Setelah cukup lama di rawat, Ji Yan memutuskan untuk pulang, mendesak keluarganya agar mempercepat prosedur kepulangannya, dia bosan, ditambah, ada sesuatu yang harus di lakukan.
Bayi itu sangat penurut, jarang menangis ataupun membuat keributan kecuali ketika lapar dan buang air. Ji Yan sangat bersyukur, bermain dengannya setiap waktu, memanjakan. Anehnya, dia merasa ada sesuatu yang kurang, terutama setelah mendengar kata-kata Bo Yun hari itu.
Yang Lin sebenarnya pergi ke luar negeri, dan orang tuanya tahu itu. Lalu, kenapa tidak ada dari mereka yang mengatakannya padanya? Bukankah ini terlihat sengaja menyembunyikan? Ji Yan berharap mereka akan mengatakan yang sebenarnya, tetapi kesempatan itu tidak pernah datang.
Keluarganya memang sengaja membuat Yang Lin pergi, memisahkan mereka.
Jika memang begitu, maka bicarakan dia melakukan apa yang dia mau juga. Jangan menghentikannya.
Malam ini, dengan persiapan matang, Ji Yan memulai rencana pelarian. Sebelum melangkah pergi, dia datang ke buaian dimana bayinya tidur. Bayi itu telah banyak menumbuhkan daging dalam dua minggu ini, kulit seputih porselen mulai tampak, pipi gemuk, mata obsidian cerah yang terkadang menatapnya dengan berkaca-kaca. Satu kata untuk menggambarkan si kecil yang belum mempunyai nama ini, 'menggemaskan'.
Tapi ibu harus pergi. Maafkan aku, ah. Dia mengusap pipi anak itu, lalu memberinya kecupan ringan di kening. Kulitnya begitu lembut, jelas rapuh, dan dia masih berniat untuk meninggalkannya sendiri?
Bayi itu tidak mengizinkan.
Menangis.
Langkah kaki yang tadinya sampai di ambang pintu tertahan, dia berbalik. Si kecil menangis dengan keras hingga wajahnya memerah.
"Ada apa, hmm. Jangan menangis, oke." Rencana yang telah tersusun rapi tertunda karena tangisan si kecil.
Siapa yang tahu bahwa bayi itu tidak rela ibunya pergi tanpa dia. Menangis adalah satu-satunya cara yang bisa dia lakukan.
Bawa dia juga. Dia juga ingin merasakan pelukan ayahnya yang lain.
Setiap saat, ibunya(Ji Yan) kesepian.
Tiga puluh menit kemudian, Ji Yan berhasil menenangkan tangisan si kecil. Menghela nafas lega, melangkah keluar untuk melihat keadaan. Tiba-tiba, bayi yang semula tertidur kembali bangun, menangis. Tangan mungilnya meraih udara, lebih tepatnya melambai ke arahnya, mata obsidian hitam cerah basah, berkilauan air mata.
Ji Yan menggagalkan rencananya, menggendong si kecil, menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut seraya bergumam, menenangkan. "Jangan khawatir, ibu ada disini."
Mungkinkah bayinya merasakan niatnya untuk pergi? Jadi ia menahan? Jika benar begitu, lalu apa yang harus dia lakukan?
Dia juga ingin membawa si kecil ikut, tetapi perjalanan ini sangat panjang dan melelahkan untuk bayinya, apalagi untuknya yang baru lahir.
Di atas tempat tidur yang luas, Ji Yan membuat sarang untuk bayinya, lembut dan hangat. Perlahan namun pasti, mata anggur menawan itu menutup. Dia tertidur. Tepat ketika Ji Yan merasa situasinya aman, dia turun, melepaskan genggamannya dari tangan si kecil.
Bayi itu menangis lagi... Belum cukup kekuatan untuk menggapai pakaian ibunya, jadi dia terus menangis.
Tangisan itu menyakinkan tebakan samar di hati Ji Yan. Dia enggan di tinggalkan.
"Shoo... Tidak apa-apa. Ibu ada disini, tidak akan meninggalkanmu." Sebelumnya dia hanya ingin turun untuk mandi karena pakaian yang telah ternodai susu dan air mata si kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Pregnant With My Childhood Friend
FanfictionJi Yan dan Yang Lin sama-sama berasal dari keluarga kaya terkenal di kota Y. Keduanya merupakan teman masa kecil sejak mereka lahir. Siapa sangka ketika mereka dewasa dan menjadi pemuda yang tampan dan tinggi, mereka akan bertengkar setiap hari, me...