"Yang Lin...."
Pemuda yang dipanggil namanya itu tidak pernah membayangkan bahwa Ji Yan akan membalasnya, sadar.
Seketika, ia memeluk tubuh Ji Yan dengan erat, menggumamkan kata, terimakasih, terimakasih berulang kali.
Ji Yan menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Yang Lin. Menumpahkan segala keluhan, bersandar padanya. "Maaf, maafkan aku.." Jika saat itu ia segera menyetujui permintaan Yang Lin dan Shuoyi, mungkin hasilnya akan berbeda.
Yah, dia berpikir begitu. Namun tidak dengan Yang Lin. Pemuda ini menyadarkannya, tidak ada yang bisa disalahkan atas insiden ini. Karena takdir telah menentukan bagaimana hidupnya, mereka hanya bisa berusaha dan menerima dengan lapang dada.
Ji Yan mempertimbangkan saran dokter, bagaimanapun dia masih mempunyai jagoan kecilnya, Yang Shuoyi untuk dirawat. Sebisa mungkin menghindari kemungkinan yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuhnya di masa depan. Operasi di lakukan, sebelum dia masuk, bertempur sendirian. Keluarganya dan juga Yang Lin menyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
Beruntungnya, dia memiliki Yang Lin di sisinya.
Meskipun operasinya terbilang cukup lama dan berpeluang 50:50, dokter melakukan yang terbaik. Setelah empat jam lamanya berkutat dalam operasi, dokter berjalan keluar, menghela nafas lega. Berkata pada keluarga besar itu, operasi Ji Yan berjalan dengan lancar.
Kini, mereka tinggal menunggu masa pemulihan sampai dia benar-benar bisa dipulangkan.
Dalam kasus Ji Yan, seandainya dia menolak operasi pengangkatan rahim, di masa depan, hal itu beresiko meningkatkan kanker. Sekarang, ancaman bahaya telah dieliminasi, baik Ji Yan maupun keluarga dapat tenang.
-
Ji Yan terbangun keesokan harinya. Dia menemukan Yang Lin masih terjaga di samping tempat tidurnya, kepalanya terkulai, helaian rambut halus patah, jatuh menutupi keningnya, bagaimanapun Ji Yan melihatnya, Yang Lin masih sangat tampan.Dia tidak tahu berapa lama Yang Lin absen dari pekerjaannya, yang pasti dia enggan untuk membangunkan. Menikmati diri mengagumi siluet ketampanan suaminya.
Niat awal untuk membiarkan Yang Lin tidur lebih lama gagal sebab pemuda yang telah menjadi seorang pria tinggi dan gagah itu, terbangun oleh gerakan halus ditepi tempat tidur.
"Oh? Yan Yan, kamu sudah bangun? Apakah kamu merasa sakit di suatu tempat? Perlu aku memanggilkan dokter untukmu?" Pertanyaan datang bertubi-tubi membuat Ji Yan kewalahan. Dia terkekeh pelan, menggeleng.
"Aku baik-baik saja, Yang Lin. Tolong, jangan pergi." Dia ingin pria ini terus bersamanya.
Kata-kata manja yang muncul tiba-tiba membuat Yang Lin lebih bahagia dari apapun. Inilah istrinya, sudah sewajarnya jika dia bersikap lengket dan manja, dia mencintainya, semua hal dari Ji Yan, dia menyukai semuanya.
"Mn. Tentu saja." Hari masih gelap, jadi Yang Lin menanyakan keinginan Ji Yan.
"Peluk aku." Ujarnya sambil merentangkan kedua tangan, menyambut.
Jika itu hari biasa, Yang Lin pasti memberikan lebih dari sekedar pelukan, tetapi kini, dia hanya ingin memastikan Ji Yan mendapatkan kehangatan dan kenyamanan sebuah pelukan.
Ji Yan berbalik, menempelkan wajahnya ke dada Yang Lin, menghirup aroma yang tersisa ditubuhnya dengan rakus.
Keduanya tetap dalam posisi yang sama sampai matahari terbit. Perawat yang hendak melakukan pengecekan pada Ji Yan hanya bisa berbalik dengan ekspresi canggung.
Pasien ini, benar-benar sesuatu, ya.
-
"Woo woo woo, papa... Aku merindukanmu, uuhh." Yang Shuoyi berlari ke arah kedua ayahnya, berlinang air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Pregnant With My Childhood Friend
FanfictionJi Yan dan Yang Lin sama-sama berasal dari keluarga kaya terkenal di kota Y. Keduanya merupakan teman masa kecil sejak mereka lahir. Siapa sangka ketika mereka dewasa dan menjadi pemuda yang tampan dan tinggi, mereka akan bertengkar setiap hari, me...