20

411 65 24
                                    

Pemulihanku cepat dan itu juga karena bantuan Jennie. Sambil menahan senyum, aku melirik ke arahnya dari sini di konter Coffee. Dia berada di
meja sedang berbicara dengan seorang pria dalam pakaian bisnis. Aku memalingkan muka kaget ketika dia memergokiku menatapnya.

Jantungku berdetak terlalu cepat dan hampir keluar dari dadaku. Kamu benar-benar memalukan Rosé

"Untuk meja 4." Joy meletakkan nampan dengan hanya dua cangkir kopi sambil tersenyum. Aku mengambil nampan itu dan mencari meja 4.

Aku melihat ke meja 4 dan tiba-tiba semua yang ada di sekitarku menjadi buram. Dia adalah satu-satunya yang bisa aku lihat karena bahkan temannya
pun ikut menjadi kabur dalam penglihatanku.

Aku menggelengkan kepala dan mengambil napas dalam-dalam sebelum berjalan ke arah mereka berdua.

Setiap langkah yang aku ambil, rasa gentar yang aku rasakan meningkat.

Rosé, taruh saja di meja mereka lalu pergi.

Aku tidak menyadari bahwa aku berada di seberang meja mereka sekrang dan mereka berdua melihatku.

"Uhm... Ini pesanannya." Kataku dan meletakkan dua cangkir kopi itu di depan mereka.

"Terima kasih." Teman bicara Jennie sambil tersenyum dan Jennie sendiri hanya sibuk minum sambil melihat ke arah lain.

Ketika aku kembali ke konter, aku akhirnya bisa bernapas dengan benar.

Aku sempat berhenti bernapas tadi.

"Oh? Rosé, kamu pucat. Bukankah kamu baru saja sembuhkan mungkin kamu kecapean lagi." Wandi memperhatikanku. Aku tersenyum padanya agar dia tidak khawatir lagi.

"Aku baik-baik saja."

"Duduk di sini dulu. Belum ada pelanggan baru juga." Katanya.

Aku melakukan apa yang dia katakan.

Aku merasa tubuhku melemas dan bukan karena aku cape. Tetapi karena dia tidak memperhatikanku sebelumnya. Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku menyukai perhatian yang dia berikan kepadaku ketika aku sakit. Aku merasa saat itu kami adalah satu-satunya orang di dunia dan aku pikir kami akan menjadu dekat. Ternyata masih sama saja.

..

"J-jennie..."

Aku baru saja keluar dari kedai Coffee dan sudah berjalan jauh begitu juga dia. Matahari terbenam dan aku bekerja lembur selama satu jam.

Dia berhenti tapi bahkan tidak menatapku.

Aku mendekat dan berhenti di sampingnya. Dia hanya melihat lurus ke depan.

"Bisakah kita pulang bersama?" Aku tidak mendapat tanggapan darinya sebelum dia melanjutkan berjalan.

Dadaku tiba-tiba terasa berat. Aku bahkan merasa malu.

Aku menarik napas dalam-dalam dan naik ke bus yang sudah berhenti di depan. Beberapa orang juga ada dalam dan aku hanya menundukkan kepala.

Aku tidak tahu ke mana aku pergi dan ketika aku memikirkan sesuatu, aku menghentikan bus. Aku turun agak jauh dari tempatku seharusnya pulang. Aku
tidak ingin pulang dulu. Aku menemukan taman kota yang populer.
Aku duduk di bangku dan hanya menutupi wajahku.

Mengapa begitu sulit untuk mendekatinya? Itu seperti ada tembok besar dan tebal yang mengelilinginya. Bahkan Lisa dan si kembar tidak dekat dengannya. Kecuali Jisoo.

Aku melihat sepatu hitam di depanku.

Aku mendongak dan mataku melebar ketika aku mengenali siapa yang
berdiri di depanku sekarang.

"Nona Roseanne, kami sudah lama mencarimu."

Itu salah satu pengawal Daddy.

"Aku sudah menemukan nona Roseanne." Dia berkata sambil meletakkan jari telunjuknya di perangkat yang ditempatkan di telinga kirinya.

Aku berdiri dan hendak berlari ketika dia mencengkeram lenganku. "Lepaskan aku!" Aku berusaha melepaskan cengkeramannya padaku.

"Nona, tolong kembali saja ke tempatmu. Tuan Smith sangat khawatir"

"Apa kamu bercanda ? Itu bukan kosakata Daddyku! Dan kamu tidak bisa membodohiku hanya untuk membuatku pergi bersamamu."

Aku menendang kakinya dengan keras dan dia secara otomatis melepaskanku.

Aku berlari secepat mungkin. Aku tidak tahu harus bersembunyi di mana.

"Ahh-amph!"

Tiba-tiba seseorang menangkapku dan kami berdua duduk di rerumputan untuk bersembunyi di pohon.
Kami melewati tanaman yang berjejer di pinggir jalan.

Di sekitar sini cukup gelap dan aku hanya bisa mendengar jangkrik.

Kemudian aku mendengar banyak orang berlarian dan berhenti di depan tempat kami bersembunyi.

"Nona Roseanne lolos lagi."

"Haruskah kita memberi tahu bos tentang ini?"

"Jangan. Bos akan marah dan pasti akan
memecat kita."

Aku menghela nafas lega ketika mendengar mereka pergi, tapi aku juga gugup. Aku tidak mungkin salah. Cara dia memelukku, aku langsung tahu siapa yang ada di belakangku. Juga aroma familiar yang berasal darinya.

Dia melepas penutup tangannya dari mulutku. Aku menelan ludah dan perlahan menghadapnya. Meski gelap, aku mencoba melihat wajahnya.

"Ayo pulang..." Dia berdiri dan membantuku berdiri juga.

Kami naik bus pulang dan aku baru saja menemukan apa yang harus aku katakan kepadanya.

"Ngomong-ngomong, terima kasih telah
membantuku, Jennie."

Aku tidak mendapat respon apapun darinya. Dia hanya melihat keluarjendela. Aku menghela nafas dan
menyandarkan punggungku di kursi.

Dia tidak mau berbicara denganku.

Tapi aku masih bertanya-tanya mengapa dia ada di taman itu juga?

..

Sesampainya di rumah, kami melihat keempatnya sudah makan malam. Aku melihat Lisa mengangkat alisnya saat kami datang.

"Kalian berdua sudah pulang.. Makanlah sekarang." Kata Jisoo.

Aku mendengar tawa yang tertahan di Karina.

"Winter! Orang tua kita baru saja berkencan!" Katanya cekikikan.

Aku baru menyadari bahwa Jennie sudah pegi.

"Hei, Nak, bisakah makan dengan tenang? Berisik sekali."

"Ya ampun Ka Lisa.. Aku tau kamu hanya cemburu!"

Jisoo hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya pada keduanya.

Aku mengucapkan selamat tinggal kepada mereka bahwa aku akan pergi ke kamarku dan mengatakan bahwa aku masih kenyang.

Ketika aku memasuki kamarku, aku langsung menjatuhkan tas di lantai dan aku jatuh ke tempat tidur.

Aku menatap dinding. Di belakang sana itu adalah kamar Jennie. Aku selalu bertanya-tanya apa yang dia lakukan terutama saat ini.

Karena kesal, aku berbaring terlentang untuk melihat ke langit-langit. Sejak tadi pagi dia selalu memenuhi pikiranku. Kapan dia berniat untuk pergi?




..

RoommateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang