Sudah seminggu Altair dirawat di rumah sakit. Karel setia menemani adiknya itu sepanjang waktu, dan rela membawa pekerjaan kantornya untuk dikerjakan di rumah sakit.Altair sendiri menjadi lebih pendiam. Ia sibuk menganalisis ingatan milik Alastair dan menyusunnya untuk mendapat kesimpulan.
Yang ia tahu dari semua ingatan yang didapat adalah, bahwa Alastair adalah cucu bungsu keluarga Archandra yang tidak dianggap dan diabaikan. Hanya karena Alastair adalah seorang omega. Ia dianggap keturunan cacat keluarga Archandra yang pada dasarnya sejak dulu menghasilkan para Alpha. Para keturunan unggul, sukses, dan terhormat.
Alpha, kasta tertinggi. Ditambah Archandra adalah keluarga darah biru, sang bangsawan. Bagi mereka, adanya seorang omega dalam silsilah keluarga sudah seperti kutukan dan kesialan. Hina, memalukan. Memberi jejak kecacatan dan kekurangan dalam nama baik bangsawan mereka.
Alastair bukan anak yang bodoh, ia justru termasuk anak yang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Altair sampai minder dibuatnya.
Orang-orang selalu menghina Alastair bodoh, lemah, dan tidak berguna hanya karena ia adalah omega. Yang jelas sejak dulu selalu dianggap rendah dan dijadikan seorang budak. Fisiknya kecil, imunnya lemah, dan rapuh. Hanya beberapa omega beruntung yang memiliki rupa cukup menawan yang bisa menarik perhatian dan dapat perlakuan baik.
"Haah ..." Altair menghela napas, tidak habis pikir. Sayangnya, memang begitulah hukum dunia ini.
Karel menoleh mendengarnya. "Hal berat apa yang kamu pikirkan hingga menghela napas seperti itu, Asta?" Pemuda itu mendekat, mengelus tengkuk sang adik dengan penuh kasih sayang.
Altair merengut. Ia menepis pelan tangan Karel kemudian bergerak menjauhkan diri. Ia tidak terbiasa diperlakukan sedemikian rupa oleh orang di sekitarnya. Rasanya menggelikan. Di kehidupannya dulu, memang sang ayah dan sang kakak sulung juga sangat suka mengelus juga memeluknya, tapi Altair tetap merasa aneh.
Altair hanya berpikir, apakah itu hal normal dalam keluarga. Masalahnya mereka ini sama-sama lelaki, loh. Interaksi intens seperti itu rasanya aneh dan tidak wajar.
Karel terkekeh melihatnya. Merasa lucu melihat adiknya bertingkah seperti anak kucing yang sensitif terhadap sentuhan manusia.
Altair mendelik sebal. "Jangan sentuh-sentuh!"
Karel abai, ia malah sengaja kembali mengelus tengkuk Altair dengan tangan besarnya. "Kenapa? Bukankah kamu suka, Asta?" tanyanya menggoda.
Altair memekik sebal. "Diem!" sentak nya seraya berbaring dan menarik selimut hingga menutupi kepala.
Karel terkekeh geli.
Karel beralih duduk di tepi brankar. Mengelus punggung Altair yang tertutup selimut. "Arga bilang, kamu sudah boleh pulang. Tidak mau?" tanyanya lembut.
Altair refleks membuka selimutnya, ia segera membalikkan badan menghadap Karel. "Boleh pulang?" tanyanya antusias.
Karel mengangguk kecil. "Iya. Keadaan kamu sudah stabil dan lukanya sudah membaik. Sisanya bisa dirawat di Mansion. Kita juga bisa memanggil Arga jika terjadi sesuatu."
Altair dengan semangat bangun dari acara rebahan nya. Ia langsung berdiri dan mengepalkan tangan. "Ayok pulang!"
Karel tergelak melihatnya. "Baiklah, segera bersiap," ucapnya seraya berdiri. Pemuda itu segera membereskan peralatan kantornya. Laptop, berkas-berkas, dan lainnya. Sedangkan Altair pergi membersihkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
OMEGAVERSE; Altair Savero A.
Teen Fiction•Brothership Series 3 [Not BL] •Transmigrasi Series 2 •Fantasy, ABOverse ───── Ketika seorang pemuda alpha dominan, bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja omega. Membuat Altair merasa frustasi, dan nyaris gila. Ditambah tingkah keluarga si pemilik...