Bagian 5: Pangeran Tidur dan Puteri Bungkuk

222 23 0
                                    

Pangeran Tidur
dan Puteri Bungkuk

Bandung Bondowoso memasuki ruang tahta. Pilar-pilar besar dan dinding dari bata merah dengan jendela-jendela besar kaca nano berlukis singa dengan ekor merak, simbol kerajaan Wichi. Prabu Wichi dan para Dewan kerajaan menyambut hangat kedatangan putra asuh Raja Baka itu.

Wichi adalah kerajaan ketujuh yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. Kerajaan paling timur ini adalah penyumbang upeti terbesar di Tujuh Kerajaan. Semua kemakmuran itu tak luput dari pemerintahan Prabunya, Purwadi. Dia adalah sekutu terkuat Prambanan. Purwadi mempunyai dua orang anak. Namun dia ditimpa kesialan. Sebuah kutukan.

Dahulu saat anak sulungnya, Rama, masih kecil dan istrinya mengandung anak ke dua. Dia pergi berburu, dia berhasil memanah seokar rusa berbulu perak yang dikiranya domba. Rusa perak itu adalah peliharaan Dewa yang turun untuk minum. Alhasil dikutuklah Purwadi, putranya jatuh tertidur dalam tidur panjangnya dan anak keduanya terlahir cacat, putri itu mempunyai tulang punggung yang bengkok dan rahang miring. Purwadi sangat menyesal, tapi kutukannya tak bisa dicabut.

Prabu Purwadi menjadi cemas akan masa depan kerajaannya, putra mahkotanya adalah pangeran tidur dan putrinya buruk rupa yang dikurung di paviliun karena malu.

Ruang tahta terasa hangat atas kedatangan Bandung. Prabu Purwadi tak sengaja melihat keris Mpu Ishwar yang tergantung di pinggang Bandung.

"Kau membawa keris Mpu Ishwar. Raja Baka pastilah sangat menyayangimu walau kau hanyalah anak asuh," ujar Purwadi.

Bandung tersenyum. "Baginda Baka selalu baik padaku. Beliau mengutusku kemari untuk belajar ilmu beladiri Wichi yang hebat guna mengalahkan Raja Jin di hutan paling timur Jawa."

Prabu Purwadi terkejut mendengarnya. "Mengalahkan Raja Jin? Maksudmu Raja Bondowoso? Oh, sepertinya Baginda Baka tak terlalu menyayangimu, Nak. Itu sama saja bunuh diri."

Bandung memotong kalimat Purwadi. "Karena itu ijinkan aku untuk belajar di Wichi, Prabu. Tidak bermaksud lancang, bukankah kerajaan punya pusaka kuat?"

Purwadi di singgahsana tersenyum kecut. "Walau diberi gelar Pangeran Tujuh Kerajaan oleh Baka kau tidak boleh lancang, Nak. Pusaka itu milik Wichi dan pusaka itu..." Mendadak dia terhenti, teringat sesuatu saat burung Bromodedali terbang didekat jendela. "Tapi, baiklah. Kau boleh belajar disini. Akan aku berikan pusaka kerajaan dengan satu syarat. Namun sebelum aku mengajukan syarat itu kau harus pantas. Jadi belajarlah kau di keraton ini tentang beladiri dan lainnya. Saat pantas akan aku ajukan syaratnya."

Bandung pun akhirnya menetap di istana, dia belajar bela diri dan berbagai ajian. Pelajaran itu tidaklah mudah, dia harus memar, patah tulang, bahkan nyaris meninggal.

Hari-hari berlalu. Minggu menjadi bulan. Waktu terus bergulir. Bandung tumbuh makin tinggi, otot-ototnya terbentuk dengan sempurna. Dia makin tampan dan kuat.

Suatu hari dia berjalan-jalan di taman dekat keputren, pikirannya kalut. Sudah lama ia tak pulang ke Prambanan, pemuda itu merindukan Roro Jonggrang. Dia memandang sapu tangan pemberian Roro untuk lukanya saat berlatih. Ingin sekali dia mengirim surat padanya, tapi dia merasa sangat tidak pantas. Kenyataan lagi-lagi menyadarkannya. Betapa lancangnya dia yang hanya anak asuh dengan orangtua kandungnya yang jahat menaruh rindu pada Puteri Tujuh Kerajaan. Sungguh dia tidak pantas memendam perasaan itu.

Srrkk. Tiba-tiba terdengar suara gemerisik, Bandung segera memeriksanya ke semak-semak. Dia nyaris melompat karena kaget. Ternyata ada seorang gadis yang mengawasinya. Selama di Wichi ini dia memang merasa ada yang mengawasi, tapi dia tak pernah menyangka itu adalah seorang gadis bungkuk yang punya punuk dengan rahang miringnya. Tapi dari pakaian mewahnya dia terlihat seperti puteri bangsawan.

The Legend of PrambananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang