Ice Frost. Remaja yang cukup popular di sekolah-nya, bisa dibilang ia peringkat tiga sebagai murid terpopuler di sekolah-nya. Sebagai murid yang popular, tentu ia sering mendapatkan surat cinta dari para perempuan maupun laki-laki. Tetapi, ia selalu menolaknya mentah-mentah. Entah alasannya apa, tidak ada yang tau. Rumor mengatakan ia masih single, tetapi saat ada yang menyatakan perasaannya pada Ice, ia selalu menjawab. "Aku sudah punya kekasih."
Para murid pun meragukan rumor bahwa Ice masih single, tapi masih ada juga murid yang yakin bahwa Ice masih single dan belum tersentuh. Ya.. sifat Ice yang cuek, pemalas dan tidak terlihat tertarik akan cinta tetek bengek, membuat mereka yakin bahwa Ice belum tersentuh SEDIKITPUN.
Ice kadang kewalahan menanggapi para 'hama' yang selalu menempel padanya. Sungguh, ia risih. Tetapi ia juga terlewat malas untuk mengusir mereka, sungguh pemalas.
Sore ini, seperti biasa. Ice mendapatkan sepucuk surat di lokernya, isi surat itu meminta dirinya untuk datang ke belakang sekolah. Tanpa basa basi ia pun menuruti apa kata surat tersebut, walau ia sudah tau apa yang akan terjadi.
"K—kau datang ya, kak Ice," ucap gadis itu. Gadis itu terlihat gemetar sambil memegang sepucuk bunga mawar.
"Ada apa? Cepat selesaikan urusanmu, aku ingin pulang." Ice hanya menatap gadis itu malas, ia sudah tau kemana gadis ini mengarah.
Gadis itu menyodorkan bunga mawar tersebut kepada Ice.
"A—aku suka padamu, kak Ice! Sejak pertama aku melihatmu!" Gadis itu mengatakan dengan lantang dan berani. Ice terdiam sebentar, lalu ia mengambil bunga mawar tersebut.
"Terimakasih," ucap Ice.
"A—apakah kau menerimaku, kak?" Tanya gadis itu dengan gugup.
"Tidak." Ice menolak mentah-mentah pernyataan cinta gadis tersebut. Ia juga menatap gadis itu seakan meremehkannya.
"Sudah kubilang ribuan kali, aku sudah punya kekasih," Lanjut Ice.
Gadis itu menunduk, ah. Sepertinya dia menangis? Gadis itu mengepalkan tangannya.
"Siapa kekasih kakak?! Kakak selalu menjawab seperti itu jika ada gadis yang menembak kakak! Sebenernya siapa kekasih kakak? Bahkan dia tak pernah terlihat, bahkan aku tak pernah melihatnya di sekitar kakak!" Pekik gadis tersebut.
Ice hanya memutar matanya malas dan pergi meninggalkan gadis itu menangis sendirian.
.
.
.
.
Di gerbang Sekolah, sudah ada 3 manusia menunggunya. Solar, Hali, dan Gempa.
"Gimana? Ada yang nembak kamu lagi?" Tanya Gempa.
Ice hanya mengangguk, "sudahlah, tak penting. Ayo berangkat," ucap Ice.
Mereka lalu masuk kedalam mobil dan pulang. Ah, tidak. Mereka menuju ke sebuah rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung bergegas menuju ke kamar nomor 204.
Hali perlahan membuka pintu kamar tersebut dengan hati-hati. Bau obat-obatan dan infus mulai masuk ke indra penciuman mereka.
Mereka masuk dan langsung menaruh barang barang mereka, seperti buah-buahan dan makanan.
Hali, Solar dan Gempa duduk di sofa panjang yang memang disediakan, sedangkan Ice duduk di kursi sebelah ranjang pasien.
Ice menarik napasnya dalam dalam dan menyapa pasien tersebut.
"Selamat sore, Blaze." Sapa ice.
Blaze, kekasih Ice. Blaze dan Ice sudah berpacaran sejak mereka menginjak kelas 2 SMA. Semua berjalan dengan baik, sebelum nahasnya, Blaze menjadi korban tabrak lari yang disebabkan pengemudi yang sedang mabuk.
Hati Ice tentu hancur saat ia mendengar kabar tersebut. Blaze dengan terpaksa harus dioperasi dan dinyatakan koma. Yang jelas, sudah 2 tahun sejak kejadian itu.
Sejak saat itu, Ice menjadi pribadi yang cuek. Dan hal itu malah menarik perhatian perempuan bahkan laki-laki, entahlah mengapa. Gila mungkin.
Oke, kembali ke Ice dan Blaze sekarang.
Ice menggenggam tangan Blaze yang kaku seperti mayat. "Blaze, kapan kau siuman?"
"Ice, Blaze pasti siuman. Yakinlah pada hal itu," ujar Gempa.
"Tapi ini sudah 2 tahun Gem, dan dia... Belum siuman juga.." Ice berbicara dengan suara bergetar menahan tangis.
"Kau harus selalu Positive thinking, Ice. Blaze tak mungkin meninggalkan mu sendirian, ia pasti akan siuman." Hali berbicara sambil berjalan mendekati Ice dan memegang pundak Ice.
"Betul tuh, nanti kalo Blaze ga siuman juga, Ice bakal Solar rebut!" Canda Solar. Namun, ia malah mendapat tatapan sadis dari kekasihnya, Hali.
Gempa hanya terkekeh, ia pun ikut menghampiri Ice, disusul oleh Solar.
"Blaze, cepat bangun. Kasian tau si Ice, kangen belaian mu, hahaha..!" Canda Gempa.
"Apa-apaan?! Gak!" Pekik Ice.
"Ssst.. nanti Blaze malah gak bangun lho," lanjut Gempa.
Ice sebal. Mengapa Gempa malah menggodanya? Memangnya orang koma langsung terbangun seperti itu? Teori darimana?!
"Yaudah yuk pulang, udah mau malem nih," ajak Hali.
"Ih iya, ga kerasa udah mau jam delapan." lanjut Solar yang sedang melihat jam tangannya.
"Baiklah, kita beres-beres. Kita akan jenguk Blaze lagi besok." Gempa membereskan sisa bekal yang mereka bawa tadi.
"Ayo, Ice. Kita pulang!" Ajak Solar.
Ice terlihat ragu, "err.. tapi aku masih ingin bersama dengan Blaze.."
"Kau bisa menjenguknya esok hari, Ice." ujar Hali.
"Huft, baiklah." Ice beranjak dari kursinya, ia menatap kekasihnya cukup lama.
"Ice, ati-ati kesambet." Solar langsung mendapat getokan maut dari Gempa.
Ice mencium kening kekasihnya dan segera menyusul Hali, Solar dan Gempa. "Tunggu aku!"
.
.
.
.
.
.
.
End?
—————
Naon? Kurang suka sama endingnya? Hehe.. ಡ ͜ ʖ ಡ
KAMU SEDANG MEMBACA
A day in our life
Short StoryBerisi Oneshot twoshot N : • Oneshot bisa siblings! AU dan Ship • bxb • harshword maybe this is my first fanfic, so if there is any mistake, i'm sorry.