Marige Day
Aku berjalan memasuki apartemenku dengan perasaan campur aduk dan beberapa kali merutuki kebodohan yang telah kulakukan, bagaimana bisa aku melakukan hal gila itu dan bahkan aku sendiri tidak berfikir terlebih dahulu siapa yang ingin aku ajak masuk dalam kegilaanku.
Beberapa jam yang lalu....
Aku duduk di kursi berhadapan dengan pria yang duduk di kursi kebesarannya dengan wajah tanpa ekspresi, aku rasanya sangat terjepit sekarang bicara sesuatu hal yang aneh dengan pria yang sedari tadi hanya diam tanpa bernian untuk memulai pembicaran dengan mata yang tidak lepas menatapku, ruangan yang sangat luas sekarang terasa begitu sangat sempit bagiku.
"Bisa kita mulai?" Ujarnya yang sedari tadi kutunggu-tunggu.
"Hm..saya kesini ingin membahas soal tawaran dirumah sakit waktu itu,"Ujarku menatapnya yang masih tidak menunjukan reaksi apapun.
"Lalu?"
Aku mengatur nafasku, tampaknya aku hanya akan membuang waktu karna sedari tadi lawan bicaraku yang tidak bereaksi.
"Begini saya setuju dengan tawaran itu, saat itu keadaan saya berbeda sehingga saya mencoba mengabaikan semuanya dan sekarang semuanya...-"
Melihat aku yang terdiam karna kehilangan kata pria menaikan alisnya seperti menunggu sambungan dari ucapanku,"Semuanya?"
"Intinya saya setuju,"Ucapku cepat tanpa sadar dengan apa yang aku katakan, aku langsung merutuki diriku tentang apa yang aku katakan sedari tadi, pria itu menatapku dalam diam tanpa sepatah katapun membuat aku sadar bahwa diamnya ia menyiratkan sebuah penolakan.
"Mungkin saya yang berharap lebih,"Ujarku kembali setelah ke heningan yang begitu lama.
"Kalau begitu saya permisi, maaf karna telah mengganggu waktu anda,"Ujarku sebelum melarikan diri dengan rasa malu yang sudah di ubun-ubun meninggalkan pria itu yang mungkin berpikiran macam-macam tentangku, berfikiran bahwa aku seorang dokter gila yang menganggap racauan pasiennya adalah sebuah keseriusan.
Flashback off
Dering telpon menarikku kembali sadar keluar dari lamunanku yang entah kapan tak kusadari, saat mendengar telepon apartemenku itu tak henti-hentinya bersuara karna risih aku pun segera mengangkatnya berada di meja nakas.
"Hallo, siapa ya?" Tanyaku langsung pada orang di sebrang telpon.
"Ini aku," Jawab suara tidak asing itu ketus yang membutku menyadari si pemilik suara.
"Bella, tumben kamu menelfon ke apartemen kenapa tidak keponselku," ujarku terheran, karna jarang-jarang ia mau menelpon ke apartemen di tambah lagi panggilan luar negri.
"Kalau ponselmu bisa ku hubungi mungkin aku tida akan menelepon ke apartemen mu sekarang Bi," Ujarnya membuatku langsung menepuk kening aku baru sadar bahwa sedari tadi ponsel yang ku bawa dalam keadaan mati dan tidak sempat untuk ku carger.
"Oh maaf, ponselku mati dan aku lupa mengisi daya ponselku," Jawabku yang dibalas omelan panjang olehnya.
"Kau membuat ku khawatir Bi, untung aku menelpon tepat saat kau masih berada di apartemen kalau tidak?"
"Ya aku minta maaf, oh ya ada apa kau menelfonku?" Tanyaku lagi membuatnya diam beberapa saat.
"anything Bel," Tanyaku yang curiga melihatnya diam terlalu lama.
"Maafkan aku Bi, sepertinya aku tidak akan bisa hadir di acara pernikahanmu," Ujarnya tersirat nada sedi disana,"Aku benar-benar tidak tau, aku diberitahu secara mendadak."
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Belongs You? [On Going]
RomanceA bond that begins with doubt and is full of secrets. Takdir yang sangat membingungkan, semuanya bak drama serial yang sulit ku percaya. Mata coklat keemasan yang begitu memikat, sikap misterius yang membuat ku jatuh terjerembab dalam sebuah ikatan...