Bab 6

39 9 0
                                    

What Happen

Aku duduk di ranjang kamar. Setelah keseharian yang cukup sibuk malam ini aku memilih duduk dikamar untuk kembali membahas tentang rencana sepihak yang menjadi titik persoalan kami tadi pagi. Saat ini aku menunggu pria itu yang masih sibuk di kamar mandi membersihkan tubuhnya.

Ya aku masih memanggilnya pria itu karna bagiku dia masih orang baru yang sangat asing bagiku, dan satu hal lagi selama kami menikah aku tidak pernah melepas hijabku darinya bahkan saat tidur sekalipun. Kalau ada yang bertanya apa alasannya akan kujawab karna aku belum siap.

Ceklek..

Dia keluar dari kamar mandi sudah menggunakan pakaian tidurnya dengan rambut yang masih agak basah.

"Kamu belum tidur?" tanyanya menatapku yang masih terduduk di ranjang yang ku balas dengan gelengan.

Dia melangkah mendekatiku membuat indra penciumanku bisa mencium aroma shamponya dan harum tubuhnya yang menjadi satu, tubuhku memanas karna ini kali pertama aku berada dalam situasi seperti itu.

Terlalu dekat

Ya posisi kami terlalu dekat bahkan dia duduk tempat di hadapanku dengan wajah datarnya menatapku intens membuatku menjadi dilanda rasa gugup.

"Ada apa?" tanyanya membuatku berdehem beberapa saat sebelum berujar.

"Ya aku setuju dengan rencanamu," kata ku padanya yang masih mendengarkan dengan seksama.

"Tapi dengan satu syarat," kataku membuatnya menaikan alis tebal rapinya. "Aku boleh pulang kapanpun aku mau."

Dia diam tak menolak ataupun menyetujui dan terus menatapku intens membuatku jadi kembali gugup bahkan saat ini jantungku berdegup sangat kencang. Dapat kurasakan tubunya semakin condong kearahku membuatku sedikit memundurkan punggungku hingga menyentuh sandaran tempat tidur.

No no, jangan sekarang. Aku belum siap

Aku menahan dadanya. Tubuhku kembali memanas saat menyentuh dadanya yang keras dan berotot. Dia menatap sentuhanku pada tubuhnya dan dapat kulihat seringai di wajahnya yang tak ku ketahui apa maksud dari seringai aneh itu.

"Sekarang belum waktunya," katanya dengan seringai itu.

Apa-apaan ini harusnya aku yang bilang begitu.

Dia kembali menjauh memberi jarak padaku sebelum bangkit dari ranjang membuatku menghela nafas lega.

"Besok aku akan menyuruh Harris untuk mengurus segala keperluanmu," katanya.

"Harris siap..—"

Blam..

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku pria itu sudah lebih dulu keluar dari kamar entah pergi kemana. Aku menyusulnya dan saat aku keluar kamar rumah tampak ramai dengan saudara-saudara ibuku dan bapak yang ada di ruang tamu serta Dita, Ihsa, bang Wahyu dan Kak Laras yang bercanda bersama Keanu membuatku tersenyum saat melihat pemandangan itu.

"Oh jadi ini menantumu itu Mba?" tanya Bibiku ibu Intan sepupuku yang beberapa waktu lalu hampir merusak hidupku.

Ibu menjawab pertanyaan yang lebih seperti sindiran cemburu itu dengan senyuman bangga, "Iya Jeng dia Iman suaminya Bianca."

Tunggu dulu, tapi mengapa semua orang tua itu menatapku?

"Ekhm.." aku hampir terperanjat saat mendengar deheman keras di balik tubuhku membuat Ihsan, Dita, dan Kak Laras terkikik, apanya yang lucu.

"Bule ya Bi?" tanya adik Mamaku dengan senyum senang bagaimana tidak seumur-umur baru kali ini keluarga besar kami menikah dengan orang luar di tambah lagi orang luar itu memiliki wajah yang ketampanannya sulit di jabarkan.

How Can I Belongs You? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang