Malam itu, kau memutuskan hubungan kita dengan alasan ingin fokus dengan karirmu sebagai idol yang disukai banyak orang.
"Maaf, Hali ... Ini demi karirku.." ucapanya berhasil membuat hatiku hancur berkeping-keping. Tentu aku marah mendengarnya, tapi aku tak bisa menolak keputusanmu dan menghambat karirnya yang sudah menjadi impiannya dari dulu. Dengan berat hati aku mengiyakan keputusannya.
Hubungan yang sudah kita jalin selama 10 tahun harus berakhir karena sebuah karir.
Dan disinilah aku, berdiam diri dikamar. Menulikan pendengaranku dari bunyi ponselku yang terus berdering. Aku yakin itu adalah kedua sahabatku yang selalu mencoba menghiburku.
Aku menghela napas, sudah tiga bulan sejak dia memutuskan hubungannya denganku dan aku belum move on sama sekali.
Karena merasa terganggu oleh ponselku yang terus bergetar tanpa henti, akhirnya aku menyambarnya dan melihat siapa yang menelponku. Benar saja, kedua sahabatku lah yang sedari tadi menelponku tanpa henti.
Aku mengangkatnya dengan terpaksa, "apaan sih? Lagi enak tidur juga," ketusku.
"Buka pintu apartemen mu, goblok! Gue ama Gempa udah di depan sejak setengah jam yang lalu!"
Aku mengernyit, buat apa mereka ke apartemenku? Dengan langkah kaki berat aku berjalan ke pintu apartemenku dan membukanya, tampak dua sahabatku yang menatapku dengan wajah kesal.
"Lo ini buat kaki gue kesemutan, tanggung jawab!"
"Siapa suruh kesini?"
"Dasar sialan, tidak tau terimakasih." Taufan memasang wajah kesal teramat kesal kepadaku. Toh, aku memang tidak salah kan. Siapa suruh mereka kesini.
Aku mempersilahkan mereka masuk. Mataku tertuju ke kantong kresek yang dibawa Gempa. "Lo bawa apalagi, Gem?" Tanyaku penasaran.
Dengan mulut menekuk kebawah dia menjawab, "membawakan snack untuk seseorang yang tengah dilanda galau merana," sarkas nya.
Ouch, hatiku tertusuk.
Mereka berdua menghempaskan tubuhnya ke sofa, "kaki gue pegal~" keluh Taufan.
"Kan udah gue bilang, siapa suruh kalian kesini?"
Taufan mendengus sebal, "gue pengen ngasih tau lo sesuatu," ujarnya.
Aku menaikkan satu alis ku penasaran, "apaan? Kalo kabar soal dia gue udah nggak mau denger."
"Yah, ini masih tentang dia sih... Solar mengadakan konser, tapi ada sesuatu yang lain." Aku mengernyit tak paham mendengar ucapan Gempa.
"Maksudmu?"
Mataku membulat seketika saat melihat benda yang dipegang Taufan, "jangan bilang.."
"iyess, tidak ada penolakan ya!" Taufan menepuk-nepuk bahuku.
"Apa ini?!" seruku sambil meraih benda yang dipegang oleh Taufan. Ternyata itu adalah tiket konser mantanku, Solar. Aku tak bisa mempercayai apa yang kulihat. Tatapan bingung dan kaget ku membuat mereka berdua tertawa.
"Gila, kamu gak akan pernah nebak ini, Hali!" kata Gempa di antara tawanya.
"Gue masih belum ngerti. Kenapa kalian ngasih gue tiket konser Solar? Dan gimana kalian bisa dapetin ini tiker?" Tanyaku, tetap bingung dengan situasi ini.
Taufan memberikan senyum misterius, "Nah, inilah bagian yang menarik. Gue punya temen yang bekerja di manajemen Solar. Dia mendengar cerita lo dan keputusan lo untuk mendukung karir mantan lo itu. Jadi, dia ngasih gue tiket ini buat lo."
"Taufan ama aku pengen ngajak kamu pergi ke konser ini sebagai cara menghiburmu dan ngasih sesuatu yang menyenangkan," sambung Gempa.
Aku terdiam sejenak, merenungkan tawaran ini. Benar-benar sulit bagiku untuk menerima kenyataan bahwa hubungan kami berakhir dan dia mengejar mimpinya tanpa melibatkanku. Namun, tawaran ini juga terasa begitu menggoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
A day in our life
Short StoryBerisi Oneshot twoshot N : • Oneshot bisa siblings! AU dan Ship • bxb • harshword maybe this is my first fanfic, so if there is any mistake, i'm sorry.