Bagian ke 6

142 21 1
                                    


"Ra!"

Kejora menghentikan langkahnya saat mendengar seseorang memanggilnya. Gadis itu mengangkat salahsatu alisnya—tanda bertanya.

Zhifar menumpukan tangannya pada lutut, mengatur nafas. "Aksa masih sakit?"

"Lohh, nggak masuk dia? Tapi tadi pas gue berangkat dia juga udah pake seragam kok." Kejora heran, entah apa mau anak itu. Diam di rumah karna sakit gak mau, tapi ke sekolah gak sampe sampe.

Haduhh

"Tadi udah coba gue telpon tapi gak aktif. Biasa kalo mau bolos di ajak gue, tumben banget." Zhifar mengoceh khawatir, tangannya mengusak rambut tanda frustasi.

"Tenang dulu, nanti gue coba hub—"

"Kejora! Lo di panggil sama ketos tuh!"

****

Kejora memarkirkan motor maticnya, capek sekali rasanya. Ngomong-ngomong soal Angkasa, ia tahu Angkasa tadi di hukum karena ketahuan merokok di warung belakang. Kejora tidak habis pikir dengan cara kerja otak kembarannya. Tidakkah ia tahu bahkan hanya menghisap asap rokok saja sudah sangat bahaya baginya.

"SARAH!" Kejora terperanjat kaget, gadis dengan seragam sekolahnya itu dengan cepat memasuki rumah.

"AYAH UDAH!" Layangan tangan Surya tertahan di udara, Kejora dengan cepat menepis tangan ayahnya, dan memeluk Sarah yang sudah di banjiri dengan air mata.

Kejora tahu semua, bahkan sebelum Sarah tahu. Ia yang menjadi saksi keromantisan Surya dengan Dita—selingkuhan, tidak. Istri kedua Surya.

Dulu, sebelum Dita sah menjadi istri kedua Surya, ayahnya selalu membawa Dita ke rumah. Entah kebetulan atau di rencanakan, selalu hanya ada Kejora di rumah.

Dengan berbekal ancaman dan ucapan manis, Kejora yang saat itu masih berusia tiga belas tahun, mengangguk patuh. Belum begitu mengerti bahwa saat itu adalah awal kehancuran keluarganya.

Sebelum kemudian, dua tahun lalu. Surya dengan resmi meminang Dita, tanpa memberi ruang kepada Sarah untuk menolak. Sarah hanya di beritahu, bahwa suaminya ingin menikahi perempuan lain. Tanpa ada hak untuk menolak.

Secara alami, hal itu di rahasiakan dari Angkasa. Tapi memang, sebaik baiknya bangkai di tutupi, pasti akan tercium juga.

Dan sekarang, seperti deja vu, Angkasa termenung. Mendengar semua pertengkaran orang tuanya. Bodoh sekali mereka, jika berfikir bahwa Angkasa bisa tidur. Berbaring saja sangat tidak nyaman, apa lagi dengan backsound teriakan keduanya. Angkasa merasa sangat menyedihkan, saat tahu hanya dirinya saja yang tidak tahu. Perasaannya porak poranda tak tahu arah, ia tidak tahu kedepannya akan bagaimana.

****

"Ku hamil duluan, sudah tiga bulann~" Angkasa menyuapkan eskrim ke mulutnya, tangannya bergerak cepat menulis aksara-aksara yang terlihat agak berantakan itu. Dua hari telah berlalu sejak serangkaian kejadian itu, masa skors Angkasa juga habis. Dirinya sudah baikan, dan untuk masalah 'itu', Angkasa mencoba untuk tidak peduli.

Angkasa menaikkan satu kakinya pada kursi. Besok ujian kenaikan kelas, makanya Angkasa duduk di meja belajarnya dan menulis contekan, untuk besok. Berbeda dengan Kejora yang akhir akhir ini sibuk, karena berusaha mempelajari semua pelajaran dari semester satu.

Angkasa meregangkan tubuhnya, mulai beranjak saat di rasa eskrim nya habis, dan tugasnya selesai. Ia sendirian di rumah, orang tuanya kerja, dan Kejora sedang ke perpustakaan kota. 

Tuttt

Tuttt

Ponsel Angkasa berdenging panjang saat ia mencoba menelpon Zhifar.

"Halo? Par, mainn yukk!! Gue traktir rokok dehh."

"Halo, ini maminya Zhifar. Zhifarnya gak dibolehin main dulu, harus belajar soal nya."

"I-iya deh tante, maaf ganggu ya tante, hehe." Cowok itu menjawab dengan canggung. Tak menyangka jika mami-nya Zhifar yang mengangkat. Zhifar itu anak tunggal dari single mom, jadi memang mami-nya itu agak tegas. Tidak seperti dia yang di bebaskan tak jelas.

Angkasa mengambil jaket dan kunci motornya. Menghubungi Kejora, meminta izin untuk mengambil uang di kamarnya.

****

Angkasa memberhentikan motornya di taman, sambil membawa jinjingan kresek makanan. Setelah mendudukkan bokongnya di salah satu kursi di sana, remaja itu mulai membuka kresek jajannya. Eskrim stroberi, susu stroberi, dan beberapa snack perisa stroberi lain.

"Apang, atu mau tatu boleh?"

"Hm?" Cowok dengan t-shirt putih dan jaket abu itu mengangkat salahsatu alisnya, merasa tidak mengerti dengan omongan bocah—sekitar dua tahun—di depannya.

"Ohh kamu mau?" Setelah beberapa kali mencerna perkataannya, akhirnya ia mengerti. Dan anggukan kecil bocah itu membuat ia terkekeh gemas.

"Nih, nama kamu siapa?" Angkasa menyuapkan jelly berbentuk bintang.

"Nama atu, Ken." Angkasa membawa bocah itu kedalam pangkuannya, mengajaknya menonton Boboiboy.

"Apang tuka nonton popoipoy? Ken cuja tukaa!" Ken berteriak kegirangan, mulut kecil itu terus mengoceh, sedangkan Angkasa hanya mendengarkan dengan sesekali tertawa kecil.

"Keenn!! Keennn!! Ayo pulang nak, ayah mau kerja lagii!!" Suara itu. Angkasa menghentikan tawanya. Ken berusaha turun dari pangkuannya, ingin menghampiri ayahnya yang memanggilnya.

"Ayaahh! Atu tinii!! Ladi nonton popoipooyy!!" Ken berseru semangat, tangannya terangkat ke atas.

Huhh ya Tuhan, plotwins sekali hidupnya.

****

Terimakasih telah membacaa

Sebelumnya, aku mau ucapin makasih buat yang support aku, vote sama komen cerita aku huhu.
Aku gak nyangka sebenernya ada yang baca cerita ga jelasku ini.
Aku gak bakalan maksa kalian buat vote, karna aku sebagai pembaca juga ngerti kok.
Kalian udah baca aja aku udah seneng hehe.
Terus, kalo ada yang ngejanjel, typo atau apapun itu, komen ya, supaya bisa aku benerin.
Makasih..

02 juni 2023

Kejora di Angkasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang