Bagian ke 3

155 28 2
                                    

Semoga kalian gak bosen ya 😖
soalnya ini narasinya banyak huhu
.
.
.
.

Pagi harinya, Kejora dan Angkasa sama-sama tidak sekolah. Angkasa demam, dan tidak mungkin Kejora akan meninggalkan Angkasa sendirian. Sarah dan Surya dari pagi tadi sudah pergi lagi.

Gadis dengan kaus oblong putih kebesaran itu membawa nampan berisi bubur dan susu. "Aksaa, makan dulu." Kejora meletakkan nampan bubur di atas nakas tempat tidur Angkasa.

Angkasa masih meringkuk dengan nafas pendek dan menginya. Tubuhnya terbelit selimut. Di dahinya tertempel plaster penurun demam. Kejora mengguncangkan tubuh Angkasa untuk membangunkannya.

"Bangun Sa. Makan dulu, minum obat." Kejora membuka tirai kamar Angkasa, membiarkan cahaya matahari menerangi kamar dengan cat abu abu, dengan banyaknya printilan-printilan basket.

Panas Angkasa sudah turun, hanya meninggalkan sesak nafas dan pilek. Angkasa jika demam memang seperti itu, siang panasnya turun, dan malamnya panas lagi. Pemuda itu bangkit dari kasurnya, membiarkan kakinya menjuntai kebawah.

"Aaraaa, gue gamau makan sama bubuurr!" Angkasa merengek dengan bibir mengerucut. Angkasa memang tidak terlalu suka bubur. Mual katanya, tidak enak.

"Banyak omong banget sih! Makan aja napa! Gue udah capek-capek masak juga." Kejora mendelik tidak suka pada Angkasa. Manja.

Dengan ogah-ogahan Angkasa mengangkat mangkuk bubur di nakas. Merasa bersalah padahal Kejora sudah merawatnya. "Lo gak sekolah Ra?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Tau ah! Pikir aja sendiri!"

***

Bosan. Hanya kata itu yang bisa mendeskripsikan keadaan Angkasa. Kejora sedang pergi ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Angkasa dan kejora itu beda jurusan. Angkasa IPS, dan Kejora IPA. Zhifar juga sedang tidak ada di rumahnya. Entah kemana Angkasa tidak tahu.

Remaja dengan tinggi 180 itu melempar bekas susu kotak strawberry nya yang entah ke berapa. Badannya terkulai malas di sofa ruang keluarga, memindah-mindahkan channel TV, karna kartun kesukaannya—Boboiboy sedang iklan.

Angkasa akhirnya bangkit, meninggalkan kartun Boboiboy yang sudah selesai tayang. Dengan langkah gontai ia kembali ke kamar. Berniat untuk tidur, lagi.

***

Di sekolah, Kejora itu sangat sibuk. Jabatannya sebagai wakil OSIS di SMA Pertiwi Bangsa membuatnya selalu di butuhkan dimana-mana. Apalagi Kejora itu cerdas, berbeda dengan Angkasa yang selalu membuat para guru menghela nafas dengan kelakuannya. 

Dan sekarang, saat dirinya sedang di ruang OSIS, setelah selesai rapat rutin dengan para rekannya. Kejora langsung berlari saat ada seorang siswa mengatakan bahwa Angkasa pingsan.

Memang tadi di rumah, Angkasa ngotot ingin pergi ke sekolah. Dan ia berjanji, tidak akan berbuat ulah yang membuat asmanya kambuh. Dan sekarang Kejora menyesal telah mengiakan permohonan kembarannya itu. Seharusnya gadis itu tahu, jika Angkasa tidak akan pernah mau diam, apalagi tentang basket—olahraga paling diminatinya.

Karena jarak dari ruangan OSIS ke lapangan basket tidak jauh, Kejora sampai dengan cepat, dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan. Gadis dengan rambut pendek itu melihat Angkasa sedang berbaring di atas berakar, siap di angkut kedalam mobil ambulans. Dari informasi yang Kejora dapat, Angkasa kehabisan nafas dan langsung pingsan saat bermain basket.

Cari masalah mulu lo Sa! Awas aja lo!

Pak Raka, guru bk berkepala gundul itu ikut masuk kedalam ambulans dengan Kejora. Setelah sebelumnya menelpon Surya.

***

Kelelahan, itu kata dokter. Setelah infusnya habis Angkasa bisa pulang ke rumah.

"Araa gue pengen pulang sekaraang." Angkasa berkata dengan nada merajuk. Angkasa tidak suka bau rumah sakit, Angkasa juga tidak suka suasana suram yang selalu ada di rumah sakit.

Kejora yang mendengan Angkasa terus merengek seperti itu jadi pusing sendiri. Ia mengacak surainya dengan kasar. "Iisshh lo tuh diem bisa gak sih? Ini tuh demi kebaikan lo sendiri! Makannya kalo di bilangin tuh nurut!!"

Angkasa yang mendengar itu langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat, merasa bersalah kepada kembarannya itu.

Gak tau diri banget lo Aksa!

"Kejora, Angkasa."

Itu Surya. Dengan langkah tegapnya Surya mendekati ranjang yang di tempati oleh Angkasa.

Kejora yang mendengar suara ayahnya itu sontak berdiri. Kaget karna biasanya apapun yang terjadi kepada anak-anaknya ayahnya itu tak pernah peduli. "Ayah."

***

"Kamu berhenti main basket. Ayah udah ngomong sama pembina kamu." Tegas Surya. Mereka dalam perjalanan pulang setelah dari Rumah Sakit.

Bagai di sambar petir, Angkasa menolehkan kepalanya kepada Surya yang ada di samping—sedang mengemudi. Seharusnya sebagai ayah Surya tahu bahwa basket adalah separuh hidup Angkasa. Ini mungkin terdengar menggelikan, tapi dia juga tidak ada bakat lain selain basket.

"Ayah apaan sih? Kenapa coba mutusin tiba-tiba kayak gitu!! Ini hidup Aksa!! Ayah gak perlu ikut campur! Biasanya juga gak peduli!" Protes Angkasa.

"Angkasa!! Jangan membantah! Ini semua juga demi kebaikan kamu!" Tanpa sadar Surya membentak Angkasa. Amarahnya pecah saat mendengan Angkasa berkata seperti itu.

"Terserah." Angkasa membuang muka.

Sedangkan Kejora yang ada di kursi belakang menghela nafasnya, tidak ada yang lebih mengerti daripada Kejora tentang cintanya seorang Angkasa pada basket. Tapi di sisi lain ia juga menyetujui keputusan Surya, karna bagaimanapun kesehatan Angkasa adalah yang paling utama.

Setelah sampai, Angkasa turun lebih dulu. Dengan langkah cepat menuju kamarnya, lalu menguncinya. Surya tidak berniat mengejar, ia pikir Angkasa akan membaik dengan sendirinya.

"Kejora, kamu bujuk sodara kamu ya, ayah mau pergi dulu. Masih ada kerjaan." Mobil yang di kendarai Surya mulai melaju lagi.

Tbc

Terimakasih sudah membaca

01 mei 2023


Aku agak kurang sreg sih sama part ini.
Kalo kalian ngerasa ada yang aneh, atau typo, atau kalimat yang kurang enak dibaca, komen aja ya. Kasih tau aku.

Kejora di Angkasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang