Toilet Sekolah

10.8K 131 2
                                    

Halo semuanya... Gimana kabar kalian? Semoga sehat terus ya...
Maaf ya untuk cerita kelanjutannya agak lama update, karena ada beberapa kesibukan...

Ya udah, gak usah panjang lebar, langsung lanjut ke ceritanya aja ya...

******

Hari pun berlalu setelah kejadian di sekolah dengan melihat ulah Sigit. Keesokan harinya aku berangkat sekolah seperti biasa tanpa berfikir yang aneh-aneh tentang Sigit. Hari itu kebetulan pelajaran pertama adalah olahraga, dan sudah menjadi kebiasaan kalau ada pelajaran olahraga aku sudah mengenakan pakaian olahraga dari rumah baru kemudian memakai seragam sekolah, agar saat sampai di sekolah aku tidak perlu mengganti pakaian olahraga, alias tinggal lepas pakaian seragam saja, baru setelah selesai olahraga aku melepas pakaian olahraga dan hanya mengenakan seragam saja. Yah, mungkin sebagian besar siswa cowok melakukan hal yang sama seperti yang ku lakukan itu.

Hari itu pun sama, aku sudah mengenakan pakaian olahraga dari rumah, tapi ternyata hari itu guru olahraga tidak masuk karena ada kegiatan di luar sekolah dan hanya memberi kami tugas untuk mencatat materi pelajaran. Karena merasa tidak nyaman dengan pakaian yang rangkap-rangkap seperti itu, aku pun memutuskan untuk mengganti pakaian.

"Mau kemana Res?", tanya Sigit saat aku bangun dari tempat dudukku.
"Ini, aku mau ke toilet sebentar, mau lepas pakaian olahraga", jawabku sambil melangkah meninggalkan tempat dudukku tanpa mempedulikan Sigit yang entah waktu itu lagi apa.

Sesampainya aku di toilet dan mau menutup pintu toilet, ternyata Sigit sudah berada di depan pintu dan menahannya. "Bareng Res", ujarnya sambil nyelonong masuk ke dalam toilet tanpa menunggu persetujuan dariku sambil mengunci pintu toilet yang sedari tadi masih aku pegang gagangnya. Tanpa mengatakan apa-apa, Sigit langsung membuka satu persatu kancing bajunya, melepas baju seragamnya dan di susul membuka lalu melepas celananya juga. Setelah itu dia pun mulai melepaskan kaos dan celana olahraga yang dia pakai, hal itu membuatku merasa tak karuan. Aku pun kaget saat melihat Sigit melepaskan celana olahraganya, karena ternyata dia tidak memakai celana dalam, sehingga tubuh telanjang bulat yang ku lihat saat dia benar-benar selesai membuka semua pakaian olahraga yang dia kenakan.

Tubuh telanjang sudah berdiri tepat di depanku dengan badan yang berisi, kulit hitam, perut rata walau tidak sixpack dan k*nt*l yang menggantung di belahan pahanya, yang waktu itu masih tertidur tapi terlihat lumayan besar dengan sedikit sekali bulu kemaluan di sekitarnya. Tanpa sadar aku terus menatapnya tanpa berkedip dan tak bergeser dari tempatku berdiri. Pikiranku mulai traveling saat melihat k*nt*l Sigit yang begitu indah. Dan itu pun mengingatkanku pada kejadian hari sebelumnya saat dia c*li di kelas. Tanpa sadar k*nt*lku pun berdiri dan mulai meronta di balik celanaku hingga sebuah suara menyadarkanku.

"Hey Res, katanya mau ganti?! Kok malah bengong?", ujar Sigit yang ternyata sudah berdiri tepat di depanku. "Eh, kamu aja duluan. Aku nanti aja nunggu kamu selesai", jawabku sedikit kikuk. "Bareng aja kenapa, sama-sama cowok ini. Lagian biar cepet juga", timpalnya. "Enggak ah, kamu duluan aja", tolakku dengan suara yang sedikit gemetar. "Jangan-jangan kamu ngaceng ya lihat aku telanjang gini?", godanya.

Belum sempat aku membalas perkataan Sigit, tangannya sudah meraih tanganku dan kemudian membimbingnya untuk memegang k*nt*lnya. Tanpa sadar tanganku pun menggenggam k*nt*l Sigit yang kemudian secara perlahan k*nt*l itu pun mulai mengeras dan berdiri kokoh di dalam genggamanku.

"Kocokin Res!", bisiknya di telingaku sambil menggerakkan tangannya yang membimbing tanganku tadi, dan tangannya yang satu lagi sudah berada di tonjolan milikku sambil mengelusnya.

"Ternyata kamu bisa ngaceng juga ya lihat aku telanjang", godanya sambil membuka satu persatu kancing baju seragamku, kemudian melepasnya beserta kaos olahraga ku juga. Karena hal itu, aku pun melepaskan genggaman tanganku dari k*nt*l milik Sigit agar baju dan kaos yang ku pakai bisa terlepas.

"Ayo lanjutin lagi Res!", perintahnya sambil meraih tanganku dan meletakkannya di batang k*nt*lnya. Dan tanpa menunggu perintahnya, aku pun perlahan mulai menggerakkan tanganku maju-mundur di batang k*nt*lnya dengan gerakan yang sangat pelan. Mendapatkan servis dari tanganku, Sigit pun kemudian memejamkan matanya dan sesekali terdengar desahan lirih dari mulutnya.

Ternyata di kocokin tanganmu rasanya lebih enak Res daripada waktu aku ngocok sendiri", racaunya sambil sesekali tangannya mengelus k*nt*lku yang masih tersembunyi di balik celana seragamku. Aku pun mulai sedikit mempercepat gerakan tanganku sambil sesekali mengelus kepala k*nt*lnya yang sudah mulai basah oleh cairan bening yang dikeluarkan oleh k*nt*lnya itu. Beberapa saat kemudian, tanpa ku duga Sigit mulai membuka ikat pinggangku, membuka kancing celanaku, menurunkan resletingnya lalu menarik celana seragam dan celana dalamku hingga turun sampai lutut. Kemudian dia pun memegang k*nt*lku dan mulai mengocoknya perlahan.

Beberapa menit kami bertahan dengan posisi itu dan aku pun memutuskan untuk melepaskan celanaku juga agar lebih leluasa dan tidak terkena sperma saat nanti kami mencapai puncak kenikmatan. "Berhenti sebentar Git, aku lepas celana dulu", bisikku sambil melepaskan genggamanku dan diikuti oleh Sigit yang juga melepaskan genggaman tangannya. Saat aku menunduk untuk melepaskan celanaku, tanpa sengaja mulutku menyentuh kepala k*nt*lnya yang sudah sangat basah itu. Ku jilat cairan yang menempel di bibirku, hal itu membuatku semakin bernafsu dan muncul keinginan untuk melakukan hal yang lebih jauh lagi.

Selesai aku melepaskan seluruh celanaku, aku tidak langsung berdiri menegakkan badanku. Ku beranikan diri untuk melakukan hal yang lebih. Ku buka mulutku kemudian ku lahap k*nt*l Sigit yang berada di depan mulutku itu. Sigit pun sedikit kaget dan sempat menarik k*nt*lnya dari dalam mulutku, tapi kemudian membiarkan mulutku melahapnya lagi. Setelah mendapatkan lampu hijau darinya, kemudian aku berjongkok di depannya dan melanjutkan aksiku memainkan k*nt*lnya di dalam mulutku. Sesaat kemudian tangannya memegang kepalaku dan lalu mengambil alih kendali. Kali ini dia yang mengontrol gerakan kepalaku dengan tangannya, dan aku pun mulai mengocok k*nt*lku seirama dengan gerakan k*nt*lnya di dalam mulutku.

Beberapa menit kami bertahan dengan posisi itu hingga gerakan kontolnya di mulutku semakin cepat. Selain memaju-mundurkan kepalaku, dia juga mulai menggerakkan pinggulnya sehingga membuat gerakan k*nt*lnya semakin cepat di dalam mulutku. Semakin lama gerakan itu semakin cepat dan bertambah cepat. Aku tau kalau dia sudah akan mencapai puncak, sehingga aku pun juga mempercepat kocokan di k*nt*lku mengimbangi gerakannya, hingga pada akhirnya gerakannya berhenti dengan k*nt*lnya masuk sepenuhnya ke dalam mulutku dengan kepala k*nt*lnya yang menyemburkan cairan hangat yang memenuhi rongga mulutku.

"Crooottt... Crooottt... Crooottt...", berkali-kali k*nt*lnya menumpahkan cairan itu, cairan yang hangat, kental, sedikit asin dan sangat banyak. Cairan itu memenuhi rongga mulutku hingga ada yang sedikit keluar dari sudut mulutku karena saking banyaknya yang keluar, dan hampir semua cairan itu tertelan olehku. Dan beberapa detik setelah itu k*nt*lku pun memuntahkan cairan yang sama di atas lantai.

Setelah merasa cukup tenaga, Sigit pun mengeluarkan k*nt*lnya dari dalam mulutku dan aku pun bangun dari posisiku. Kami berdiri saling berhadapan tanpa kata selama beberapa detik, kemudian aku tersenyum padanya dan meraih gayung yang ada di atas bak di belakangnya.

"Ayo bersih-bersih", bisikku sambil meremas k*nt*lnya yang masih sedikit tegang itu. Kemudian kami membersihkan diri, berpakaian dan kemudian kembali ke kelas.

Sesampainya di dalam kelas, kami langsung melanjutkan kembali merangkum materi yang di tugaskan oleh guru olahraga kami. Dan setelah kejadian itu, seharian kami tidak terlalu banyak ngobrol, kami terlihat canggung satu sama lain dan sesekali salah tingkah juga. Tapi setelah kejadian di hari itu, aku sering memergoki Sigit diam-diam memainkan k*nt*lnya. Dan saat dia sadar kalau aku memperhatikannya, dia malah tersenyum dan tidak menghentikan aksinya. Seolah-olah dia memancingku untuk melakukannya lagi, karena hari itu dia sering melakukannya sampai jam pelajaran terakhir.

Perjalanan Putih Biru (Season 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang