Memasuki perkuliahan semester dua. Pertemanan Maryam pun semakin luas. Kini ia tak hanya berkawan dengan Jayanti sang putri kiai. Tapi juga ada Soraya dan Wuri. Di semester kedua ini pula, Maryam memutuskan keluar dari wisma. Ia ingin mencari suasana baru. Wisma tak ubahnya seperti pondok, hanya saja tak ada nyai ageng dan kiai yang mengampu. Kehidupan dunia dan indahnya Bali sedikit banyak mulai menggoda Maryam untuk turut menikmati.
"Jauh-jauh kuliah di Bali masa ketemunya ukhti-ukhti lagi" Gumamnya dalam hati.
Jelas saja, Jayanti sempat menentang keinginan sahabatnya itu untuk keluar dari wisma. Mereka sempat berdebat hebat dan tak saling tegur sapa selama 3 hari. Namun pada akhirnya, Jayanti sadar, Maryam pun berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri. Ia sadar betul, kehidupan di pesantren memang penuh dengan keteraturan dan keterbatasan. Sedangkan Maryam, sejatinya adalah sosok berkeyakinan teguh yang tak suka diatur. Bisa bertahan selama 3 tahun di pesantren tanpa mokong sedikit pun, itu sudah sangat bagus untuk Maryam yang terbilang rebel. Walaupun, selama di pesantren Maryam juga nyaris tiap bulan kena hukuman. Entah karena diam-diam membeli komik, ketahuan menyimpan novel remaja dan berbau pergaulan bebas, sampai ketahuan menyurati santriwan senior yang hampir lulus.
"Yawis, koenkan wis dewasa. Kudu isa jaga diri lho, ya."
"Iyoo.. Jayanti iyooo. Lah tahu aku. Kau pun bisa nanti main-main dan menginap di kosanku"Disaksikan secangkir cokelat panas dan kopi latte, Jayanti dan Maryam pun kembali berdamai memutuskan perseturuan.
Dunia Baru Maryam...
Malam sudah sangat sunyi. Hampir tengah malam, Maryam mulai gelisah. Wuri yang pamit pergi makan malam dengan pacarnya sampai sekarang belum juga tiba di kosan. Padahal jam malam kos-kosan ini hanya sampai pukul 22.00. Mau tak mau, Maryam harus menunggui teman barunya itu untuk membukakan gerbang. Apalagi mereka juga satu kamar. Maryam yang tak kuasa menahan kantuk, akhirnya memberanikan diri mengirim pesan singkat pada wuri.
"Wuri, dimana kau? Aku sudah mengantuk ini" Sent!
Drrrrt drrrrt drrrrt. Pesan balasan Wuri langsung datang.
"Eh yaampun Mar, sorry lupa ngabarin. Ga usah nungguin aku ya. Aku nginep di kosan Bayu"
(((NGINEP))))
Mata Maryam terbelalak pada satu kata itu. Bagaimana mungkin mereka belum menikah tapi tidur dalam satu atap. Kalau di pesantrennya dulu, bisa langsung dihukum cambuk lalu dikawinkan dua orang itu. Ketahuan surat menyurat saja dihukum suruh bersih-bersih seasrama putri, apalagi ketahuan tidur di satu kamar yang sama.
"Ya Allah Gusti... Benar-benar wolak walik zaman ini kalau kata abahnya Jay, bukan laki-laki yang datang nyamperin perempuan. Tapi malah sebaliknya".
Maryam tak membalas lagi pesan teman sekamarnya itu. Kantuknya pun jadi hilang terbawa angin malam. Semalaman ia tak bisa tidur, gusar memikirkan Wuri dan Bayu. Apa iya laki-laki dan perempuan, hanya berdua di dalam kamar tidak akan melakukan yang terlarang ? Bagaimana pula kalau orang tuanya Wuri tahu? Bayu serius nggak ya sama Wuri, dia kan dari Jakarta. Kata nyai ageng dulu harus hati-hati sama laki-laki Jakarta, banyak yang mesum dan bejat. Dan ribuan pertanyaan lainnya terus saja berputar di kepala Maryam sampai menjelang subuh. Kegusarannya buyar ketika ponselnya berdering. Panggilan masuk dari Wuri Kosan..
" Halo, assalamualaikum... " Sapa Maryam dengan sangat hati-hati.
"Waalaikumsalam. Loh udah bangun Mar?"
"Hee.. Iya ini Wuri mau subuhan"
"Oh iya deng kebeneran, aku bentar lagi otw pulang. Tolong bukain gerbang ya"
"Oke Wuri. Aku bukain sekarang aja ya siapa tahu habis solat subuh aku ketiduran"Klik. Percakapan pun berakhir. Ada sedikit kelegaan di hati Maryam. Setidaknya, teman sekamarnya itu masih ingat waktu dan pulang. Karena hari ini mereka pun ada kelas pagi pukul 07.00.
***
Lepas kuliah, Maryam dan Wuri kembali berpisah. Wuri kembali bertemu dengan pacarnya, sementara Maryam bertemu dengan Jayanti. Keinginannya untuk bercerita kejadian semalam sudah di ubun-ubun. Sungguh, ini seperti dunia baru bagi Maryam.
"Menurutmu pie, Jay? Aku kudu ingetin Wuri apa nggak?"
"Ndak usah lah, buat apa. Inget, kita sama-sama sudah besar. Latar belakang kehidupan kita kan juga berbeda. Wis jarno ae, yang penting kamu tetap berkawan baik sama Wuri. Kalau soal urusan pribadi, kalau dia gak minta pendapat atau cerita ya biarin aja."Lalu sejak hari itu, dunia baru Maryam semakin terbuka. Maryam bak memasuki chapter kehidupan baru. Di malam-malam selanjutnya, Wuri kembali melakukan hal sama. Tak pulang ke kosan untuk menginap di kos pacarnya atau mengikuti latian teater di kampus. Maryam pun tak jarang harus berbohong pada Mama Wuri bila ia mencari keberadaan anaknya.
Di kemudian hari, dunia Maryam benar-benar semakin luas. Mulai dari melihat pria maskulin yang bersolek ke kampus, mahasiswi berjilbab tapi lepas pakai saat ke kampus. Bahkan yang paling parah, ia sering menemukan mahasiswi berjilbab dan merokok asik nongkrong bersama para laki-laki di sudut kampus.
Lagi-lagi semua ini mengingatkan Maryam pada Teuku, yang dengan tegas memilih menjauhi godaan dunia. Sementara Maryam, saat ini justru mendekati godaan dunia. Hhhh... Rasanya, Teuku seperti semakin jauh dari gapaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almamater Biru
Kısa HikayeMasa perkuliahan tak akan kalah menarik dari masa putih abu. Terlebih, bagi Maryam yang selama ini terkungkung di dalam pesantren yang letaknya pun jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Bak camar keluar dari sangkar, Maryam seolah menemukan dunia ba...