Bagian ke 8

119 18 0
                                    

berteriak di atas tenggorokkan
Hujan serapah dan makian
Hancur lebih mudah dari bertahan
Ku pelajari sedari kecil

Suara kejora mengalun merdu, menghipnotis penonton yang membanjiri komentar layar handphone Angkasa. Dengan petikan gitar, dan dan dibarengi suara Angkasa yang berat, cover sepasang kembar yang live di salah satu media sosial berhasil melelehkan hati para pendengar. Akun media sosial Angkasa memang mempunyai beribu-ribu pengikut, entah dari sekolahnya, atau dari luar.

Ku sudah tau dari awal
Rasa takut masih kugenggam nyaman
Cinta dan jenisnya seperti seram
Ku pelajari sedari kecil

Dan dari situ cara pandangku
Melihat cin—

Brakkk

“Aku udah beberapa kali loh minta cerai sama kamu! Emangnya kamu doang yang capek sama hubungan ini hah?! Aku sakit hati! Aku capek! Aku kerja, terus balik ke rumah harus ngurus anak-anak. Aku udah gak tahan, kamu kalo pulang juga cuman cari masalah doang! Udah aku bilang aku mau cerai sama kamu!!” Angkasa dan Kejora terjengkit kaget. Isakan terdengar dalam rumah itu, mendorong mundur suasana damai yang asalnya hinggap. Lemparan benda berbahan kaca tambah memeriahkan atmosfer malam itu. Kejora mematung, sebelum  bergerak cepat mematikan kamera yang sempat merekam pertengkaran itu.

Telinga Angkasa berdengung, tangannya yang bergetar mencoba memeluk erat gitar di pangkuan. Sungguh, ini bahkan lebih seram dari film horor yang biasa di tonton olehnya dan Zhifar. Keadaan ini seolah memberi gambaran langsung dari lirik yang Kejora nyanyikan.

“Kamu itu terrus aja nyudutin aku! Seolah-olah aku doang yang salah di sini! Tapi kamu bahkan lebih salah tau gak? Kamu selingkuh Sarah! Kamu itu udah punya anak! Punya suami! Gak malu sama anak kamu? Sama tetangga?!” Surya berteriak, mengguncang tubuh Sarah yang mergetar karena tangis, berharap bisa menyadarkannya.

Sarah jatuh terduduk, tangisannya semakin kencang. Lelah sekali rasanya terus memulai pertengkaran yang mungkin tidak akan pernah menemukan jalan akhir. Ia butuh hiburan, sampai akhirnya menemukan ‘kebahagiaan kecil‘ dari seseorang, yang selalu menemaninya berkeluh kesah, yang menerimanya apa adanya.

Mereka terus bertengkar. Lagi lagi, nyatanya keduanya sama sama egois. Mereka hanya terus mempertahankan ego mereka, berdalih lelah dengan keadaan yang terus mencekik, tanpa menyadari bahwa benih yang dulu mereka tanam atas dasar cinta menjadi korban yang paling tersiksa. Benih yang mulai tumbuh besar, di tinggalkan begitu saja dengan mudah. Mereka terus berkoar satu sama lain, seakan mereka paling tersakiti. Walau kenyataannya, mereka hanya terus menyakiti satu sama lain.

“Kita harus pindah agama ke Hindu kali ya, supaya ada hari nyepi nya hahaha.” Angkasa melontarkan guyonan garing, mencoba memancing tawa dari kembarannya yang hanya diam. Angkasa menyadari kuku jari-jari Kejora yang terus berusaha mengelupasi pinggiran kukunya sendiri.

Angkasa beranjak, melettakan gitarnya di samping kursi, dan bergerak memeluk Kejora. Mencoba melepaskan kedua tangan kembarannya yang bertaut saling menyakiti, dan satu tangannya yang bebas mengusap lembut punggung Kejora. “Nangis aja gak papa, daripada ngelopekin kulit gini. Gak papa kok buat nangis.”

Malam itu, mereka semua terpuruk. Merutuki takdir yang seakan terus menyudutkan, membuat sesak. Berbarengan hujan dan guntur yang bersahutan, semesta seakan menertawakan, merasa terhibur oleh permainan takdir yang kejam.

****

“Heh heh! Kalian nonton live si kembar gak kemarin?”

“Hah? Kembar yang mana nih?”

“Ish masa gak tau sih, ituloh si Kejora sama si Angkasa. Mereka cover laguu.”

“Ohh gue nonton, tapi cuman bentar. Keburu di matiin, gak tau deh ada apa, kayak ada suara ribut ribut gitu. Jadi sama si Kejora buru buru di matiin.”

“Iya dihh padahal cover mereka bagus banget. Tapi, kalian penasaran gak sih sama suara ributnya? Gue mau buat teori ah di grup lambe turah sekolah.”

Angkasa melangkah ringan diantara banyaknya yang membicarakan soal live kemarin. Ternyata dia memang setampan itu sampai sampai jadi buah bibir semua orang. Sepertinya jika dia menyalon sebagai presiden, dia akan menang bahkan sebelum bersaing hanya karna ketampanannya.

Dan sedikit cerita untuk kemarin, akhirnya mereka benar-benar berpisah. Dari hasil menguping kemarin, sepertinya sang ibunda juga sudah mempunyai pujaan hati yang baru. Mungkin nanti Angkasa akan minta apartemen atau rumah untuk di tinggali berdua dengan Kejora, kecuali rumah itu.

"Woyy broo, belajar gak lo?" Zhifar tiba-tiba datang dan merangkul.

Angkasa sontak menampilkan cengiran menyebalkan "ehehe nulis doang gue, tapi dikit njir. Gue tuh sibuk, gak ada waktu buat kayak gini. Jadi buat ulangan mah bismilah aja cukup, kita serahin aja ke Allah SWT." Dengan sok alim, Angkasa menengadahkan pandangan sembari mengangkat tangan dramatis.

"Dih awas aja lu nyontek! Gue belajar dari kemaren, les sana sini."

"Gak lah, Jipar sayaangg. Asal kalo nilai lo gede traktir gue ajaa."

"Eh btw lo live apa nih kemarin, rame banget noh di lambe turah."

"Ohh biasa, kemaren kebetulan aja ada kucing sama anjing berantem, jadi ngecover gak sampe abis." Angkasa menjawab dengan menekan kata 'anjing' dengan sengaja.

"Ortu lo kali, malah nyalahin kucing sama anjing." Zhifar bajingan Alexianda ini memang suka ceplas ceplos kalo ngomong.

***

Tbc

Terimakasih telah membacaa

Yeayy up cepett

15 juni 2023

Kejora di Angkasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang