Epilogue

839 81 5
                                    


"Mau lihat!" Michi menunjuk-nunjuk bersemangat.

"Ehh..." Shinichi menggendong putrinya yang berusia enam tahun itu, "sudah kelihatan?"

"Uhm," Michi mengangguk.

Michi merupakan hadiah kelulusan Shinichi dari sekolah hukum enam tahun lalu. Shiho menghadiahinya kotak berisi test pack positif di hari kelulusannya. Mereka akhirnya menikah secara sederhana dan Shinichi memboyong Shiho yang hamil kembali ke rumahnya di Beika agar ada yang menemaninya selama dirinya bekerja.

"Semua ini siapa Otosan?" tanya Michi melihat pigura-pigura yang tergantung di dinding. Mereka saat itu sedang ada di museum.

"Mereka semua adalah pemimpin-pemimpin pada jaman shogun," jawab Shinichi.

"Shogun itu apa?"

Shinichi terkekeh sambil mencium putrinya, "tunggu sampai kau belajar sejarah nanti, oke?"

"Uhm," Michi mengangguk.

Shinichi menghampiri pigura yang tampaknya telah menarik perhatian Shiho.

"Tokugawa Ienobu," ucap Shinichi bahkan tanpa perlu membaca namanya.

Shiho melipat lengannya, "benar-benar persis kan? Suatu keanehan lain bahwa yang kita alami bukanlah mimpi,"

"Eh," Shinichi memandang lekat-lekat lukisan itu. Pria pemimpin Dinasti Tokugawa yang menjadikan Ejima sebagai selir kesayangannya. Pria yang telah menghukum mati Shinichi dan Shiho di jaman edo.

"Melihat tahunnya, ia meninggal kira-kira dua tahun setelah Ejima dan Ikushima meninggal," Shiho memandang suaminya, "setelah kita pergi,"

"Dan seingatku tidak ada pengganti yang lama setelahnya, putranya yang masih kecil hanya memimpin selama dua tahun saja,"

"Uhum," Shiho mengangguk.

"Hati-hati, bawa ke ruangan itu!" mendadak terdengar suara dari para petugas yang sibuk membawa pigura kotor masih tertutup tanah.

"Ada apa ya?" Shiho bertanya-tanya.

"Mungkin penemuan baru, ayo kita lihat," ajak Shinichi.

Mereka akhirnya ke sebuah ruangan besar dan terang dengan peralatan pembersih super canggih, khusus untuk menangani barang-barang artefak.

"Aanoo permisi, ada apa ya?" tanya Shinichi pada salah satu petugas museum.

"Oh ada penemuan baru," kata petugas museum.

Para pengunjung lain jadinya ikut berkerumun karena ingin tahu.

"Penemuan apa kira-kira?" tanya Shinichi lagi.

"Bila melihat bentuknya sepertinya sebuah lukisan, kemungkinan dari Dinasti Tokugawa, tapi kami baru bisa memastikannya setelah pembersihan,"

Dengan alat dan cairan khusus mereka menyemprot tanah-tanah yang ada di permukaan pigura. Pengunjung tampak berminat, jadi mereka juga bisa belajar cara membersihkan artefak.

"Sebentar lagi selesai dan lukisannya akan diangkat, digantung untuk dikeringkan," kata petugas museum yang ramah.

"Oke, angkat sekarang,"

"Satu dua tiga!"

Lukisan yang sudah bersih itu dijembreng tinggi ke atas.

Semua pengunjung melongo, termasuk Shinichi dan Shiho.

"Okasan!" Michi menunjuk lukisan tersebut dengan riang.

Para petugas museum memandang lukisan itu dan wajah Shiho bergantian.

Lukisan itu adalah lukisan hitam-putih Ejima. Wajah Shiho versi jaman edo yang mengenakan kimono dengan rambut tersanggul rapi dihiasi oleh tusuk konde kupu-kupu yang indah. Lukisan itu kemungkinan dibuat oleh Tokugawa Ienobu sebelum meninggal, dalam kerinduannya akan kepergian Ejima.

"Tertulis Ejima Yang Dirindukan, dia benar-benar mirip anda Nyonya," kata petugas museum pada Shiho.

Shiho jadi salah tingkah, terutama para pengunjung juga jadinya penasaran.

"Dia meninggal karena rindu rupanya," goda Shinichi di telinga istrinya.

Shiho menyikutnya, "anooo.... Ya mungkin saja kebetulan mirip. Wajar saja bila ada orang mirip-mirip di dunia ini. Suamiku sendiri Kudo Shinichi wajahnya pasaran. Dia mirip pesulap Kaito dan si atlet kendo Okita,"

"Oi oi... wajahku pasaran?" desis Shinichi.

Shiho tak menghiraukannya, ia menggandeng lengan suaminya seraya beranjak pergi dengan senyum manis, "tak usah diambil pusing,"

"Mungkin kau turunan Ejima?" celetuk salah satu pengunjung.

"Ah tak mungkin, ibuku orang Inggris," sahut Shiho seraya menggeret Shinichi buru-buru pergi.

Mereka baru bernapas lega saat sudah tiba di mobil.

"Besok-besok pasti ada artikel aku diduga melakukan travel time," gerutu Shiho.

"Yah, tidak salah-salah amat sih. Mungkin kita memang melakukannya,"

"Takuu..."

"Wah ngeri fansmu dari jaman edo, betapa beruntungnya aku jadi suamimu bukan?" ucap Shinichi seraya nyengir memandang istrinya.

"Tidak lucu,"

"Oi ngomong-ngomong,"

"Apa?"

"Kau tidak merindukannya kan? Ienobu itu?"

"Yang benar saja!" Shiho mencubit keras lengan Shinichi.

"Ya ya ampun sakit Shiho!" ringis Shinichi.

"Berhenti menggodaku! Sementara wajahmu sendiri merona kalau si genit Miyaji sedang menggodamu, jangan kau kira aku tidak tahu!"

"Ampun Shiho ampunn..."

"Bikin kesal saja,"

"Okasan okasan..." Michi mendadak memunculkan kepalanya.

"Nani?" suara Shiho berubah drastis jadi manis.

"Okasan cantik sekali dengan kimono tadi, Mi-Chan juga mau pakai yang seperti itu donk,"

"Eh boleh. Nanti kalau festival musim semi, Mi-Chan pakai kimono ya,"

"Yang warna pink ya Okasan,"

"Oke,"

"Sama Okasan juga ya?"

"Hai hai... Nanti kita pakai sama-sama,"

"Hore!"

"Aku yang minta tidak dikabuli, giliran Michi yang minta langsung dituruti," gerutu Shinichi.

Shiho membuang muka, "aku hanya tidak mau copy paste dari kebiasaan mantanmu setiap festival musim semi,"

Shinichi memutar bola matanya, "padahal keinginanku tidak ada hubungan dengan itu,"

"Sudah cepat jalan. Aku lapar. Pasang safetly beltnya ya Mi-Chan,"

"Hai!" sahut Michi.

Shinichi pun mulai melajukan mobilnya.

"Ne Shiho," kata Shinichi sambil jalan.

"Nani?"

"Michi sudah, Yuichi kapan?"

"Ya ampun, perasaan baru langsing,"

"Udah enam tahun lho,"

"Kupikirkan nanti,"

Shinichi berdecak belagak merajuk, "sepertinya kau lebih manis di jaman edo,"

Shiho mengangkat sebelah alisnya.

"Bisa tidak ya pinjam Permaisuri Hiroko sebentar ke sini," Shinichi berandai-andai.

Shiho berdehem, "aku masih menyimpan resep APTX 4869,"

"Ya ya ampun Shiho,"

Love Transcends TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang