•Psyco• 7. Old Trash

599 82 1
                                    

"Repot repot banget pake nyeret saya kesini pak." Alano memancing dengan nada congkaknya.

Suasana ruangan saat ini bisa dibilang sangat hening. Ini adalah ruangan berbeda dari ruang yang pak direktur tua berantakin untuk meluapkan emosinya. Ruang ini adalah ruang pertemuan, dimana Alano dan pak tua itu duduk diatas sofa dengan saling berhadap hadapan.

Alano menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, mengangkat dagunya angkuh menatap kearah pak direktur yang juga menatapnya intense. Mencoba memberikan dominasi yang sama kepada pemuda angkuh didepannya. Dirinya tau Alano bukanlah pemuda yang mudah untuk ditaklukkan.

Dagu Alano masih terangkat, menatap remeh. Sunggingan senyuman miringnya membuat kadar ketampanannya meningkat drastis. Ah, sekarang kita tidak lagi membahas mengenai visual Alano. Tapi, memang wajah Alano serupawan yang orang orang bilang. Tidak ada sisi dari wajahnya yang cacat. Pantas saja pak direktur tua ini menginginkannya kembali. Lebih tepatnya ingin menaikkan lagi nama perusahaannya dengan menggunakan Alano.

Sungguh licik pak tua satu ini.

"Hm, mari kita mulai dengan sedikit berbicara tentang dirimu, nak."

Alis Alano menggerut tak suka. Apa yang tengah pak tua ini coba lakukan kepadanya. Apapun itu ia tidak akan termanipulasi lagi.

Tak lama, Alano mengembangkan senyum manisnya kearah pak tua itu. Ia akan mengikuti permainan bodoh ini. Lihat saja siapa yang akan terjebak nanti.

"Try me, sir." Seringai Alano kembali terkembang, ia terkesan tengah bermain main sekarang.

"Apa kamu makan dengan cukup selama ini, Alano?"

"..."

"Apa kehidupanmu sudah lebih baik akhir akhir ini?"

"Of course.. Apa yang tengah kau coba katakan kepadaku, pak tua?"

Pak direktur tersenyum. Entah senyum jenis apa itu, tapi yang pasti Alano sungguh muak melihatnya. Terlihat jelas sekali kebohongan dalam senyuman itu. Rasanya seperti apa yang ia katakan tadi itu semuanya hanyalah omong kosong saja. Sungguh memuakkan.

"Kamu tau, saya tidak membutuhkanmu kembali sebenarnya-"

"Oh, baguslah kalau begitu. Jadi saya tidak perlu mendengar omong kosong anda lagi. Saya akan pergi saja. Tidak senang berkerja sama dengan anda, pak tua." Alano langsung memotong perkataan pak tua itu saat dia mengatakan tidak lagi membutuhkan dirinya tanpa ingin mengetahui lanjutan dari perkataan si pak tua.

Alano hendak pergi. Kali ini, jujur saja ia sudah sangat muak. Alano rasanya ingin menghancurkan muka busuk pak tua sialan itu. Wajahnya sungguh sangat memuakkan.

"Tapi kamu akan membutuhkanku, Alano. Kamu sendiri yang akan datang kepadaku."

Mendengar lanjutan dari pak tua itu, Alano sontak terhenti. Apa apaan maksudnya? Pak tua itu tengah mencoba menyampaikan apa kepadanya. Tentu hal itu tidak akan pernah terjadi, dan tidak akan pernah ia lakukan. Sejauh mungkin ia akan memberi jarak agar pak tua ini tidak lagi bisa menggapai kebahagian hidupnya juga adiknya-

adiknya...?

Bagaimana kalau pak tua ini ingin bermain main dengan adiknya juga...

"Tidak ada yang membutuhkanmu lagi pak tua. Even Lucy pun sudah muak dengan tingkahmu. Dia sudah memiliki niatan untuk mengundurkan diri sejak sebulan lalu. Sayang saja nyawanya terenggut sebelum ia sempat merealisasikan keinginannya itu."

Pak tua itu tertawa.

"Lihat saja, ada sesuatu yang akan membuatmu kembali padaku lagi, Alano."

"I'll make sure that'll never happen, old trash."

"Ohoo, let's see, my young man."

Setelah percakapan terakhir itu Alano benar benar hengkang dari sana. Tidak ada lagi niatan dalam hatinya untuk kembali menginjakkan kaki kesini. Tidak akan pernah.

Pak tua itu sangat menguras emosi dan tenaganya.

ck, tua bangka sialan.

***

"Abang dari mana?"

"Sini sini peluk abang dulu dek."

Alfa mengangguk, ia berjalan pelan menuju abangnya yang terlihat sangat berantakan. Lihat saja wajah Alano sekarang, abangnya itu tampak seperti orang stress yang banyak pikiran. Alfa berharap sekali ia dapat membatu abangnya itu mengurangi beban pikirannya. Tapi pastinya Alano tudak akan membiarkan Alfa melakukan apapun. Alano punya kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk ia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.

Sifat keras kepala yang membuat Alfa mengiyakan saja penolakan Alano terhadap dirinya yang berniat membantu. Lagipula memang benar, apa yang bisa dilakukan oleh bocah ingusan sepertinya selain merengek?

"Abang kenapa? Mau cerita sama adek? Abang keliatan lelah banget..."

"Abang okey, dek. Abang mau peluk kamu gini aja seharian, boleh ga~"

Alano berbicara seperti orang linglung. Alfa lantas segera mengecek suhu tubuh abangnya itu. Pantas saja, suhu tubuh Alano kembali naik. Apa sih yang Alano lakukan tadi diluar, padahal demamnya masih belum sembuh sepenuhnya. Kalau sudah begini, mau memarahi abangnya juga Alfa ga tega melihat kondisi abangnya yang tampak sudah linglung dan berantakan. Yah, Alfa juga tidak berani sebenarnya memarahi abangnya ini.

"Ayo kita kekamar aja abang. Abang demam," ujar Alfa, mencoba membopong Alano yang memiliki tubuh dua kali lipat lebih besar darinya.

"Hmn~"

***

"Abang ngapain sih tadi?"

Tangan Alfa bergerak cekatan mengganti kain pada kening Alano. Alano menutup matanya, Alfa tidak tau apakah Alano mendengarkannya atau tidak, tapi tetap saja saat ini Alfa ingin mengomel saja.

Syukur deh kalau Alano sudah tertidur, jadi Alfa bisa mengomel sepuasnya sekarang walaupun ga ada yang dengerin. Sudah dikatakan kalau Alfa itu sebenarnya takut mengomeli Alano. Berhubung Alano lagu tidur, ini merupakan kesempatan bagi Alfa untuk menyalurkan kekesalannya.

"Abang bilangnya ke Alfa buat jaga kesehatan terus. Liat abang sekarang, sakit. Abang sendiri aja ga jaga kesehatan."

"Lagian abang tadi ngapain keluar sih?"

"Abang belum sembuh. Lihat, abang sakit lagi jadinya."

Alfa masih saja mengomel kepada sosok yang masih memejamkan matanya. Pipi Alfa menggembung, walau begitu tangannya masih cekatan membersihkan alat alat yang tadi ia gunakan untuk mengompres kening abangnya.

"Alfa ga kerepotan jaga abang kok. Alfa ga masalah jaga abang kalau sakit begini... Tapi, adek ga mau abang sakit. Adek ga suka liat abang sakit. Adek ga suka ngomelin abang begini..."

Alfa terhenti dari semua hal yang ia kerjakan. Ah, Alfa lupa kapan terakhir kali abangnya sakit sebelum hari ini. Abang itu kuat. Alano tidak pernah membuatnya khawatir. Malah sepertinya Alfa yang serung membuat Alano khawatir. Tidak masalah, tidak masalah kalau Alano sakit, itu wajar. Tapi rasanya sakit setiap melihat Alano sakit. Alfa tidak ingin melihatnya lagi.

"Adek.." suara itu memanggilnya lirih.

Alfa bergegas menghampiri Alano. Wajah paniknya terlihat kentara. Benar benar Alfa takut terjadi sesuatu yang buruk kepada Alano.

"K-kenapa bang?" tanya Alfa terbata, khawatir juga panik menjadi satu.

Alano tersenyum lembut.

"Abang ga sakit... maaf ya buat kamu khawatir."

Memang benar, seberapa buruknya Alano dia tetaplah abangnya. Sosok yang dulunya merupakan sosok paling bersinar yang pernah Alfa lihat. Sosok yang dulunya menjadi patokan Alfa untuk dirinya dimasa depan.

Rasanya Alfa ingin menangis saja.

"Its okay abang. Sakarang abang istirahat dulu, ya."

Sweet PsycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang