Bagian ke 7

112 19 2
                                    

Suasana kafe terasa mencekam, Angkasa kembali menyesap jus strawberry yang di pesannya. "Kalo nggak ada yang mau di omongin, Aksa pergi."

Pergelangan tangan Angkasa di cekal bahkan sebelum cowok itu berdiri sempurna. "Maaf, maaf buat semuanya. Maaf karna kemarin ayah nampar kamu, dan maaf karna gak bisa menjadikan bunda kamu satu satunya yang ayah cintai. Ini mungkin kedengeran menggelikan, tapi ayah janji. Ayah bakal tetep berusaha pertahanin hubungan ayah sama bunda kamu, begitupun dengan mama Dita."

Lebih dari menggelikan tau nggak Sur

Angkasa hanya bisa berdialog dalam hati, gemas sekali sebenarnya, ingin mengunyel ngunyel pipi ayahnya. Tapi ia tahan karna bagaimanapun ayah tetap seorang ayah. Jujur saja, ia tidak percaya dengan ucapan paruh baya dihadapnya. Karena Surya sudah punya beribu janji kepadanya yang tidak di tepati. Dan ia tidak ingin berharap lagi.

"Aksa gak papa kok, soal kemarin. Tapi untuk yang satunya, Aksa harap ayah gak maksain, mending melepaskan dari pada dipaksakan tapi ayah sendiri kewalahan. Aksa sama Kejora bakal mencoba buat ngertiin keadaan kalian, kita juga mau yang terbaik buat kalian. Bay the way, kali-kali ajak Ken kerumah ya, Aksa duluan, harus belajar, buat ulangan besok." Sehabis mengucapkan itu, Angkasa melenggang pergi, meninggalkan Surya yang duduk termenung. Mencoba menyaring kata-kata yang barusan di ucapkan oleh sang anak. Sebelum kemudian ia juga bergegas pergi mengingat tadi ia meninggalkan Ken dan ibunya di taman.

***

Malam sudah menunjukan diri, bintang-bintang berserakan di langit mengelilingi bulan yang terasa angkuh dengan cahayanya. Angin berhembus walau lembut, tapi dinginnya serasa bisa membuat kulit Angkasa beku. Entah dimana jaket yang tadi dipakainya siang, setelah di kafe tadi, Angkasa tidak membawa sisa jajanan yang tertinggal di taman, dan mungkin jaketnya ikut tak terbawa.

Angkasa memelankan laju motornya saat kuda besi itu sudah sampai di pelataran rumah. Nafasnya memberat, dengan sesekali di selingi batuk. Mungkin ini karena ia yang berkendara tanpa jaket, atau mungkin karena ia sempat mampir di warung kopi yang di penuhi oleh asap rokok. Entahlah ia tak peduli.

Sunyi. Itu yang Angakasa rasakan saat pintu utama ia buka. Ia tidak tahu apakah Kejora sudah pulang atau belum. Akhir-akhir ini hubungan keduanya terasa lebih jauh. Entah hanya perasaan Angkasa atau bukan, tapi Kejora selalu menghindar. Mungkin ia merasa bersalah karena tidak pernah cerita tentang Surya, Angkasa tidak bisa memikirkan alasan lain selain itu. Angkasa menaiki tangga menuju kamarnya, langkahnya pelan, nafasnya sesak, kepalanya pusing, dan badannya terasa sangat lemas. Keadaan rumah yang tidak ada siapa-siapa semakin memperburuk keadaan.

***

Uhukk

Uhuk

Hhhhhh

Di bawah lampu kamar temaram, Angkasa meringkuk. Tangannya yang mengepal memukul-mukul dada yang terasa perih. Karena merasa sangat capek, remaja jompo itu melupakan obatnya. Angkasa beringsut berdiri saat merasa nafasnya semakin susah di hela, dengan tergopoh-gopoh ia mencari inhalernya yang lupa disimpan di mana.

Cowok itu hampir saja menangis, sebelum seseorang membuka pintu kamarnya dan segera membantunya menghirup inhaler yang dibawanya. Kejora, gadis itu terbangun karena suara batuk yang terus menerus di kamar kembarannya. "Lain kali sebelum tidur itu minum obat dulu, masa masih harus di ingetin sih kayak gitu doang. Terus inhalernya jangan lupa di simpen di sisi kasur, malah di taruh di mana aja. Untung ada gue, gimana coba kalo semisal gue gak ada? Mau mati lo?"

Kejora membantu kembarannya kembali berbaring di kasur. Meraba dahinya dan membenarkan selimut yang membungkus tubuhnya. "Coba cengkat dulu, ini bantalnya tumpukin biar gak terlalu sesek." gadis itu menumpukkan beberapa bantal di tempat kepala Angkasa berbaring.

"Gue berani kayak gini karna gue tau kalo lo gak bakalan biarin gue mati di sini, Ra." Mendengar ujaran lirih Angkasa, tanpa pikir panjang tangan lentik Kejora bergerak menjitak dahi Angkasa yang terasa hangat.

"Iya, Alhamdulillah gue ada. Gimana kalo suatu saat gue gak ada, dan kebiasaan lo masih kayak gitu? Yang kayak gini itu gak bisa di anggap enteng, lo harus biasain dari sekarang." dengan bersungut-sungut Kejora menjawab. Sungguh, ia tidak habis pikir dengan kelakuan kembarannya.

"Hehe, lo mana bisa ninggalin gue lama-lama."

"Halah, elo kali itu mah! Udah tidur lagi sono! Gue ngantuk."

"Ra." Kejora yang semula sudah beranjak dari kursi belajar Angkasa, menghentikan pergerakkannya, berdehem pelan mendengar panggilan Angkasa.

"Lo jangan ngindarin gue ya, gue gak marah kok, soal lo yang gak cerita masalah ayah. Gue ngerti, gue emang gak bisa hidup tanpa lo Ra, jadi jangan pergi ya!" Angkasa berkata sambil memejamkan mata, merasa kantuk sudah mulai menyerang.

Gue serius Ra

***

Tbc

Terimakasih sudah membaca




Makin gak jelas aja perasaan
Mohon kritik sarannya








12 juni 2023

Kejora di Angkasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang