah justru menyaksikan Sena berhasil.
Perasaan aneh merasuki rongga dadanya. Emosi? Marah? Perasaan tersaingi? Entahlah, Jonah tidak pernah mengenal perasaan ini sebelumnya. Ia merasakan perasaan lega dan berdesir yang aneh, bahkan suasana hatinya
pun membaik.
(Silahkan putar rekomendasi sound untuk pengalaman membaca yang lebih baik)
Jonah yang sempat melambat kembali fokus menatap jalan di depannya, dan menyusul Sena. Di sisi lain, Sena telah memasuki Putaran kedua. Sena tersenyum di balik helmnya, sedikit lagi kemenangan akan kembali menjadi miliknya.
Manusia hanya bisa memprediksi namun tidak bisa memastikan sesuatu. Malang bagi Sena, cuaca tidak berpihak padanya. Langit semakin meredup, angin dingin disertai hujaman gerimis kembali menetesi bumi. Sena tidak bisa lagi berkonsentrasi, tubuhnya mulai basah. Ia gemetaran dan lemas, punggungnya terasa nyeri dan ngilu. Matanya berusaha fokus pada lintasan, namun jelas terlihat pikirannya terbang entah kemana. Potongan adegan samar berputar di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RACE AND RAIN | NOMIN AU
RomanceKehidupan Sena identik dengan balapan, lintasan, dan kebebasan. Tipe manusia yang sebaiknya dijadikan kawan daripada lawan. Dikenal dengan wajah yang sempurna dan kebolehannya di dunia balap, Sena begitu tak tersentuh. Apa benar Sena sesempurna itu...