Bagian 13: Kutukan Bandung Bondowoso

331 22 1
                                    

KUTUKAN BANDUNG BONDOWOSO

Prambanan telah diduduki, panji yang berkibar bergambar lambang Pengging. Ribuan tentara memenuhi kota dan keraton membuat rakyat diam ketakutan. Para gadis bangsawan masih berkumpul di tempat persembahyangan di keputren.

"Raden Ayu, benarkah kita sudah kalah?" salah satu gadis bertanya ke Roro Jonggrang.

"Aku melihat panji Pengging berkibar," sahut gadis lain.

"Tapi mengapa mereka masih belum masuk ke keputren?"

"Jika mereka menyerang keputren habislah kita. Semua prajurit Pengging akan memperkosa kita bergiliran," gumam seorang gadis yang ketakutan membuat ruangan itu dipenuhi kekhawatiran.

Roro akhirnya berseru, "Keputren adalah bangunan khusus wanita. Mereka tak akan masuk ke sini. Tak akan kubiarkan."

Roro tahu dia tak bisa menenangkan rakyatnya, tapi di berusaha semaksimal mungkin. Nyawa orang-orang bergantung padanya. Setiap keputusannya menentukan masa depan Prambanan. Dia sangat dilema, menikah dengan Bandung Bondowoso adalah hal yang mustahil, para abdi negara pasti menentang. Menyatakan perang juga mustahil, prajuritnya sudah kalah dalam peperangan, jumlahnya sangat sedikit sekarang. Dia kembali mengajak para gadis kembali ke posisi tirakat, berdoa agar Dewa melindungi gadis-gadis ini.

***

Fajar menyingsing, cahaya kekuningan menyinari lembah Akssa yang gosong serta berlumur darah. Asap masih membumbung tinggi karena api Bromodedali yang membakar prajurit Prambanan. Pengging mendirikan perkemahan di sana. Damar Maya kembali sadar dari pingsannya. Dia langsung menanyakan kabar anaknya.

"Pengging menang, Baginda. Baka telah gugur. Raden Bandung Bondowoso sedang menyerbu keraton Prambanan sekarang," kata salah satu prjuritnya. "Keraton telah diduduki sejak semalam, tapi..." prajurit itu berhenti.

"Kenapa? Lanjutkan?" tuntut Damar Maya yang masih lemah.

Prajurit itu menunduk. "Seorang prajurit kembali dari keraton Prambanan dia meminta cakar burung Bromodedali dan melapor bahwa para Abdi Prambanan masih dibiarkan hidup. Raden Bandung juga telah melamar Puteri Prambanan."

"Apa?!" Damar Maya terkejut setengah mati. Bagaimana bisa dia melamar musuhnya? Tapi setelah dipikir-pikir itu ada benarnya juga. Dendam telah membatukan hatinya selama ini. Tanah Jawa sudah kembali ke tangannya, dia harus menciptakan kedamaian. Jadi dia merasa pernikahan anaknya dan anak musuhnya adalah cara terbaik untuk mewujudkan perdamaian itu. Tapi dendam orang-orang Prambanan baru saja dimulai, takkan sudi bagi mereka berdamai dengan Pengging.

"Syarat apa yang diajukan Sang Puteri sebagai mas kawinnya?" tanya Damar Maya.

"Dua subur Jalatunda dan seribu candi yang dibagun dalam semalam."

Damar Maya tersenyum kecut. Orang terkuat pun tak akan mampu membangun seribu candi dalam semalam. Pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.

***

Di halaman keraton Prambanan Bandung sedang menggali tanah dengan cangkul dari cakar burung Bromodedali saktinya untuk membuat sumur. Dia meternya mencapai lima meter, dasarnya sudah tak terlihat. Bandung terus menggali dengan sangat cepat berkat cakar itu. Dia terus menggunakan kekuatannya, menyalurkan aura batu bertuah di dalam dirinya untuk menambah kecepatan. Hingga matahari tebat di atas, Bandung sudah menyelesaikan satu sumur. Lava menerangi sumur itu dikedalaman. Gupala yang mengawasinya mulai was-was.

Di keputren Roro dan para gadis masih melantunkan puji-puji, nyanyian untuk Dewa.

"Raden Ayu! Raden Ayu!" Seorang dayang berseru. "Raden Bandung Bondowoso telah menyelesaikan satu sumur, Raden Ayu."

The Legend of PrambananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang