Ini adalah salah satu ide yang paling aneh yang nangkring di otak.
Khusus cerita yang satu ini, updatenya bakal cepet karena setiap chap na gak bakal ngejer berpuluh" halaman kek Anvi (Anvi itu 15-an halaman klo di word)
(Carmory tunda dulu deh, sampe Anvi tamat X'D)
Sooo, selamat membacaa! :3
~(OuO~)
Aku berjalan sambil menundukkan kepala sambil mengendong tasku dan menenteng beberapa buku tebal di tanganku. Aku mendengar suara kasak-kusuk dan beberapa tawa kecil sampai akhirnya ada yang menabrakku, membuatku oleng dan terjatuh. Suara tawa itu semakin kencang dan aku bisa melihat ada orang yang menginjak bukuku.
"Ups, sorry, gak sengaja. Habis lu gak keliatan, sih," ucap orang itu. Dari suaranya saja, aku sudah dapat mengenalinya.
Aku dapat mendengar gelak tawa semua murid yang berada di sekitarku. Suara itu menggema, tetapi kalah kencang dengan suara bel, tanda kelas akan segera di mulai. Tidak repot-repot membantuku, dia langsung pergi, begitu pula dengan murid-murid lainnya.
Ketika memastikan dia sudah agak jauh, aku mengangkat kepalaku. Menggepalkan kedua tanganku geram, ingin sekali aku menonjok wajahnya. Kalau bisa kumusnahkan saja dari dunia ini.
Dia adalah Tasya. Lengkapnya Tasya Magaletha. Anak satu-satunya kepala sekolah SMA Jaya. Terlalu dimanja, tidak ada yang berani melawannya. Melawannya sama saja dengan dikeluarkan dari sekolah.
"Lu gak pa-pa?" tanya seseorang, membuatku menoleh ke arah suara itu.
Wajahnya imut-tidak. Cantik. Senyumnya tulus, aku bisa merasakan aura kalau dia orang baik. Rambutnya pendek seperti lelaki dan suaranya juga agak berat. Aku melirik ke bawah.
Dia pakai celana.
Dia fix cowo.
"Halo? Lu gak pa-pa kan? Perlu ke UKS?" tanyanya lagi sambil melambai-lambaikan tangannya ke depan wajahku. Membuatku tersentak kaget, langsung mengambil buku-bukuku yang berjatuhan.
"Iya gak pa-pa. Makasih," ucapku irit dan pelan, lalu langsung berjalan menjauhinya. Tapi siapa sangka, dia malah mengikutiku.
Aku berhenti melangkah ketika sudah merasa sedikit risih dengan keberadaannya yang mengikutiku itu. Aku berbalik dan mendapatkan bahwa dirinya ikut berhenti. Kepalanya miring ke kiri dan wajahnya menampilkan ekspresi bertanya.
"Kenapa ikutin?" tanyaku setelah keberanianku muncul.
Aku dapat melihat sudut-sudut bibirnya naik ke atas, lalu suara kekehan pelan.
"Kita sekelas," jawabnya yang membuatku malu.
Aku memang tidak pernah melihatnya. Sepertinya dia murid yang baru masuk dan pas sekali waktu itu aku sedang terkena demam sehingga aku tidak mengetahui apa yang terjadi di kelasku itu. Aku berdehem pelan sebelum berkata, "oh."
Aku memasuki kelas yang sedang ribut. Mereka hanya menoleh sebentar ke arahku, lalu melanjutkan kembali aktivitasnya. Aku memang tidak dianggap. Aku seperti hantu. Aku langsung duduk di kursiku dan menundukkan kepalaku. Ini memang kebiasaanku semenjak menginjak bangku SMA. Tidak ada satupun orang yang kukenal karena tidak ada temanku yang pindah ke SMA ini. Mungkin karena kacamata tebal yang bertengger di hidungku ini membuat orang-orang malas mengajakku berbicara. Selain itu, aku juga memang kurang bisa bersosialisasi sehingga orang yang mengajakku berbicara pasti kehabisan bahan pembicaraannya lalu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret
Teen Fiction"Aku tau kamu menyimpan rahasia. Aku dan kamu menyimpan rahasia. Tetapi aku tidak akan mencari tau tentang rahasia itu, begitu pula denganmu. Aku tidak akan menanyakan apapun soal itu dan itu berlaku juga denganmu. Tapi aku yakin, aku akan mengetahu...