Bagian ke 2

164 26 6
                                    

"Bangsat Lo Aksa." Zhifar mengumpati pelan temanya itu. Gara-gara tadi mereka tertangkap basah, dua remaja itu sedang mengelilingi lapangan yang luasnya tiada kira.

"Hehehe maap dong Par, nanti gue traktir bakso deh. Sepuasnya."

"Gak." Zhifar menjawab ketus sebelum ia mempercepat langkah larinya. Nanti pasti dia akan di marahi oleh Mamanya.

"Jipaarr jangan ngambek dong sayang, aku minta maaff." Angkasa mengejar Zhifar dengan sekuat tenaga. Dengan segala rayuannya pada sang teman.

***

"Hhhhh."

"I-ish k-kok sesek sih."

Angkasa menghisap inhaler nya dengan panik. Kamar mandi yang sedang kosong itu penuh dengan suara batuk Angkasa. Setelah tadi menyelesaikan hukumannya, Angkasa langsung dengan ribut meninggalkan Zhifar ke kamar mandi.

Remaja itu terduduk lemas di lantai setelah dirasa sesaknya mereda. Akhir-akhir ini entah kenapa asmanya itu terlalu sering kambuh. Tidak ada yang tahu tentu saja.

Angkasa buru-buru keluar setelah dirasa dirinya membaik. Ia harus pergi meminta uang jajan pada Kejora. Mereka memang tidak dikasih uang jajan secara terpisah, dan uang jajan itu di simpan di kejora.

"Ara lo dimana?" Angkasa berujar ngegas setelah panggilan tersambung kepada sang kembaran.

"Di kelas."

Setelah mendengar jawaban, Angkasa langsung mematikan sambungan telepon itu.

***

Kala itu mentari pulang, digantikan oleh sang rembulan. Saat angin terasa jauh lebih dingin menusuk tulang, di bawah naungan taburan permata berkelap-kelip di atas sana.

Mereka makan dengan sunyi. Sarah dan bagas belum pulang, atau mungkin tidak pulang.

Sarah membangun restoran dengan adiknya sudah dari sejak dulu, dan sekarang adalah masa jaya restorannya. Membuatnya sibuk dan jarang pulang. Atau mungkin sengaja menyibukkan diri?

Dan Surya, entahlah. Sejak dua tahun terakhir ini dia memang menjadi jarang pulang ke rumah. Surya hanya akan meluangkan sedikit waktunya di hari libur, itupun jarang. Angkasa tidak tahu karena memang tidak terlalu dekat dengan sosok papanya itu.

****

22.56
Angkasa masih belum bisa memejamkan matanya. Tubuhnya hanya berguling ke kiri dan kanan kasurnya itu. Bosan. Ia bangkit dari kasur dengan cepat, membuat kepalanya pusing sesaat. Mungkin Angkasa butuh eskrim untuk mengundang rasa kantuknya.

BRAKK

Pintu utama rumah itu terbuka kasar, membuat Angkasa yang ada di dapur terjengkit kaget.

"Aku udah pernah bilang ya sama kamu Mas, kalo kamu gak bisa luangin waktu kamu buat anak-anak, mending kamu ceraikan aku!!" Suara lembut yang sangat Angkasa kenal itu berujar dengan marah.

"Kita kan udah bahas ini berkali-kali Sarah, aku gak akan pernah ceraikan kamu! Kenapa kamu ngotot banget sih? Apa jangan-jangan kamu selingkuh di belakang aku ya? Ngaku kamu!!" Surya, laki-laki setengah abad itu membentak dengan telunjuk mengarah kepada istrinya.

"Kok malah jadi nuduh aku sih Mas? Bukannya kamu ya yang kayak gitu? Dulu kamu bilang kamu bakalan berlaku adil! Tapi apa sekarang, kamu makin jarang perhatiin anak-anak!!" Surya mengacak rambutnya yang sudah berantakan. Sungguh, ia sangat lelah dengan ini.

"Emangnya aku gak tau! Kamu juga jarang ada di rumah kan? Kita itu sama saja! Kamu gak bisa limpahin semua sama aku! Lagian gak merhatiin gimana sih? Aku tiap minggu juga gak pernah absen kasih uang jajan buat mereka." Mereka terus berdebat, tidak ada yang mau mengalah. Tanpa tau bahwa 'anak-anak' yang mereka perdebatkan itu juga menguping perdebatan mereka.

****
Kejora menghela nafas kasar, pertengkaran kedua orang tua mereka selesai sekitar sepuluh menit yang lalu. Dan kejora tahu Angkasa belum tidur-terdengar dari suara pintu kamarnya yang ditutup barusan-gadis tujuh belas tahun itu menyandarkan tubuhnya pada kursi yang didudukinya. Jarinya dengan gusar mencoba mengupas kulit dekat kukunya, tanpa sadar. Air matanya jatuh, menciptakan aliran sungai kecil di pipinya, Kejora sama lelahnya dengan mereka. Mereka tidak tahu s berapa banyak ia dan Angkasa berusaha. Mereka berdua sangat egois.

Kejora berdiri, ia harus menemui Angkasa.

Ceklek

"Sa?" Kepala kejora menyembul di balik pintu kamar Angkasa. Dan seperti dugaannya, Angkasa belum tidur. Kejora melangkahkan kakinya ke pintu balkon yang terbuka.

Angkasa memetik senar gitar di pangkuannya, mulutnya berujar lirih menyuarakan lirik lagu. Suara mengi dari nafas Angkasa terdengar jelas, itu sudah biasa. Kejora menduduki kursi kosong di sana, sembari meletakkan susu perisa strawbery di meja.

"Lo denger bunda sama ayah, tadi?"

Sebagai jawaban, Angkasa hanya mengangguk pelan. Tangannya tersodor mengambil susu kotak yang tadi di bawakan oleh sang kembaran. "Ra, gimana kalo mereka beneran cerai?"

Kejora terdiam, entahlah.

Tbc

Terimakasih sudah membaca

26 April 2023

Sartiknyaa silahkann

Kejora di Angkasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang