Bagian ke 9

112 16 4
                                    

"Maafin bunda ya, udah tinggalin kalian. Nanti bunda bakal sering sering kesini kok, mmm .. atau kalian bisa ngunjungin bunda disana." Sarah mengecup singkat sepasang anak kembarnya itu. Matanya berlinang, entah karena sedih atau mengantuk, mungkin semalam tidak cukup tidur. Di rumah yang akan semakin sepi itu hanya ada mereka bertiga, Surya sudah melengos saat merasa sudah tidak ada yang perlu di urusnya.

Beberapa hari setelah kejadian itu, keluarga mereka benar-benar berpencar sekarang. Dan dengan tiba-tiba Sarah berkata akan pindah luar negri untuk menyegarkan pikiran. Angkasa dengan seragam sekolahnya yang berantakan memeluk erat ibundanya itu, mengucapkan beberapa salam perpisahan dan ucapan-ucapan manis untuk Sarah.

"Bun, kita berangkat dulu ya, takut keburu masuk. Bunda baik-baik ya di sana, biar disini Aksa, Ara yang jagain. Semoga disana Bunda dapet apa yang bunda mau." Kejora menarik baju Angkasa setelah sesi pamitan itu selesai. Menyuruh Angkasa untuk cepat-cepat karena mereka sudah dikejar waktu. Walaupun nyatanya, hanya Kejora yang panik, Angkasa biasa aja karena ini sudah biasa untuknya.

***

Sekarang adalah hari terakhir menjalani ujian, jadi setelah pelajaran terakhir beres, Angkasa cepat-cepat memasukan pensil dan penghapus yang ia bawa kesaku dan pergi keluar kelas, meninggalkan Zhifar yang terkantuk meja saat berusaha mengejarnya. Remaja itu melambaikan tangan kepada kejora yang sudah menunggu di depan kelasnya yang lebih dekat dengan parkir daripada kelas Angkasa.

Mereka berencana untuk pergi jalan-jalan untuk merayakan kesudahan ujian mereka, entah ujian tulis atau ujian kesabaran mendengarkan lantunan bentakan-bentakan dari orangtuanya. "Mau kemana dulu?"

"Ke si Mamang Dadang dulu deh, pengen bakso pake sate gue." Mereka berjalan beriringan sambil memakai jaket yang sudah di bekal dari rumah untuk menutupi logo sekolahnya. Dikarenakan ini memang sudah direncanakan dari sebelum berangkat sekolah, Kejora juga tidak membawa motor matic kesayangannya.

*

"Nanti pas kuliah, kita tinggal bedua aja yuk!" Kejora lantas mendongkak, menghentikan giginya untuk menarik daging ayam dari tusukan sate itu. Mengangguk setelah mencerna beberapa kata kembarannya itu.

"Sekarang aja bisa gue mah." Kejora menyahut enteng seraya tangannya menyendokan kuah bakso penuh kecap miliknya.

"Eyy janganlah sekarang mah, gue khawatir aja gitu. Soalnya lo masih kicik. Kita tahan-tahanin aja di rumah bapak lo buat setahun ini." Mereka-sikembar dengan sang orangtua-sepakat agar Kejora dan Angkasa tinggal bersama Surya dan istri kedu- eh istri satu satunya Surya.

"Dihh gak ngaca banget, padahal tadi pagi leweh di tinggal bunda. Lagian kita cuman beda tiga jam bego! Sok jadi kakak banget lo!" Kejora menyahut sewot, padahal jarang-jarang mereka akur, ternyata emang jarang karena kelakuan Angkasa yang selalu menabur bensin pada api kecil Kejora.

Hari itu, mereka bercanda, tertawa, dan bersenang-senang. Mencoba melupakan sejenak masalah yang akan mereka hadapi selanjutnya, mereka akan berusaha terus berpegangan satu sama lain dengan erat. Karena Angkasa ada untuk Kejora, begitu juga sebaliknya.

***

"Gue mau main dulu ya." Angkasa memakai kembali jaket setelah mandi dan berganti baju. Pukul sepuluh malam, Kejora yang kaget karna kamarnya di buka secara tiba-tiba hanya mengerutkan kening heran. Mau kemana ia main jam segini.

"Sama Zhifar? Tumben di bolehin sama maminya." Kejora menghentikan Film action yang sedang di tontonnya, mengalihkan atensi penuh kepada kembarannya.

"Nggak lah, bukan sama Jipar, ada deh pokoknya. Lo gak bakalan tau dah, hehe gue minta duitnya dong ehehe." Angkasa menatap penuh harap pada Kejora yang memasang ekspresi jijik.

"Hiyy geli banget lo! Nih, awas aja gak pulang, nanti ketauan ayah mampus lo! Tutupin lagi pintunya." Kejora memberikan selembar uang warna merah pada Angkasa sebelum mendorongnya keluar secara paksa.

*

Sorak sorai manusia memenuhi gendang telinga Angkasa, bersahut-sahutan dengan suara deru motor yang semakin menambah ramai suasana malam ini. Angkasa menoleh pada pemuda di sampingnya-Hara-yang hanya memandang lurus jalanan yang dijadikan arena balap dadakan dengan kedua jarinya yang mengapit benda panjang ber nikotin.

"Mau coba?" Hara balas menoleh.

"Lo bisa pake motor gue." Lanjutnya kemudian sembari menunjuk motornya dengan dagu.

Angkasa sengaja tidak membawa kendaraan sendiri, entah apa alasan pastinya. Karena saat Hara tanya, ia hanya asal menjawab kalau kuda besinya itu gampang masuk angin.

Remaja itu terbatuk, mencoba memikirkan ajakan Hara sebelum akhirnya mengangguk setuju. "Kalo gratismah boleh deh."




Tbc

Terimakasih telah membaca

Terimakasih telah membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jadi gini ya manteman, aku emang orangnya gampang bosenan, gak tau deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jadi gini ya manteman, aku emang orangnya gampang bosenan, gak tau deh. Dan sekarang penyakit gampang bosen itu nyerang semangat nulisku, padahal aku udah list plot cerita ini sampe tamat. Dan up kali ini setelah sekian lama itu beneran butuh tenaga ekstra banget, buat aku ya ><
Tapi aku tetep paksain jadinya agak gitu deh wkwk

Dan sekarang, aku mau serahin aja deh sama kalian, mau lanjut apa enggak cerita ini?
Pokoknya aku bakalan terima bentuk usaha kalian, entah vote atau coment.

Sekali lagi makasih yang udah baca ^^

New chap nanti malam yaa 😁😁

10 juli 2023

Kejora di Angkasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang