Bagian 7: Ksatria Piningit

144 17 0
                                    

KSATRIA PININGIT

Perlahan matanya terbuka. Cahaya langsung memenuhi pandangannya. Langit-langit putih, dinding putih, dan bunga edelweis putih menghiasi ruangan. Aroma wangi yang lembut membelai penciumannya. Tangannya merasakan sprei yang lebih halus dari sutra. Samar, dia mendengar pekikan burung tersayangnya. Indranya perlahan kembali.

Seseorang masuk dengan pakaian serba putihnya. "Kau sudah sadar?" ucapnya lembut.

Dia berusaha bangkit, menegakkan punggungnya. "Berapa lama aku tak sadarkan diri?"

Orang serba putih itu berdiri di samping ranjang. postur dan posenya begtu sempurna. "Tujuh purnama."

Dia membelalak kaget.

"Kau abis bertarung dengan iblis. Sukmanya menyatu dalam tubuhmu. Sebuah keajaiban kau bisa bangun, Bandung," jelas pria serba putih itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bandung berusaha mengingat.

"Kau melakukan perjanjian dengan iblis. Kau telah memiliki ajian raja jin dan seluruh pasukannya. Sekarang kau memang kuat, tapi ingat, selalu ada yang ditumbalkan dalam perjanjian iblis."

Bandung memandang telapak tangannya. Benar, dia merasakan ada aliran energi yang sangat kuat di dalamnya. Lalu dia kembali memandang orang serba putih itu. "Mengapa rambut dan matamu menjadi hitam?"

Pria itu menunduk. "Aku telah kehilangan kekuatan ilahiku untuk menyembuhkanmu. Aku hanyalah manusia biasa sekarang, bukan lagi Bidadara."

Bandung terkejut, seketika dipenuhi rasa bersalah. "Sungguh aku minta maaf. Terima kasih saja tak akan pernah cukup. Aku berhutang padamu."

"Tenanglah, Bandung Bondowoso. Itu sudah tugasku. Tapi sekarang kita tak boleh ada di istana putih lagi. Pulanglah ke Prambanan, tugasmu sudah terpenuhi." Setelah itu dia melepas mahkota dahi Bidadaranya dan perlahan melangkah keluar.

"Kemana kau akan pergi? Ikutlah denganku ke Prambanan," ucap Bandung menahannya.

Dia menoleh. "Kita akan bertemu lagi. Selamat tinggal, Bandung."

***

Bandung menunggangi burung Bromodedalinya meninggalkan istana putih itu. Dari atas sana hutan angker yang gelap kini terlihat menghijau tenang. Begitu juga gunung Ijen yang nampak begitu anggun berdiri. Bandung menoleh ke belakang, istana putih itu tak lagi bisa dilihatnya. Hanya ada puncak gunung Raung yang kokoh.

Dia terus terbang menuju barat. Menuju Prambanan dimana Roro Jonggrang berada.

***

Jauh di utara, di mana sungai-sungai besar Kalimantan bermuara, Damar Maya melakukan pelayarannya kembali ke Jawa. Puluhan kapal dengan layar berlukis panji Pengging mulai meninggalkan Kalimantan. Puluhan kapal lagi dengan layar panji Kah dipimpin Prabunya, Baswara. Layar dengan panji Gantari juga berlayar. Lalu ada satu kapal dengan panji Wichi yang dikapteni Puteri Laksmi yang pernah melakukan perjanjian dengan Nyi Roro Kidul. Masih ada puluhan lagi yang berlayar yang semua penumpangnya adalah orang-orang Kalimantan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka mengarungi lautan Nusantara.

Bahaya sedang berlayar menuju Jawa.

***

Sementara itu Tujuh Kerajaan mengalami kemunduran karena Raja barunya yang suka memangsa bayi-bayi tak berdosa untuk menjaga kesaktiannya sebagai raksasa. Baka yang baik hati itu sudah hilang total. Kerusuhan terjadi dimana-mana selama sembilan belas tahun lebih pemerintahannya. Orangtua yang bayinya diambil tak terima dan melakukan perlawanan. Namun dengan naga yang Baka punya, sekelompok kecil pemberontak itu segera dibasmi. Tapi pemerintahan yang dibarengi kekerasan akan berakhir tak karuan.

The Legend of PrambananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang