"BAGAIMANA MUNGKIN KALIAN TAK TAU?!" Amuk Iman pada pekerjanya yang sudah berjejer.
"Nyo-nyonya pergi sebelum saya datang." Anna menunduk takut akan kemarahan Iman, pasalnya ia benar-benar tak mengetahui apa-apa. Sedari ia sampai hingga saat ini ia tak melihat kehadiran Bianca di rumah. Bahkan saat ia sampai keadaan rumah masih gelap seperti sebelum adanya kehadiran Bianca.
"Stupid!"
_____________________________________________________________
Disisi lain Bianca menatap hamparan awan biru dari jendela pesawat, datang sendiri dan pulang pun sendiri agaknya itulah yang di renungi wanita berhijab itu. Ia tak menyangka ia akan kembali secepat ini bahkan belum ada 1 tahun ia bersama laki-laki itu, oh atau mungkin belum ada 6 bulan. Tanpa sadar air mata kembali membasahi pipi lembab Bianca, perlakuan manis dan buruk Iman terlintas bergantian bak kaset rusak yang terus saja menggerogoti relungnya. Ia benar-benar membenci laki-laki itu, jangankan untuk kembali bersama membayangkan wajahnya saja sudah membuat Bianca muak.
Tak terasa setelah hampir belasan jam di dalam pesawat Bianca akhirnya bisa kembali menjejakan kakinya di tanah air. Rindu ia benar-benar rindu pada keluarganya tapi tak sekarang. Sudah pasti menyadari Bianca tak ada di rumah Iman pasti langsung menghubungi keluarganya dan Bianca sedang tak ingin melihat bahkan mendengar apapun tentang laki-laki itu.
"Kamu masih gamau cerita?" Bella menatap Bianca yang hanya diam menatap keluar jendela kaca caffe. Ya setibanya ia di Bandara Bella lah orang pertama yang ia temui. Bukan untuk berkeluh hanya saja untuk menemaninya. "Bi kamu dah 1 jam diem kaya gini, seenggaknya kasih tau aku ini kenapa?"
"Buat sekarang aku belum bisa cerita Bel, maaf ya."
"Huft it's okay, tapi inget kalau kamu butuh apa-apa atau siap buat cerita jangan mikir dua kali buat kabarin aku."
"Thank you ya Bel."
"Iya, jadi sekarang kamu mau pulang?"
"Buat sekarang aku bakal tinggal di apartemen ku dulu Bel. Mungkin setelah beberapa waktu baru aku bakal balik ke kampung."
"Lakuin apa yang menurut kamu baik Bi, aku bakal selalu dukung." Bela menggenggam tangan Bianca bak memberi energi dan semangat pada sahabatnya itu. Ia tak tau apa yang sebenernya terjadi pada Bianca, namun melihat wanita itu yang tampak tak baik-baik saja ia yakin pasti ada hal tak mengenakkan yang sudah terjadi.
"Kenapa sih kamu baik banget." Ucap Bianca tiba-tiba menjadi emosional.
"Loh loh apasih, aku belum bantuin apa-apa padahal." Balas Bella kesal pada Bianca yang malah membuat sahabatnya itu menangis campur tawa.
"Aaaa Bella aku sayang kamu." Ucap Bianca sudah mengulurkan kedua belah tangannya bak ingin memeluk.
Saat keduanya asyik dengan momen hangat mereka tiba-tiba saja sebuah ponsel berbunyi, tentu itu bukan milik Bianca karna sesampainya di Indonesia ia langsung membuang sim card nya.
"Bentar," Ijin Bella mengangkat telepon nya, wanita berhidung runcing itu tampak berdialog dan sesekali mengerutkan dahinya.
"Yaudah sebentar, aku kesana." Saut Bella akhirnya sebelum ponsel ia matikan.
"Kenapa Bel?"
"Ada yang mau ketemu di klinik, kamu mau ikut gak? Nanti sekalian aku antar pulang."
Bianca terdiam cukup lama sebelum pada akhirnya menggeleng. "Gak papa Bel, kamu duluan aja. Aku masih mau mesen beberapa makanan, lagian kalau pulang sekarang bisa mati kebosanan nanti aku di apart."
"Ih kamu kan bisa ikut ke klinik ku, ayok. Ngapain disini sendirian, nanti pesenanmu di bungkus aja." Paksa Bella, itulah sisi lain dari wanita cantik ini. Benar-benar pemaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Belongs You? [On Going]
RomanceA bond that begins with doubt and is full of secrets. Takdir yang sangat membingungkan, semuanya bak drama serial yang sulit ku percaya. Mata coklat keemasan yang begitu memikat, sikap misterius yang membuat ku jatuh terjerembab dalam sebuah ikatan...