12. Kangen

834 151 3
                                    

Jeno tau, berdiri di depan kelas orang kayak gini tuh kesannya penguntit banget tapi dia beneran kangen ngeliat Nava.

Hari ini harusnya gadis itu udah masuk, semua pesannya nggak dibales ngebuat Jeno terpaksa masuk sekolah pagi banget, ngebuat mama mengernyitkan kening ngeliat dia udah siap dipukul enam tiga puluh.

"Pagi Jen."

"Yo."

"Morning, Capt."

"Yaaa."

Sebagai salah satu siswa yang cukup populer, bukan hal yang langka lagi mendengar sapaan dari orang-orang, apalagi lorong kelas Nava itu cukup strategis karena terletak paling depan di antara deretan kelas XI lainnya.

Perempuan yang dia tunggu akhirnya muncul dari arah tangga, rambutnya dikuncir rendah dengan tas ransel yang cukup berat serta tas jinjing berisi laptop yang dia dekap di dada.

Jeno bisa liat bola mata Nava berotasi saat ngeliat dia udah berdiri di depan ruang kelas, tapi Jeno tuh kayaknya emang punya nyawa unlimited kalo berhubungan dengan Nava.

"Ningmor cewek."

"Minggir."

"Galak banget sih neng. Pms ya?"

Nava ngembusin napas panjang, matanya ngeliat bola mata Jeno yang berkilat jahil. Dia tau kalo cowok ini emang sengaja banget mancing emosinya.

"Gue mau masuk."

"Sapa gue dulu dengan baik."

"Emang lu siapa? Guru BK?"

"Dendam banget kayaknya sama guru BK, neng."

Pelan-pelan, kerumunan mulai terbentuk, soalnya kisah antara Nava dan Jeno ini lumayan mengundang rasa penasaran, apalagi setelah desas-desus penyebab pertengkaran Nava dan Syahnaz kemarin merebak.

Banyak banget yang penasaran tentang hubungan antara pimpinan produksi mading dan kapten basket SMA Neo.

"Minggir anjir."

"Galak banget. Coba, ngomong yang bener baru gue minggir."

Anak-anak kelas Nava ngintip dari jendela, ngebuat dia ngerasa kesel. Nava benci jadi pusat perhatian dan Jeno selalu bisa bikin dia kayak orang tolol.

Matanya kembali mencari bola mata Jeno yang seolah menantangnya, Nava berdecak, tangannya terangkat untuk mendorong tubuh besar itu menyingkir. Namun, apalah arti kekuatannya jika dibandingkan dengan Jeno yang tiap hari olahraga.

"GUE MAU LEWAT ANJIR!"

"Wah, Nava marah guys."

Airmata udah berkumpul di pelupuk, kalo aja ngga ada anak OSIS yang lagi patroli lewat dan membubarkan kerumunan, Nava yakin dia bakalan mukul Jeno pake laptop.

Bodo amat kalo rusak! Dia benci banget cowok itu!

***

"Masih pagi elah, udah bikin keributan aja."

Mata Nana menyipit tajam, ngeliatin Hendery yang berkomentar padahal dia baru aja menyentuh tempat duduk.

"Lu tuh nggak diajak."

Tawa kecil keluar dari bibir cowok itu, tangannya terangkat, mengelus rambut Nana yang berantakan.

"Lagian kenapa sih? Terima aja Jeno-nya, nggak jelek-jelek amat."

"Bisa nggak sih, kita banned nama itu di sini?"

"Kenapa nih?" Jay masuk dengan membawa satu kantong minuman dingin dan meletakkannya di atas meja.

"Si Nana, jadi seleb lagi."

"Oh, yang tadi pagi."

"Au ah, capek."

Chantika tiba nggak lama kemudian, perempuan itu keliatan fresh dan cantik dengan potongan rambut yang baru.

"Halo, sorry agak telat tadi sempet ngobrol sama osis dulu. Udah kumpul semua ya? Yuk mulai."

Agenda rapat mereka hari ini adalah ngebahas pembagian tugas nanti, Chantika udah punya catatan kasarnya tapi dia tetep butuh pertimbangan dari temen-temennya yang lain.

"Jadi, untuk liputan tim basket nanti di handle Dewi, Dela, sama Fhazy ya?"

"Iya, siap."

"Hasilnya langsung kirim aja ke Alia buat di edit, fotonya langsung upload ke gdrive biar Nana langsung up."

"Oke deh."

Karena keterbatasan sumber daya, Nava merangkap sebagai editor foto. Yang lain juga gitu sih, ngerjain yang bisa mereka kerjain selagi nggak menghambat kerjaan aslinya.

"Untuk panahan,"

Cella udah deg-degkan banget, sengaja nunduk untuk menghindari tatapan Chantika karena dia nggak pengen liputan di luar sekolah.

"Jay, Sasa sama Gamma bisa?"

"Bisa-bisa aja sih."

Cella ngehela napas lega.

"Cell."

"Hah?"

"Kamu nanti bisa siaran perdana hari senin ya, materinya nanti gue bantu susunin, kayaknya fokus ke hasil pertandingan basket sama panahan. Oh iya, base udah dibisa soft launching kayaknya besok deh, lumayan juga kita bisa bikin confess corner buat dan request buat dibacain nanti pas siaran."

"Oke Chan. Siap siap."

"Kayaknya itu aja dari gue. Mungkin yang lain mau nambahin?"

"Gue." Hendery ngangkat tangan, "Berhubung karena bentar lagi white day, kayaknya kita juga bisa bikin event kecil-kecilan, nanti gue bantu ngomong ke pembina dan wakasek. Chantika bisa tolong bawa ini ke forum osis?"

"Bisa sih. Nanti diskusi lagi aja gimana teknisnya. Udah ya ini? Kalo udah, gue tutup pertemuan hari ini. Makasih banyak kerja kerasnya!"

Satu persatu anak mading keluar dari sekret, ninggalin Cella yang lagi sibuk bebersih, Nava yang entah ngedit apa di laptopnya, Chantika yang bikin notulensi ditemenin Hendery yang sibuk ngomong di sebelahnya.

"Permisi?"

"Iya?"

Satu kepala muncul dari balik pintu, membalas tatap penasaran semua orang yang tertuju padanya.

"Nyari Kak Nava, mau ngasih titipan."

"Iya, gue. Kenapa?"

Siswa yang kayaknya masih kelas satu itu masuk pelan-pelan, nyodorin paper bag kertas yang agak berat sebelum pamit buru-buru keluar.

Nava mengernyitkan kening, agak bingung soalnya.

"Dari siapa?"

"Nggak tau."

"Paling Jeno."

Celetukan Hendery bikin bola mata Nava melotot nggak terima.

"Coba aja buka."

Satu kotak coklat favoritnya ada di sana, indomilk rasa strawberry juga sebuah surat bertuliskan, Gue kangen beneran wkwkwk.

"Jeno beneran kan?"

Nana nggak jawab, cuma ngeremas surat itu dan ngebuang ke tempat sampah.

***


philocalyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang