Ji Yan mengambil nafas dalam-dalam, pertama singkirkan Yang Lin dari terlihat oleh orang lain dulu. Bahkan ketika duduk pun, Yang Lin masih belum berhenti menangis. Benar-benar merepotkan, ah. "Cepat lap ingus mu, kamu mengotori tempat tidurku." Yang Lin mengikuti garis jatuh air mata dan ingusnya, benar saja. Mereka membuat kawah besar di kain yang putih bersih, apalagi ketika Ji Yan jarang tidur di sini.
Sontak saja air mata mengalir semakin deras, dia cegukan dengan menyedihkan layaknya seorang bocah. Ji Yan frustasi membersihkan wajah dan hidung itu sendiri, gerakannya sedikit kasar, kulit pria itu memerah dengan lucu.
Dia tertawa lucu, akibatnya menarik hidung Yang Lin. "Lihat dirimu, seorang pria menangis dengan keras, kamu tidak malu pada anak kecil, ba?!" Yang Ji Yan maksud adalah, bayinya. Dia menyinggung bayinya.
Yang Lin masih memainkan peran menyedihkan, dua mata sehitam tinta memerah, menatap Ji Yan. "Yan Yan, aku minta maaf. Tolong, jangan menjauhiku lagi, ne. Aku tidak mau." Dia cemburu, benar-benar cemburu pada orang lain karena bisa tertawa bersama pemuda ini.
Sepasang tangan tiba-tiba memeluk Ji Yan, kepala halus dan berbulu dengan wajah memerah penuh air mata menyentuh perutnya membawa perasaan hangat. Pikirnya dia akan mendorong Yang Lin, tetapi tidak. Dia mengusap surai hitam menawan Yang Lin dengan lembut, sembari berkata. "Aku tidak marah padamu, aku hanya kecewa. Kamu tahu aku seperti apa, lebih tahu." Lalu mengapa kamu masih ingin membuatku terluka, huh?
Pemuda itu menggeleng kuat, menenggelamkan wajahnya di perut lembut Ji Yan. "Tidak, kamu jelas marah, jika tidak, mengapa kamu mengabaikanku begitu lama. Aku tidak akan pergi selama Yan Yan belum memaafkan ku."
Bagaimana mungkin dia tidak luluh jika pemuda ini memohon dengan begitu keras, "baik, baik. Aku memaafkanmu."
Yang Lin tersenyum sumringah, jelas sangat senang, mengerutkan pelukannya membuat Ji Yan sesak.
Ketika Yu Min datang untuk melihat keduanya, dia menemukan Yang Lin dan Ji Yan tertidur, saling berpelukan. Dia tersenyum dan menyatakan pada Li Shuwen bahwa anak-anak itu sudah berbaikan.
-
Hari berikutnya, Cheng Ke menemukan Yang Lin menempel pada Ji Yan seperti dulu. Dia menduga keduanya mungkin telah mencapai kesepakatan di belakangnya, yah, itu hal yang bagus juga.Yang Lin tidak melarang ataupun mengganggu hubungan Ji Yan dengan orang lain, hanya mengamati sambil diam-diam memberikan tatapan tajam bagi siapapun yang memiliki ide tercela untuknya. Padahal, dia sendiri mungkin sumber terbesar dari ide-ide itu.
"Ayo pulang. Apa yang kamu lakukan dengan tinggal di luar begitu lama? Ayah dan ibuku merindukanmu juga." Niat hati ingin pulang bersama, tapi Ji Yan menolak.
Dia sudah terbiasa dan tentu niat awalnya juga masih berlaku. Meskipun secara samar dia menebak sedikit perasaan Yang Lin untuknya, tetap saja, antisipasi itu selalu ada. "Aku tidak pulang. Jika kamu ingin datang ke tempatku, datang saja. Aku juga punya tetangga yang baik tinggal bersamaku."
"...... Apa? Siapa? Darimana dia? Bagaimana latar belakangnya? Yan Yan, kamu tidak akan di tipu, kan?" Takut kejadian beberapa waktu yang lalu terulang lagi.
Ini dia, si cerewet Yang Lin. Ji Yan menghela nafas pasrah, "Yuwen gege adalah pria yang baik, ne. Jangan mengatakannya seolah-olah aku sangat mudah di tipu."
"Tapi..."
Ji Yan menghela nafas jengah, "Yang Lin, aku tidak pernah memintamu untuk mengurusi kehidupan ku, begitu pula aku. Kamu ingat, kita hanya teman, adalah kebebasan ku untuk bergaul dengan siapapun, aku juga ingin menikmati hidupku sendiri." "Aku pergi."
Di balas dengan ketegasan yang belum pernah dia lihat sebelumnya membuat Yang Lin sedikit membeku, itu benar. Mereka hanya teman, kenapa dia harus repot-repot mencampuri urusan satu sama lain? Tapi....
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Pregnant With My Childhood Friend
FanfictionJi Yan dan Yang Lin sama-sama berasal dari keluarga kaya terkenal di kota Y. Keduanya merupakan teman masa kecil sejak mereka lahir. Siapa sangka ketika mereka dewasa dan menjadi pemuda yang tampan dan tinggi, mereka akan bertengkar setiap hari, me...